"Salah satu tenaga kerja yang pernah dikirim juga merupakan anak kandungnya sendiri," kata Kasatreskrim Polres Manggarai Barat AKP Ridwan saat ditemui oleh awak media di Mapolres Manggarai Barat, Selasa (13/6/2023).
Kirim 12 orang
Ridwan mengatakan, warga asal Boakuru, Desa Rakateda 1, Kecamatan Golewa Barat, Kabupaten Ngada itu telah mengirimkan 12 orang termasuk anak kandungnya.
Para korban dikirim secara ilegal ke luar daerah. Pengiriman dilakukan sejak tahun 2019 hingga 2023, atau selama lima tahun.
"Setelah berhasil merekrut, terduga pelaku menampung para korbannya untuk kemudian diberangkatkan tanpa dilengkapi dokumen atau non-prosedural, sebagaimana yang menjadi persyaratan dalam merekrut tenaga kerja," ungkap Ridwan.
Untung Rp 4 juta per orang
Dari hasil pengiriman tenaga kerja ilegal tersebut, TS mendapatkan keuntungan Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta per orang.
Modusnya, yakni menjanjikan korban bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di luar daerah.
Para korban diiming-imingi gaji sebesar Rp 1,8 juta serta diberi uang saku sebelum diberangkatkan dengan tujuan Medan, Sumatra Utara.
Ada korban yang tersesat
Kasus TPPO tersebut terungkap ketika salah satu korban dari TS tersesat di Bandara Komodo Labuan Bajo saat transit ketika akan diberangkatkan ke Medan.
Korban berinisial FD (19) tersebut kemudian melaporkan kejadian itu ke petugas.
Setelah itu tim Satreskrim Polres Manggarai Barat bergerak menangkap TS dan menahannya di Mapolres Manggarai Barat.
TS dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sub Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
"Pelaku dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta," imbuhnya.
https://regional.kompas.com/read/2023/06/13/170016778/pelaku-tppo-dari-ngada-ntt-pernah-jual-anak-kandung-sendiri-ke-luar-daerah