Salin Artikel

Mengapa 157 Pengungsi Rohingya Mendarat di Deli Serdang?

Sampai Senin (01/01) petang, para pengungsi masih ditempatkan di tenda darurat di satu lapangan di Desa Karang Gading, kata Kapolres Belawan, AKBP Janton Silaban.

"Seluruh pengungsi Rohingya masih berada di lokasi [kedatangan] dengan penjagaan dari aparat keamanan dan penduduk setempat," kata Janton kepada wartawan Apriadi yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (1/1/2024).

Data yang dihimpun Badan PBB untuk pengungsi (UNHCR) mengungkapkan, ada 157 pengungsi Rohingya di sana. Mereka terdiri 49 pria, 32 perempuan dan 76 anak-anak.

Jumlah itu berbeda dari data sebelumnya yang menyebutkan ada 147 orang, karena ada sebagian pengungsi yang berbaur dengan warga ketika kapal baru mendarat.

Mengapa mendarat di Labuhan Deli?

Dalam keterangan terpisah pada Minggu malam, Panglima Kodam 1 Bukit Barisan, Mayor Jenderal TNI Mochammad Hasan menyebut kedatangan para pengungsi ke Sumatra Utara ini sebagai "pola baru".

"Mereka yang selama ini masuk ke Aceh atau ke Sabang, sekarang sudah mulai masuk ke wilayah kami di Pantai Timur Sumatra Utara di Pantai Mercusuar, Labuhan Deli, Deli Serdang," kata Hasan.

Hasan juga menyarankan agar pengamanan di pantai timur Sumatra diperketat.

Akan tetapi, Perwakilan UNHCR untuk Indonesia Ann Maymann menyatakan belum bisa memastikan mengapa para pengungsi ini bisa tiba di Sumatra Utara, setelah beberapa kelompok sebelumnya selalu mendarat di Aceh.

"Kami belum tahu mengapa mereka sampai ke Sumatra Utara. Bisa saja faktor angin, atau bisa saja faktor lainnya," kata Ann kepada BBC News Indonesia.

Dia menjelaskan bahwa kedatangan para pengungsi Rohingya ini dipicu oleh situasi buruk yang mereka hadapi di kamp pengungsian di Cox's Bazaar, Bangladesh, sehingga pemerintah Indonesia dan masyarakat setempat diharapkan bersedia membantu para pengungsi.

Sekitar 1.800 pengungsi Rohingya tengah berada di Indonesia hingga saat ini, menyusul gelombang kedatangan mereka sejak November silam.

Bersama ratusan pengungsi yang lain, pria berusia 24 tahun ini meninggalkan Bangladesh pada awal Desember silam.

Sebelum berlabuh di pesisir Labuhan Deli, kapal yang ia tumpangi sempat terombang-ambing selama lima hari di perairan Indonesia, hingga akhirnya kapal itu mendarat di Pantai Mercusuar pada Sabtu (30/12/2023).

Said mengaku tujuan kedatangannya ke Indonesia adalah demi keamanan dan keselamatan dirinya dan keluarganya, ujarnya kepada wartawan Ricad yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

“Kami perlu bantuan karena kami tidak aman di Bangladesh,” ujar Muhammad Said ketika ditemui di tempat penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya di Deli Serdang, Senin (1/1/2024).

“Kami hanya ingin menyelamatkan hidup kami, anak-anak kami,” sambil menunjukkan putranya yang berdiri di sampingnya,” tuturnya kemudian.

Said kemudian menuturkan bahwa dia terpaksa meninggalkan kampung halamannya di Myanmar tujuh tahun lalu, menyusul persekusi dan pembunuhan etnis Rohingya – etnis Muslim di Myanmar – oleh militer Myanmar.

Pada 2017, dia bersama keluarganya mengungsi ke Bangladesh.

Namun situasi di kamp pengungsi di Bangladesh yang terus memburuk beberapa tahun terakhir, membuatnya memutuskan membawa keluarganya mengungsi ke tampat lain.

Salah satu alasan Said menjadikan Indonesia sebagai tujuan lantaran Indonesia adalan negara dengan mayoritas penduduk beragama Muslim.

“Indonesia negara Muslim, negara Islam. Orang-orangnya sangat baik, sangat ramah. Kami mendapati banyak orang di sini memberi kami makanan dan air minum,” terang Said.

Ketika ditanya apa harapannya saat ini, Said berujar bahwa dia hanya ingin PBB membawanya ke tempat yang lebih aman.

“Kami putus asa, kami tak punya kewarganegaraan.”

Menurutnya, kapal tersebut diduga "sengaja dilubangi" oleh nahkoda kapal.

Namun setelahnya, calo dan nahkoda yang membawa pengungsi Rohingya di kapal itu diduga melarikan diri mengikuti dua kapal lainnya. Tidak diketahui ke mana perginya dua kapal lainnya tersebut.

Hal senada juga diutarakan oleh Pangdam Bukit Barisan bahwa nahkoda meninggalkan kapal tersebut pada jarak empat mil sebelum mendarat.

Sementara itu, Surya Sarirah, salah satu warga dari Desa Palu Kurau, mengatakan bahwa para pengungsi kemudian mendarat setelah kapal yang mereka tumpangi itu karam pada Sabtu malam.

"Saya melihat kapal yang ditumpangi pengungsi Rohingya dalam posisi karam," kata Surya.

Para pengungsi sempat bermalam di hutan di Desa Karang Gading. Keesokan paginya, warga sekitar pun memasangkan tenda untuk tempat berlindung para pengungsi.

Dalam laporan sejumlah media sebelumnya, disebutkan bahwa para pengungsi Rohingya itu mendarat di Desa Kwala Besar, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. UNHCR dan pemerintah daerah telah memastikan bahwa rombongan pengungsi yang disebutkan itu adalah yang mendarat di Desa Karang Gading.

Berdasarkan pantauan wartawan Ricad, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia dari Desa Karang Gading, para pengungsi berlindung di bawah tenda darurat berwarna biru di bibir pantai.

Banyak dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Beberapa anak tampak rewel dan dalam kondisi tidak sehat.

"Para pengungsi beralasan mau mencari tempat yang aman karena Indonesia adalah negara Muslim," kata Ricad berdasarkan perbincangannya dengan pengungsi di sana.

Terkait penanganan para pengungsi, UNHCR mengatakan bahwa bantuan dasar seperti makanan dan minuman telah diberikan.

"Yang terpenting saat ini adalah memastikan situasinya stabil dan mereka mendapatkan penanganan yang dibutuhkan untuk memastikan kondisi mereka baik," kata Ann, sambil menambahkan bahwa lokasi para pengungsi cukup sulit dijangkau sehingga mempersulit akses bantuan terhadap mereka.

"Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat, karena kami tidak ingin kedatangan mereka mengganggu," tutur Ann.

Sementara itu, pemerintah setempat baru akan membahas penanganan pengungsi Rohingya ini pada Selasa (02/01).

Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara, Hassanudin mengatakan telah berkoordinasi dengan Pemkab Deli Serdang untuk menyiapkan lokasi penampungan sementara yang tidak bersinggungan dengan pemukiman masyarakat.

"Dari kapal ini, ditemukan logistik-logistik segar yang kita duga logistik ini di-support atau didukung dari darat wilayah perairan kita," sambung Hasan.

Selain itu, Hasan menyebut telah ditemukan kartu UNHCR. Tetapi, semua identitas dan tanggal lahir yang tertera sama.

Menanggapi temuan tersebut, Ann Maymann mengatakan bahwa mayoritas orang Rohingya yang tiba di Indonesia adalah pengungsi yang sebelumnya menetap di Cox's Bazaar. Itulah mengapa mereka memiliki kartu identitas dari UNHCR.

"Terkait tanggal lahir yang sama, banyak orang Rohingya, karena mereka tidak memiliki kewarganegaraan dan tidak memiliki dokumen identitas dari Myanmar, mereka sering kali tidak tahu kapan mereka dilahirkan karena tidak ada pencatatan, jadi mereka sering menganggap tanggal lahirnya adalah 1 Januari," jelas Ann.

Patroli di pantai timur Sumatera

Menanggapi kedatangan para pengungsi ini, Hasan merekomendasikan agar patroli di perairan timur Sumatra dilakukan, seperti di perairan barat Sumatra.

"Kami dalam kesempatan ini mohon izin mungkin untuk mulai menyarankan, patroli untuk wilayah Pantai Timur Sumatera Utara, seperti yang dilaksanakan di Pantai Barat supaya dapat menekan mereka masuk ke Aceh yang sekarang mereka masuk ke wilayah Sumut," ujar Hasan.

Patroli semacam ini sebelumnya telah dilakukan di perairan Aceh. Pada Jumat (29/12), TNI Angkatan Laut menghalau kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya di wilayah perairan Aceh. Belum diketahui bagaimana nasib dari kapal yang dihalau tersebut sejauh ini.

Namun, UNHCR meminta agar Indonesia tidak menghalau kapal tersebut lantaran dapat berakhir tragis.

"Mereka sudah menghabiskan waktu yang lama di laut, jadi dengan tidak mengizinkan mereka mendarat, situasinya bisa berakhir tragis dan nyawa mereka dapat hilang," tutur Ann.

Informasi yang dihimpun BBC News Indonesia menyebutkan, kedatangan pengungsi Rohingya itu diketahui pertama kali oleh warga di desa itu.

Mereka kemudian memberikan bantuan makanan karena alasan "kemanusiaan".

"Karena mereka kasihan," kata Kepala Desa Kwala Besar, Muhammad Amirudin, Minggu (31/12/2023).

Sebagian pengungsi disebutkan "kelaparan" dan "kehausan", ungkap Amirudin seraya menambahkan mereka tidak memiliki atau membawa makanan.

Beberapa di antaranya juga terlihat sakit, tambah Amiriduddin kepada Kompas.com, sehingga "atas dasar kemanusiaan" mereka di desa untuk diberi obat.

Sebelumnya para pengungsi Rohingya lebih memilih untuk mendarat di sejumlah pantai di Provinsi Aceh, setidaknya sejak November 2023.

Indonesia telah meminta bantuan dunia internasional dan mengintensifkan patroli di perairannya, lantaran peningkatan tajam jumlah pengungsi Rohingya di wilayahnya.

Para pengungsi itu menggalkan kamp-kamp pengungsian di Bangladesh sejak bulan November dan sebagian mereka mendarat di sejumlah wilayah di Aceh.

Sejak November 2023, lebih dari 1.800 orang Rohingya telah tiba di Aceh dan mendapat penolakan oleh sebagian masyarakat di sana.

Para pengungsi itu dianggap berperilaku buruk dan menimbulkan beban ekonomi bagi masyarakat.

Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia, bukanlah negara yang ikut menandatangi Konvensi PBB 1951 tentang pengungsi.

Sehingga, mereka tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya.

Sejauh ini, pengungsi yang berada dalam kesulitan setidaknya telah menerima akomodasi sementara.

--

Laporan tambahan oleh Ricad dan Apriadi dari Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara

https://regional.kompas.com/read/2024/01/02/160100778/mengapa-157-pengungsi-rohingya-mendarat-di-deli-serdang-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke