Salin Artikel

Hari Batik Nasional, Produsen Batik di Semarang Malah Waswas karena Tak Ada Penerus

SEMARANG, KOMPAS.com - Nama Kampung Batik di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), sudah banyak dikenal baik di dalam negeri maupun mancanegara.

Namun, saat ini, kampung tematik tersebut mengalami permasalahan regenerasi.

Salah satu produsen batik di Kampung Batik Semarang, Siti Afifah, mengaku khawatir karena sampai saat ini belum ada yang berkenan untuk meneruskan seni batik khas Semarang itu.

"Sampai sekarang anak dan sepupu saya belum ada yang mau meneruskan. Saya juga takut kalau batik hilang," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Senin (2/10/2023).

Bertepatan dengan Hari Batik Nasional ini, Siti berharap agar pemerintah ikut serta memperhatikan anak-anak muda agar tertarik dengan kesenian membatik, terutama di Kota Semarang.

"Saya takut kalau ada klaim dari negara lain lagi," papar dia.

Meski belum ada yang mau meneruskan, sampai saat ini masih banyak warga yang melakukan pelatihan membatik di rumahnya mulai dari pelajaran hingga mahasiswa.

"Kalau orang luar yang pelatihan di sini banyak. Kadang sampai ratusan," ujar Siti.

Mengandalkan pelatihan

Dia menceritakan, di rumahnya juga pernah dijadikan tempat untuk pelatihan membatik untuk mahasiswa yang berasal dari 20 negera.

"Sini kalau yang ingin pelatihan banyak. Tapi, saya bingung belum ada yang mau meneruskan," imbuh dia.

Namun, untuk penjualan batik di tempatnya beda cerita.

Dalam sebulan, batik yang dia buat rata-rata hanya terjual lima kain. Untuk menghidupi tokonya, dia mengandalkan pelatihan membatik.

"Kalau mengandalkan penjualan batik sedikit. Lima sebulan paling banyak," papar dia.

Untuk itu, Siti juga mengenakan tarif Rp 50.000 bagi warga yang ingin berlatih membatik di tempatnya.

Dengan biaya Rp 50.000, warga akan diberi pelatihan mulai menggambar hingga jadi.

"Nanti karyanya itu juga bisa dibawa pulang," imbuh Siti.


Beda nasib

Namun, beda cerita dengan Rini Sari Handayani, salah satu produsen batik lain di Kampung Batik Semarang.

Setiap tahunnya dia mengaku mendapat pesanan dari gereja dari seluruh Indonesia.

"Biasanya pesannya puluhan di setiap gereja seluruh Indonesia," ujar dia.

Selain untuk gereja, batik buatan Rini itu juga pernah diborong oleh mantan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan istinya saat melakukan kunjungan ke tokonya.

"Wali Kota juga pernah, saat itu langsung diborong banyak," ujar dia.

Menurutnya, pakaian batik sekarang tak hanya dipakai ketika acara formal.

Terbukti, banyak anak muda yang sekarang membeli batik di tempatnya dengan pilihan motif yang lebih milenial.

"Ya selain para ASN dan anak sekolah, anak-anak muda juga pada cari. Biasanya cari warna yang tak mencolok atau halus," papar dia.

Dia menuturkan, motif batik di Kota Semarang mempunyai ciri khas sendiri dibandingkan dengan motif batik yang ada di daerah lain, seperti Pekalongan dan Batang.

Motif batik Semarang mempunyai cerita, yang digambar adalah ikon-ikon Kota Semarang yang saat ini masih eksis, seperti Tugu Muda, Gereja Belenduk, dan Sam Poo Kong.

Dia mengaku, sebagian besar perajin di Kampung Batik Semarang mengandalkan para wisatawan yang masuk ke Kota Semarang untuk kemudian mampir ke Kampung Batik membeli oleh-oleh.

"Pandemi sempat sepi, tapi sekarang berangsur membaik," imbuh dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/02/153801378/hari-batik-nasional-produsen-batik-di-semarang-malah-waswas-karena-tak-ada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke