Salin Artikel

Indonesia Peringkat 1 Konflik Buaya dan Manusia, Penambangan Rusak Sungai

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Konflik buaya dan manusia di Indonesia menduduki peringkat pertama dunia. Ada tiga provinsi dengan kasus menonjol yang sebagiannya berujung pada kematian.

"Data konflik global antara buaya dan manusia terbanyak di Indonesia. Kemudian ada Malaysia dan India," kata Peneliti Garda Animalia, Bayu Nanda, saat diskusi publik di Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Rabu (28/2/2024).

Dalam kurun 2014-2023 tercatat sebanyak 475 kasus di Indonesia. Sementara di Malaysia sebanyak 123 kasus, dan India 57 kasus.

"Jumlah serangan buaya bisa saja lebih banyak dari data yang ditemukan. Banyak yang tidak terekspos peristiwa di lapangan. Dari tiga korban berbeda yang kami temui, hanya satu yang diketahui media," ujar Nanda.

Secara nasional, daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat dengan jumlah konflik terbanyak yakni 104 kasus. Selanjutnya Kalimantan Timur 83 kasus dan Bangka Belitung 67 kasus.

Nanda menuturkan, sebagian data konflik global dan nasional yang ditemukan peneliti Brandon Sideleau telah diverifikasi langsung ke lapangan.

Hasilnya, jumlah kasus di lapangan jauh lebih banyak. Sehingga konflik antara manusia dan buaya perlu dicarikan solusinya untuk jangka panjang.

"Kami melihat perlu ada solusi, membagi muara untuk buaya dan manusia," ujar Nanda.

Peneliti Badan Riset Nasional (BRIN) Hellen Kurniati mengatakan, konflik manusia dan buaya akan terus terjadi karena wilayah yang sama-sama ditempati.

"Takdirnya manusia dan buaya itu tidak bisa hidup berdampingan, berada di tempat yang sama tidak bisa, maka perlu relokasi," ujar Hellen via daring.

Kawasan yang bisa dikembangkan, sambung Hellen, berada di Sumatera Selatan. Kawasan itu diharapkan mampu menampung buaya dari lokasi penangkaran yang tempatnya terbatas.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepulauan Bangka Belitung, Fery Afriyanto mengatakan, kondisi lahan kritis memicu terjadinya konflik manusia dan buaya.

Pemerintah kesulitan melakukan penertiban karena penambangan ilegal selalu muncul.

"Hari ini kita tertibkan di lokasi, dua hari lagi sudah muncul lagi. Ini terjadi di berbagai tempat dan perlu pengawasan terus menerus," ujar Fery.

Dia menyarankan, lokasi pelepasan buaya perlu dicari, salah satunya di wilayah sungai perbukitan Maras, Bangka.

Koordinator Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Bangka Belitung, Langkasani mengatakan, kerusakan lingkungan menjadi faktor utama konflik buaya dan manusia.

"Aktivitas penambangan menyebabkan sedimentasi di sungai. Dulu lebar sungai 50 meter sekarang hanya beberapa meter," ujar Langkasani.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/28/112010678/indonesia-peringkat-1-konflik-buaya-dan-manusia-penambangan-rusak-sungai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke