Salin Artikel

Korupsi Honorer Fiktif DPRD, 7 Jam Gubernur Kepri Diperiksa Polisi

BATAM, KOMPAS.com – Polisi menyelidiki dugaan korupsi dana belanja pegawai tidak tetap (PTT) dan tenaga harian lepas (THL) di lingkungan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Riau (Kepri) 2021-2023.

Diduga ada 605 pegawai PTT dan THL fiktif dalam pendanaan tersebut.

Informasi yang diperoleh Kompas.com, terdapat 234 saksi yang telah dimintai keterangan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri.

Termasuk Gubernur Kepri Ansar Ahmad telah dipanggil dan menjalani pemeriksaan sekitar 7 jam.

Ansar Ahmad diketahui memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri sekitar pukul 14.00 WIB, Sabtu (16/12/2023), usai menghadiri kegiatan di Universitas Ibsu Sina Batam.

Ansar terlihat keluar dari ruang penyidik Ditreskrimsus sekitar pukul 23.16 WIB.

Direktur Ditreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Nasriadi mengatakan, kedatangan Ansar ke Polda Kepri hanya memenuhi panggilan sebagai saksi terkait kasus dugaan penyalahgunaan dana Belanja PTT dan THL yang diduga fiktif tahun anggaran 2021-2023 di Provinsi Kepri.

“Hanya memberikan keterangan saja, tidak labih,” kata Nasriadi di Mapolda Kepri, Sabtu (17/12/2023).

Nasriadi mengaku, seharusnya pemberian klarifikasi tersebut pada Jumat, namun karena kesibukan Gubernur Kepri, baru bisa dilakukan Sabtu (17/12/2023).

“Sekaligus klarifikasi terkait surat edaran bernomor: 418.1/1078/BKPSDM-SET/2021, di mana Gubernur Kepri mengimbau kepada seluruh kepala perangkat daerah, Dirut RSUD Raja Ahmad Thabib, dan RSUD Engkau Haji Daud untuk tidak mengangkat PTT/THL, dan PTK Non ASN yang terbit pada 2021 lalu,” nener Nasriadi.

Tidak hanya Ansar, Nasriadi mengaku telah meminta keterangan 234 saksi. Dari jumlah itu, 219 di antaranya THL yang terdaftar.

Kemudian 10 pekerja di Setwan DPRD Kepri, tiga pekerja di Pemprov Kepri, dan dua orang dari BPJS Ketenagakerjaan.

Sementara Ansar mengungkapkan, pemeriksaan terhadap dirinya tidak berlangsung lama dan terbilang santai.

“Siapa bilang lama, saya mulai dimintai keterangan sekitar pukul 18.30 WIB atau usai salat Magrib dan itu pun sembari ngopi dan malam malam, makan sate,” ucap Ansar.

Ansar menegaskan, pemanggilan tersebut hanya semata-mata meminta penjelasan dari seputar kasus yang sedang ditangani Ditreskrimsus Polda Kepri.

“Tidak ada yang terlalu serius, semuanya berjalan santai, dan kalau tidak salah, ada 13 hingga 14 pertanyaan yang diajukan ke saya,” ungkap Ansar.

Ansar mengakui, dirinya telah mengeluarkan surat edaran terkait pembatasan atau tidak ada tambahan THL baru di lingkugan OPD Pemprov Kepri.

“Kecuali sangat membutuhkan atau urgent. Kalau ada tambahan di luar, itu kebijakan OPD sendiri dan OPD itu sendiri yang bertanggungjawab atas kebijakan tersebut,” beber Ansar.

“Jadi tidak ada tambahan anggaran baru,” tambah Ansar.

Terkait adanya penambahan honorer di Sekretariat Dewan DPRD Provinsi, Ansar mengaku itu merupakan proses di DPRD sendiri.

“Seperti saya katakan tadi, hal itu menjadi tanggung jawab OPD itu sendiri, karena saya memang tidak tahu, dan tidak ada pemberitahuan secara tertulis juga,” ungkap Ansar.

Untuk diketahui, kasus ini mencuat setelah seorang pekerja hendak mendaftarkan dirinya ke sebuah perusahaan terkait kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Namun datanya tidak bisa diakses karena sudah terdaftar sebagai Tenaga Harian Lepas di Setwan DPRD Provinsi Kepri.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui ada beberapa korban tidak bisa mendaftarkan dirinya ke BPJS Ketenagakerjaan, karena data yang bersangkutan telah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang didaftarkan oleh Sekretariat DPRD Kepri.

“Ini aneh orang yang tidak diterima malah dimainkan dan data orang tersebut atau dicatut. Parahnya hal ini melibatkan uang negara,” papar Nasriadi.

Tidak saja yang dicatut, dari hasil pengembangan penyidik juga ditemui honorer yang hanya datang mengisi absen dan tidak bekerja, tapi diberikan upah honorer.

Selain itu, dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi diketahui, banyak pejabat di DPRD Kepri yang memiliki saudara dekat didaftarkan menjadi honorer tanpa melalui seleksi.

Mereka diterima menjadi sopir anggota DPRD Kepri, namun bukan anggota DPRD tersebut yang memberikan gaji, akan tetapi dibayarkan oleh dari uang negara.

Gubernur Kepri diketahui mengeluarkan 2 surat edaran terkait perekrutan yakni pada 2021 dan 2023.

Pertama, SK Gubernur pada 14 Juli 2021 nomor 814 tertanggal 10 Januari 2013 yang mengatur mekanisme pengangkatan, penggajian, juga berapa kuantitas atau jumlah yang diangkat.

Sedangkan tahun 2023 edaran yang baru menyebut, apabila menambah jumlah satker itu merupakan tanggung jawab satker masing-masing yang akan berurusan dengan hukum.

Namun yang terjadi malah banyak perekrutan honorer di DPRD Kepri.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/17/140706078/korupsi-honorer-fiktif-dprd-7-jam-gubernur-kepri-diperiksa-polisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke