Salin Artikel

Mengenal Tari Moyo: Asal-usul, Keunikan, Kostum, dan Musik Pengiring

KOMPAS.com - Tari Moyo berasal dari Pulau Nias, yang telah dikenal mulai dari wilayah selatan hingga utara pulau tersebut.

Dalam bahasa Indonesia, Tari Moyo disebut juga sebagai tari Burung Elang. Karena, gerakannya mirip dengan elang yang sedang terbang.

Tari Moyo biasa ditampilkan dalam acara-acara resmi, seperti acara adat, acara resmi daerah, maupun perayaan-perayaan hari besar.

Makna tari Moyo adalah semanga tak terpatahkan, keuletan, kekuatan, dan kasih sayang. 

Tari Moyo

Asal-usul Tari Moyo

Secara sejarah, asal-usul tari Moyo belum diketahui secara pasti, karena adanya informasi yang terputus dalam satu atau dua generasi.

Kekaburan informasi tersebut memunculkan beragam versi mengenai asal-usul tari Moyo.

  • Versi pertama

Versi pertama menyebutkan bahwa tari Moyo menggambarkan mengenai penantian seorang gadis terhadap kekasihnya yang sedang pergi berperang.

Setelah sekian lama, kekasihnya tak kunjung kembali. Pada akhirnya, penantian yang panjang memunculkan kerinduan yang mendalam.

Gadis tersebut berdoa dalam hati supaya dewa mengubahnya menjadi seorang elang. Sehingga, dia dapat terbang ke langit untuk menemui kekasihnya.

Ia kemudian memohon kembali diubah menjadi manusia saat berhasil menemukan kekasihnya.

Para dewa mengabulkan keinginannya, gadis tersebut berubah menjadi burung elang seperti keinginannya.

Namun setelah mengelilingi seluruh pulau, dia tidak pernah menemukan kekasih yang dicarinya. Akhirnya, dia terjebak dalam wujud burung elang.

Beberapa kalangan masih percaya bahwa burung elang tersebut masih hidup dan terus terbang mengelilingi Pulau Nias.

Harapannya akan menemukan kekasihnya yang hilang.

  • Versi kedua

Versi kedua menyebutkan tari Moyo menggambarkan pertikaian antara seekor burung elang dengan induk ayam.

Induk ayam menggunakan seluruh kekuatannya untuk melindungi anaknya dari serangan burung elang.

Dengan tekadnya yang kuat, induk ayam berhasil menggunakan kekuatan melampaui batasnya dan mengimbangi gerakan burung elang.

  • Versi ketiga

Versi ketiga di Nias selatan, yakni tari Moyo Fanaro Bato (elang mendirikan batu).

Tari tersebut merupakan penghormatan kepada pemuda yang dianggap memiliki jasa besar dalam melindungi desa dari serangan musuh-musuh.

Sebab pada zaman dahulu, Nias sering terjadi perang, baik antar desa, sesama warga desa, maupun terhadap orang asing.

Terjadinya perang karena adanya provokasi orang asing yang ingin menguasai sumber daya alam, sektor perdagangan, dan memutuskan pengaruh Kesultanan Aceh atas wilayah lain di nusantara.

Saat masyarakat berhasil mengusir dan mendapatkan binu (potongan tubuh terdiri dari kepala dan tangan bagian kanan) dari musuh, para prajurit akan dianugerahi penghormatan.

Penghargaan tersebut berupa upacara fanaro bato yang diselingi dengan tari Moyo.

Syair-syair dalam tari Moyo berupa puji-pujian terhadap pehlawan, kemudian menobatkannya sebagai pahlawan.

Puncak acara penobatan adalah pengambilan batu besar dan panjang, kemudian didirikan di depan rumah mereka sebagai monumen dan bernama bato nitaru.

Tanda bahwa rumah tersebut dihuni oleh pahlawan perang.

Dalam acara Moyo Fanaro Bato harus ada latar belakang prajurit yang jumlahnya mencapai 60 orang dengan pakaian lengkap.

Mereka mengelilingi tari Moyo yang diselingi dengan doa-doa yang disampaikan oleh imam atau ahli nujum.

  • Versi keempat

Versi ini berasal dari Pulau Telo Nias Selatan, dimana tari Moyo Fogawe Bekhu atau tari Moyo untuk memanggil makhluk halus.

Tidak banyak informasi mengenai versi ini karena mengandung unsur mistik.

Masyarakat Nias menghindari hal tersebut agar tidak dicap sebagai penyembah atau penganut paganisme oleh jemaat gereja mereka.

Keunikan Tari Moyo

Tari Moyo adalah tari yang berpasangan. Dalam satu kelompok biasanya beranggota enam hingga delapan orang.

Gerakan tari Moyo adalah gerakan naik turun menirukan burung yang sedang mengepakkan sayapnya di udara.

Gerakan lainnya berupa gerakan berputar, gerakan menukik dengan tempo cepat, dan sesekali bersimpuh dengan berjinjit.

Pada zaman dahulu, tari Moyo dipersembahkan dalam pesta rakyat secara periodik oleh masing-masing desa.

Tari tersebut juga sebagai sarana pemuda-pemudi untuk saling berkenalan.

Pada masa sebelum kemerdekaan, tari Moyo dilakukan oleh para dayang atau budak untuk menghibur tuan puteri.

Tari Moyo pernah mengalami masa kejayaan dan masa kritis hampir ditinggalkan.

Perkembangannya saat ini, tari Moyo kembali digalakkan dan menjadi ekstrakulikuler di sejumlah sekolah di Nias.

Kostum Tari Moyo

Kostum para penari biasanya busana adat khas suku Nias. Warnanya didominasi, seperti merah, kuning, hitam, atau putih.

Kostum tari Moyo biasanya bervarasi sesuai kreasi masing-masing kelompok tari.

Musik Pengiring Tari Moyo

Pertunjukan tari Moyo diiringi dengan musik yang berasal dari alat musik tradisional, seperti genderang dan gong khas Nias.

Musik pengiring ditampilkan dengan lantunan syair atau lagu oleh pengiring vokal.

Irama musik ditampilkan dengan tempo pelan dan semakin cepat sesuai gerakan tarian.

Sumber:

warisanbudaya.kemdikbud.go.id dan www.tribunnewswiki.com

https://regional.kompas.com/read/2023/11/16/223532478/mengenal-tari-moyo-asal-usul-keunikan-kostum-dan-musik-pengiring

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke