Salin Artikel

Pelajar SMA Pemilih Pemula di Semarang Bicara Pemilu, Butuh Pemimpin yang Mau Dialog dan Punya Gagasan

SEMARANG, KOMPAS.com - Jumlah pemilih muda dan pemilih pemula medominasi sebanyak 52 persen atau 107 juta dalam kontestasi pemilu serentak 2024.

Mereka juga aktif bersuara di berbagai media sosial soal perkembangan politik.

Kompas.com berkesempatan mewawancarai sejumlah pemilih pemula yang merupakan pelajar SMA di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (3/2/2024).

Di antaranya Sarah (17) Kelas XI, SMA Negeri 14 Semarang, Muhammad Yaseer (17) Kelas XI, SMA Negeri 7, dan Alif Muhammad Falih (17) Kelas XI, SMA Negeri 7 Semarang.

Mereka sepakat visi misi dan rekam jejak pasangan calon (paslon) capres dan cawapres penting untuk menjadi pertimbangan saat menentukan pilihan.

"Dari visi misi dan jejak hidupnya. Karena visi misi kan rencana program kerja, jadi menyesuaikan sama yang saya butuhkan sebagai pelajar," kata Sarah

Yaseer mengatakan, visi dan misi yang realistis lebih penting ketimbang gimmick.

Apalagi, paslon yang menang akan memimpin Indonesia dan berpengaruh pada masa depannya kelak.

"Menurut saya pemimpin yang ideal adalah yang cerdas dan jujur dan tidak punya jejak korupsi," kata Yaseer.

Kendati telah membandingkan rekam jejak melalui internet, Alfan mengaku narasi yang dibuat oleh pengguna internet di media sosial secara tidak langsung turut mempengaruhi pilihannya.

"Saya membandingkan kinerja ketiga paslon mana yang lebih banyak kinerja baik dan buruk. Selain itu mempertimbangkan suara pengguna internet, saya mungkin bisa juga terpengaruh dari suara-suara itu," beber Alfan.

Tak kalah penting, mereka menilai pemimpin ideal ialah yang mau berdialog mendengarkan masalah dari masayrakat. Lalu memberikan solusi konkret.

"Pemimpin ideal bagi saya yang dapat menyayomi masyarakatnya, seperti yang mengerti permasalahan yang ada di masyarakat serta memberi solusi yang membantu permasalahan mereka secara nyata, tidak hanya janji manis," lanjut Alfan.

Sarah sependapat, bila sebagai kaum muda dia menginginkan pemimpin yang serius merespons berbagai permasalahan, termasuk korupsi.

"Kita butuh capres yang serius, yang mengerti keadaan masyarakatnya, yang suka dengerin kata-kata masyarakatnya, terus yang bisa memberantas koruptor," ungkap Sarah.

Untuk mengetahui perkembangan dinamika politik, ketiganya memantau lewat media sosial. Antara lain melalui TikTok, Instagram, X (dulu Twitter). Sedangkan Alfan mengaku menonton berita di televisi.


"Biasanya update di Twitter, kalau ada salah satu paslon yang kena fitnah, terus dibuktikan dengan fakta dari berita, terus dibaca. Ngikutin perkembangan politik yang sengit karena jadi kebongkar semua sifat capres-cawapresnya. Aku ngikutin debat (capres-cawapres) dan semakin yakin sih karena calon yang saya pilih itu intelek," ungkap Sarah.

Begitu pula Yaseer dan Alfan, mereka juga kerap menonton konten debat dan hasil cek fakta dari materi debat.

Keduanya juga mengikuti serangkaian peristiwa yang menjadi perdebatan di kalangan pendukung masing-masing paslon.

"Akhir-akhir ini saya melihat berita tentang presiden yang menunjukkan kalau beliau kurang netral. Ada juga paslon yang memutuskan untuk mundur dari jabatan menteri dan (mengikuti) kampanye capres-cawapres di daerah di Indonesia," beber Yaseer.

Yaseer berpendapat, penting bagi pemilih pemula untuk memahami gagasan paslon dengan basis data.

Yakni melalui rekam jejaknya, visi misinya, hingga prestasinya. Bahkan dia juga mengecek latar belakang paslon maupun parpol serta kebijakannya melalui bijakmemilih.id.

Yakni platform gerakan independen yang dibuat agar masyarakat bisa membuat pilihan politik berdasarkan informasi yang berkualitas.

"Kita harus jadi pemilih rasional, bukan emosional. Kalau hanya mengedepankan emosional tanpa membaca data, seperti kata Bu Menkeu Sri Mulyani, kita akan mudah dihasut, digiring, dan diprovokasi," tutur Yaseer.

Meski sesekali menikmati konten berita politik yang dibalut hiburan atau politainment, ketiganya senada bila dalam menenetukan pemimpin perlu didasari data dan pertimbangan yang rasional.

Yaseer dan Alfan berharap, konten informasi faktual berdasarkan data lebih banyak mendominasi jagad media sosial.

Sehingga, masyarakat tidak terpolarisasi konten yang hanya berdasar asumsi dan menimbulkan perpecahan hanya karena perbedaan pilihan.

"Butuh informasi yang valid dan berdasar data agar tidak menyebabkan hoaks di mana-mana. Serta tidak terjadi politik pecah belah di masyarakat Indonesia," tandas Alfan.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/08/124021978/pelajar-sma-pemilih-pemula-di-semarang-bicara-pemilu-butuh-pemimpin-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke