Salin Artikel

Tradisi Pacu Jalur, Festival Tahunan Kebanggan Kuantan Singingi

KOMPAS.com - Festival Pacu Jalur Tradisional 2023 kembali digelar di Kota Taluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).

Festival ini diselenggarakan di pinggir Sungai Kuantan (Teluk Kuantan) yang juga terkenal dengan nama Tepian Narosa di Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

Perhelatan Festival Pacu Jalur Tradisional 2023 ini tidak hanya menarik bagi wisatawan domestik, namun juga wisatawan mancanegara.

Dengan mengusung tema “Sarontak Bakayuah Nagori Bermarwah", Festival Pacu Jalur tahun ini akan berlangsung selama lima hari yaitu ddari 23-27 Agustus 2023.

Kemeriahan Festival Pacu Jalur kali ini diikuti oleh 193 jalur yang berasal dari Kabupaten Kuansing maupun dari kabupaten lain yang ada di Riau.

Mengenal Tradisi Pacu Jalur

Tradisi Pacu Jalur adalah perlombaan mendayung dengan perahu tradisional khas Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau.

Disebut Pacu Jalur karena lomba mendayung ini dilakukan dengan menggunakan jalur, sebutan untuk perahu dari kayu gelondongan atau kayu utuh tanpa sambungan yang digunakan oleh masyarakat setempat.

Selain menjadi event perlombaan, Pacu Jalur juga dilihat sebagai pemeliharaan tradisi yang melibatkan daya tarik magis, salah satunya dengan adanya unsur budaya dari tukang jalur dan pawang perahu atau dukun perahu.

Dilansir dari laman Kemendikbud, tukang jalur akan berperan memilih kayu yang akan digunakan sebagai jalur.

Pemilihan kayu untuk membuat jalur disesuaikan dengan jenis, diameter, dan panjang tertentu.

Prosesi penebangan kayu tersebut memiliki ritual tersendiri, yang secara filosofis dilakukan untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan belantara ketika akan mengambil kayu yang cukup besar.

Sementara masyarakat setempat mempercayai bahwa penentu kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari setiap pawang perahu atau dukun perahu.

Sejarah Tradisi Pacu Jalur

Dilansir dari laman kotajalur.kuansing.go.id, Pacu Jalur merupakan budaya yang berawal pada abad ke-17.

Saat itu, jalur menjadi alat transportasi bagi masyarakat di sepanjang aliran Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.

Karena belum adanya akses transportasi melalui darat, jalur menjadi alat angkut penting bagi warga desa untuk membawa hasil bumi maupun manusia.

Seiring berjalannya waktu, muncul jalur-jalur yang mulai berhias dengan diberi ukiran indah, serta dilengkapi dengan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang), dan lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).

Hal tersebut membuat jalur tak hanya dilihat sebagai alat angkut, namun memiliki fungsi sebagai penanda identitas sosial karena hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.

Baru pada 100 tahun kemudian, mulai digelar acara lomba adu kecepatan antar jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur.

Awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam.

Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur dibuat untuk merayakan hari jadi Ratu Wilhelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus.

Setelah Indonesia merdeka, tradisi Pacu Jalur dilaksanakan untuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang juga jatuh di bulan Agustus.

Jalannya Perlombaan Pacu Jalur

Ajang lomba mendayung ini akan dimulai dengan tanda terdengarnya dentuman meriam karbit sebanyak tiga kali.

Meriam karbit ini sengaja digunakan agar para peserta Pacu Jalur bisa mendengar jelas aba-aba dari panitia, karena luasnya lokasi lomba dan riuhnya suara para penonton.

Dentuman pertama sebagai tanda untuk jalur-jalur menempatkan diri, dentuman kedua untuk posisi bersiap mengayuh dayung, dan dentuman ketiga untuk memulai perlombaan.

Pada tiap jalur akan memuat 50-60 orang sebagai anak pacu tergantung dari panjang perahu yang mengikuti kompetisi.

Anak pacu dalam tiap jalur akan dibagi tugasnya sebagai tukang concang yaitu komandan atau pemberi aba-aba, tukang pinggang atau juru mudi, dan tukang onjai yang pemberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan.

Ada juga tukang tari yang membantu tukang onjai dalam memberi tekanan yang seimbang agar jalur dapat berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama.

Pacu Jalur juga memiliki wasit dan juri yang memandu jalannya perlombaan dan menentukan siapa yang menjadi pemenang.

Konon, pemenang Pacu Jalur tidak ditentukan oleh jumlah atau kekuatan pendayung namun terdapat sisi magis dari kayu yang dijadikan jalur serta kemampuan pawang dalam mengendalikan jalur.

Sumber:
infopublik.id  
kotajalur.kuansing.go.id  
warisanbudaya.kemdikbud.go.id  
pariwisata.riau.go.id  
mediacenter.riau.go.id  

https://regional.kompas.com/read/2023/08/23/181856878/tradisi-pacu-jalur-festival-tahunan-kebanggan-kuantan-singingi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke