Salin Artikel

Dalam 2 Pekan, Dua Anak di Semarang Meninggal Diduga Jadi Korban Kekerasan Seksual, LBH APIK Angkat Suara

Pasalnya dalam dua pekan terakhir, terdapat temuan dua anak perempuan di bawah umur yang meninggal dengan kondisi tidak wajar karena mengalami pelecehan seksual.

Kasus pertama ada KSY (7), warga Kelurahan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Ia meninggal dunia saat menjalani perawatan di RS Panti Wilatasa Citarum pada Selasa (17/10/2023) malam.

Petugas medis curiga dengan kematian KSY karena ditemukan bekas luka tumpul di dubur dan kelaminnya.

Dari hasil penyelidikan, korban yang memiliki sakit TBC meninggal setelah diperkosa dan disodomi berulang kali oleh sang paman, Ari Yulianto (22).

Sementara kasus kedua adalah bocah perempuan berusia 12 tahun asal Kecamatan Semarang Timur.

Korban dilaporkan meninggal dalam kondisi tidak wajar, Rabu (1/11/2023) dengan temuan luka pada bagian dubur dan alat kelamin.

Korban yang duduk di kelas 6 SD itu tinggal bersama ayah, ibu dan kakak laki-laki yang berusia 18 tahun.

Saat ini, kasus tersebut dalam penyelidikan polisi.

Pertanyakan status kota layak anak di Semarang

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati menyayangkan terjadinya kasus ini.

Terlebih pelaku kekerasan yang merupakan paman korban KSY (7) dalam proses hukum disebut tidak menunjukan penyesalan atas perbuatannya.

“Seringkali untuk mengejar penghargaan tersebut mengabaikan hak-hak anak dalam proses hukum. Masih ditemukan upaya mediasikan apabila pelaku adalah keluarga terdekat atau tokoh masyarakat. Atau tidak terinformasikan hak-hak korban,” kata Rara, Kamis (2/11/2023).

Catatan LBH APIK Semarang dari tahun 2016 – 2023 menunjukan Kota Semarang menjadi salah satu kota di Jawa Tengah dengan angka tertinggi kasus kekerasan seksual.

Namun pihaknya menilai proses hukum masih terbilang lambat.

“Selain itu masih ditemukan proses mediasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak di tahap litigasi terkesan 'lambat' karena dianggap kurangnya alat bukti yang cukup meskipun sudah ada 2 alat bukti,” jelasnya.

Merespon korban yang terus berjatuhan, LBH APIK meminta Pemerintah Kota Semarang membentuk layanan aduan satu pintu yang melibatkan lembaga bantuan hukum yang fokus terhadap perempuan dan anak dalam kasus kekerasan seksual.

Layanan satu pintu yang komprehensif tersebut penting untuk dibuat demi menghadirkan rasa keadilan bagi pada korban kekerasan.

“Kota Semarang belum mempunyai sarana satu pintu yang komprehensif dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang menyediakan layanan secara berkala hingga korban benar-benar dinyatakan pulih. Selain pendampingan proses hukum korban yang telah selesai,” katanya.

Ia juga meminta pemerintah melakukan pakta komitmen dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan kasus bersama.

Serta menggunakan prinsip mengedepankan hak-hak korban kekerasan seksual tanpa adanya diskriminasi.

“Pemerintah Kota Semarang juga melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual,” tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/02/133300978/dalam-2-pekan-dua-anak-di-semarang-meninggal-diduga-jadi-korban-kekerasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke