Salin Artikel

Cerita Penambang Bertaruh Nyawa di Tambang Tajur Banyumas (Bagian 1)

Awalnya, aktivitas penambangan berjalan seperti biasa.

Dua kelompok penambang mulai masuk ke lubang Dondong dan lubang Bogor pada waktu yang hampir bersamaan sekitar pukul 20.00 WIB.

Mulut kedua lubang atau sumur tambang ini jaraknya hanya sekitar 15 meter. Masing-masing lubang tertutup oleh gubuk kayu yang dibangun di atasnya.

Dua jam berselang, kelompok lubang Dondong dikagetkan dengan kebocoran air pada kedalaman 20 meter. Mereka bergegas naik dan mengabarkan operator lubang Bogor yang berada di atas.

Namun saat kembali ke dalam untuk menambal kebocoran, lubang sudah tertutup air. Pada waktu hampir bersamaan, lubang Bogor yang berada di sampingnya juga telah tergenang air.

Delapan penambang di lubang Bogor yang diperkirakan berada di kedalaman 50-60 meter tak memiliki cukup waktu untuk menyelamatkan diri, karena air datang begitu cepat.

Para penambang tradisional ini sempat berupaya menyedot air dengan mesin pompa, namun tak membuahkan hasil. Peristiwa itu dilaporkan ke polisi pukul 07.00 keesokan harinya.

Hingga Sabtu (29/7/2023) petang, belum diketahui nasib delapan penambang asal Bogor, Jawa Barat ini. Tim SAR belum dapat menjangkau lokasi penambang terjebak karena lubang masih dipenuhi air.

Nino, salah satu penambang menceritakan, di dalam terdapat beberapa sumur yang dibuat mengikuti urat emas. Sumur-sumur itu dihubungkan dengan lorong-lorong sempit.

Lubang tersebut memiliki diameter antara 70-90 sentimeter, sehingga para penambang harus berjalan merunduk.

Kedalamannya mulai sekitar 20 meter sampai 60 meter, tergantung jumlah lubang di dalamnya.

Di sekeliling lubang itu terpasang balok-balok kayu untuk penyangga mengantisipasi reruntuhan tanah. Kondisinya gelap, pengap dan panas.

"Kalau masuk ya masuk saja (tanpa menggunakan peralatan keselamatan), kadang juga tidak pakai kaus, nyeker (tidak pakai sandal)," kata Nino kepada wartawan di sekitar lokasi, Kamis (27/7/2023).

Dengan hanya mengandalkan penerangan dari senter, Nino biasa bekerja di bawah tanah hingga 12 jam, bahkan pernah sampai 24 jam.

Sumber oksigen berasal dari pipa blower yang sekaligus digunakan untuk komunikasi dengan operator di atas.

Sedangkan untuk kebutuhan makan dan minum dipasok dari atas menggunakan katrol. Katrol ini berfungsi untuk menaikkan karung-karung berisi material tambang.

Dengan risiko sebesar itu, Nino yang sudah 10 tahun menjadi penambang tradisional ini tetap melakoni pekerjaannya. Ia awalnya menambang di lokasi lain, namun belakangan pindah ke Tajur.

"Ketika sudah masuk ibaratnya jihad, bagaimana pun ini untuk menafkahi keluarga, yang penting bisa menyekolahkan anak," ucap Nino yang berasal dari Kecamatan Gumelar, Banyumas ini.

Hal senada disampaikan Darkim (44) dan Agus (40), keduanya memakai nama samaran. Dua warga lokal ini nekat menyusuri lubang-lubang di bawah tanah demi mengisi perut.

"Intinya bagaimana cara mengubah nasib. Awalnya numpang tidur (di rumah mertua), sekarang bisa punya gubuk sendiri," jawab Darkim ketika ditanya latar belakang memilih pekerjaan ini.

"Karena kebutuhan," sahut Agus yang duduk di tumpukan bekas material galian tanah bersama Darkim.

Keduanya sadar, pekerjaan ini memiliki risiko tinggi. Keduanya tahu di lokasi itu juga pernah ada dua orang penambang yang tewas karena diduga menghirup gas beracun, beberapa tahun lalu.

Bahkan, Darkim pernah nyaris terjebak seperti delapan penambang asal Bogor, karena ada kebocoran air. Beruntung, Darkim saat itu dapat menyelamatkan diri keluar dari lubang.

Hasil tak menentu

Lantas berapa penghasilan mereka? Apakah setimpal dengan risiko yang dihadapi? Darkim dan Agus hanya saling menatap, tidak menjawab secara pasti nominal penghasilannya.

"Hasilnya enggak menentu, tergantung harga pasaran dan kadar emas yang didapatkan," ujar Darkim.

Darkim menggambarkan, dalam satu karung material biasanya dapat menghasilkan emas 10 gram. Hasilnya, masing-masing 20 persen untuk pemilik lahan dan pemodal, sisanya dibagi para pekerja.

Namun tak jarang material yang diangkat juga tidak ada kandungan emasnya sama sekali.

"Ya sekarang sudah bisa beli tanah untuk investasi," kata Agus.

Darkim mengatakan, dahulu menjual hasil tambang berupa material mentah. Namun kini banyak penambang yang telah memiliki alat pengolahan sendiri di rumahnya masing-masing.

"Untuk satu karung (material) pengolahannya butuh waktu 3 sampai 4 jam," ujar Agus.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/30/095951878/cerita-penambang-bertaruh-nyawa-di-tambang-tajur-banyumas-bagian-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke