Salin Artikel

Perjalanan Kasus Guru Akbar Dihukum Percobaan karena Disiplinkan Siswa

SUMBAWA, KOMPAS.com - Akbar Sorasa (26), guru SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang mendisiplinkan siswa karena tidak mau shalat menjadi perhatian masyarakat Indonesia.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa Oki Basuki Rahmat, Saba'Aro Zendrato, dan Reno Anggara memvonis Akbar Sorasa selama 3 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun, disertai denda sebesar Rp 2 juta subsider 2 bulan kurungan, dan dibebankan biaya perkara sebesar Rp 2.500 di ruang Candra, Rabu (22/11/2023).

Akbar dinilai bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak muridnya sendiri (anak korban) sebagaimana diatur dalam Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-undang A Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Akbar Sorasa dihukum dengan hukuman percobaan dan tidak dipenjara,” kata Majelis hakim Oki Basuki Rahmat.

Ia menerangkan, terdakwa Akbar Sorasa tidak boleh melakukan atau mengulangi perbuatan tindak pidana selama satu tahun.

“Jika dalam jangka waktu satu tahun terdakwa kembali melakukan tindak pidana, maka Akbar akan menjalani hukuman 3 bulan penjara dan subsider dua bulan penjara serta pidana pengganti sebesar Rp 2 juta,” terang Oki.

Sama dengan tuntutan jaksa

Berdasarkan fakta dan keterangan saksi-saksi selama persidangan berlangsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat menuntut Akbar Sorasa selama tiga bulan penjara dan subsider selama dua bulan penjara atau membayar denda Rp 2 juta," demikian disampaikan JPU Kejari Sumbawa Barat, Armeinda Pradita Utami diruang sidang Chandra.

Akbar dilaporkan oleh wali murid ke polisi karena menegur melakukan tindakan fisik kepada muridnya. Ia baru dua tahun mengabdi sebagai guru menceritakan kasus yang dia alami.

Mulanya, pada Selasa (26/9/2023), sekolah menerima bantuan mesin buku. Namun karena mesin buku tidak bisa masuk ke halaman sekolah maka salah satu gerbang dibongkar.

Saat itu, menurut dia, ada beberapa siswa yang duduk nongkrong di samping gerbang serta ada pula beberapa anak yang pulang tanpa izin atau membolos.

"Saya bertanya pada siswa di situ, siapa yang kabur (bolos) itu? Tapi mereka tidak mau menjawab. Lalu saya minta anak-anak itu untuk jangan pulang dulu, sampai bel pulang berbunyi," kata Akbar.

Selang beberapa menit, azan zuhur berkumandang. Akbar kemudian mengajak siswa yang tengah nongkrong di gerbang untuk shalat di mushala, tetapi tidak ada yang mau bergerak dan mengikuti ajakannya.

"Mereka hanya diam dan lanjut ngobrol gitu," cerita Akbar.

Teguran dan tindakan fisik

Setelah tiga kali mendapat penolakan, ia masih berusaha mengajak siswa-siswa shalat, tapi menurutnya, tidak ada yang beranjak.

"Anak yang tidak mau ini, salah satunya korban. Korban kemudian menatap saya dengan tajam," ujar Akbar.

Ia kemudian melakukan beberapa tindakan untuk mendisiplinkan muridnya.

"Awalnya saya ambil sebilah bambu untuk menakuti saja agar siswa segera bangun melaksanakan shalat. Hingga mereka berdiri. Bambu mengenai tas-tas ransel korban," akunya.

Karena mereka masih diam, Akbar kemudian mengaku mencolek siswa dengan tangan.

Saat itu, A masih menatap Akbar dengan sorotan tajam.

"Saya lalu colek bagian lengan dan pundak A dengan tangan, seperti cubit sedikit. Dua sampai 3 kali saya colek gitu," ujarnya.

Kemudian para siswa segera menuju mushala untuk menunaikan shalat.

Namun, kasus ini tidak berujung damai. Mediasi sudah dilakukan berkali-kali.

Hingga Akbar meminta bantuan kepada pihak keluarga dan kerabat terdekat A untuk meminta maaf, tapi dia mengaku dimintai uang Rp 50 juta agar proses damai bisa disetujui orangtua korban.

"Saya jujur katakan tidak punya uang sampai segitu. Saya masih honorer. Gaji sebulan Rp 800.000. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih pas-pasan. Apalagi harus bayar 50 juta, uang dari mana," akunya.

Dilaporkan

Ternyata keesokan harinya, orangtua A melaporkan kasus dugaan pemukulan yang dilakukan Akbar ke Polres Sumbawa Barat.

Kompas.com sudah berupaya menghubungi orangtua siswa yang menjadi korban. Namun mereka menolak memberikan komentar.

Penjelasan polisi

Sementara itu, Kasat Reskrim Iptu Adi Satyia membenarkan adanya laporan kasus tersebut.

"Kami sudah upayakan dua kali mediasi atas kasus tersebut. Pengaduan pada tanggal 26 Oktober 2022 disampaikan pelapor orangtua siswa. Kami lakukan penyelidikan, sembari memberi waktu proses restoratif justice. Sekolah juga upayakan mediasi sebanyak tiga kali tapi tetap tidak ada kata sepakat," kata Adi saat dikonfirmasi.

"Kami pernah sarankan pada tersangka jika berupaya lagi mediasi dengan pelapor, tapi tetap tidak ada kata sepakat saat mediasi," terang Adi.

Menurut versi penyidik, awalnya korban ini diajak shalat oleh guru Akbar tapi siswa tidak mau. Justru anak ini seperti menantang gurunya dengan tatapan mata. Agar anak-anak ini mau bersembahyang, Akbar berupaya menakuti dengan bambu dan terkena tas korban.

Guru selanjutnya memukul ringan hingga terkena bagian leher korban.

Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Sumbawa Barat, AA Putu Juniartana Putra saat ditemui Rabu (4/10/2023) mengatakan, agenda pembacaan tuntutan dari JPU ditunda atas permintaan penasihat hukum terdakwa.

Adapun pasal yang disangkan kepada Akbar Sorasa yakni Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/24/161706778/perjalanan-kasus-guru-akbar-dihukum-percobaan-karena-disiplinkan-siswa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke