Salin Artikel

Perjuangan Aipda Teguh di NTB, Bertugas Menjaga Warga di Pulau Terluar Indonesia

Teguh merupakan anggota Bhabinkamtibmas Desa Buwun Mas. Dia bertugas mengawasi 24 dusun dengan puluhan ribu penduduk, termasuk dusun Panggang.

Dusun tersebut berada di wilayah sangat terpencil dengan akses jalan yang buruk.

Dusun Panggang juga merupakan dusun yang menaungi pulau Sepatang, yang merupakan pulau terluar Indonesia. Wilayah itu santer dikabarkan akan diklaim oleh Australia.

Melewati perbukitan terjal

Teguh mau tak mau harus akrab dengan jalan terjal penuh bebatuan demi mencapai dusun di pesisir pantai selatan Kabupaten Lombok Barat itu.

Raungan knalpot motor yang dikendarainya seperti menyuarakan tekadnya menyusuri 8 kilometer jalan rusak bertahun-tahun.

Banyak hal pernah dialami Teguh selama melewati jalan menuju Dusun Panggang.

Dia pernah jatuh dari kendaraan dan tidak ada satu pun orang menolong karena jalan sepi dan turun hujan.

“Semua sudah saya rasakan melintasi jalan ini, dari saya jatuh tidak ada yang ngangkat menolong, baju kotor semua apalagi saat hujan itu jalannya ngeri ekstrem, makanya kalau hujan warga tidak bisa ke mana-mana,” tutur Teguh.

Teguh pun pernah membantu warga mendorong kendaraan mogok di jalan tersebut selama dua jam.

“Sering juga motor dan mobil pengangkut padi mogok. Karena kan disini komoditinya Padi, kalu musim panen terus hujan itu susah, sering mobil jenis ofroad yang angkut itu mogok rodanya masuk lubang lumpur, terus kita bantu dorong, sampai keluar dari lumpur,” kata Teguh.

Saat warga setempat sakit atau akan melahirkan, Teguh juga harus siap sedia lantaran jalanan rusak tak mudah diakses kendaraan.

“Apalagi kalau orang sakit, kita bawa lewat jalur darat itu, sulitnya minta ampun, ambulans enggak bisa masuk. Kecuali mobil offroad, itu pun kalau ada,” kata Teguh.

Untuk mencapai Dusun Panggang dari jalan hotmix, Teguh membutuhkan waktu 1 jam jika musim kemarau, namun tengah memasuki musim hujan jalan itu ditempuhnya selama dua jam.

Ada jalan alternatif yang bisa dilalui warga dengan menggunakan perahu, dan jarak tempuhnya lebih cepat sekitar 40 menit.

Namun untuk naik perahu, biasanya dipatok biaya Rp 250.000 hingga Rp 300.000 rupiah sekali angkut.

“Pernah karena darurat ada orang hamil dibawa pakai perahu menuju Puskesmas pembantu, waktu itu kondisi hujan, enggak mungkin lewat jalan darat, karena kondisi hamil, ya terpaksa bayar Rp 300.000,” kata Teguh.

Menurut Teguh, warga akan lebih memilih jalan darat jika sakit tidak terlalu berat.

“Bayangkan kalau keadaan darurat, korban harus segera ditangani, terus lama di perjalanan, jadi risiko terburuk itu ada (meninggal),” kata Teguh.

Suara riuh anak-anak menyambut kedatangan motor Aipda Teguh. Beberapa di antara mereka memanggil nama polisi tersebut.

Biasanya Teguh akan menyapa anak-anak di pinggir pantai dengan memberikan beberapa permen dan berintraksi dengan mereka.

Sekaligus menanamkan nilai kebangsaan pada anak-anak pesisir pantai.

“Biasanya saya selalu ke pantai ini menyapa nelayan dan anak-anak sekadar mengajak mereka  bermain, dan mencoba menghafalkan Pancasila,” kata Teguh.

Selain itu, ia mengaku kerap mengunjungi Sekolah Dasar (SD) yang berada di dusun tersebut yang muridnya berjumlah total 60 orang. Teguh selalu bersilaturahmi dengan para guru untuk mengajarkan rasa nasionalisme ke pada anak didik di daerah terluar tersebut.

Tak pernah menyesal

Bagi Teguh, menjadi polisi di daerah yang terpencil dan terluar, bukan pekerjaan mudah.

Jarak lokasi tugas dari tempat tinggalnya di Mataram sekitar 55 kilometer menuju Polsek Sekotong, Polres Lombok Barat.

“Kalau saya tinggal di Mataram di wilayah Remige, tapi disediakan mes di Polsek, kalau kemalaman saya nginap di mes,” kata Teguh.

Polisi lulusan 2004 itu menyebutkan, bahwa tak jarang anak istrinya di rumah menunggu kepulangannya dengan penuh kekhawatiran.

“Anak saya itu sering telepon, soalnya khawatir kalau pulang malam, nanya, Bapak di mana,” ungkap Teguh.

Teguh mengaku telah 10 tahun berdinas di Polsek Sekotong, dan apa yang telah pengabdiannya ke masyarakat adalah hal yang harus dilakukan dengan keikhlasan.

“Kalau rasa jenuh atau menyesal jadi polisi enggak ada, karena ini memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kami di kepolisian, kita harus menjalani tugas ini dengan baik untuk kemajuan kita bersama,” ungkap Teguh.

Lalu Ibrahim (40) tokoh masyarakat Dusun Panggang mengungkapkan kebanggaannya terhadap para anggota polisi yang menjaga daerahnya di Pulau Sepatang.

“Pak Bhabin ini hampir setiap hari menyapa kami, enggak kenal lelah bagaimana pun kondisi cuacanya tetap ke sini. Makanya saya kasihan juga lihatnya jauh-jauh demi tugas di sini,” kata dia.

Selain Teguh, anggota polisi lainnya juga sering mengunjungi rumahnya, mengingat ada pos pantau pulau Sepatang yang merupakan pulau terluar.

“Apalagi kalau cuaca buruk itu, kondisi jalan tidak bisa dilewati, terus terpaksa pakai perahu, sampai di sini polisi-polisi itu basah kuyup, ada yang cerita kapaknya kemasukan air, ada yang katanya hampir mati, hampir taruhan nyawa mereka itu,” tutur Ibrahim.

Biasanya warga akan menyediakan kopi beserta air hanagat di termos untuk menjamu para polisi yang sedang berjaga di pos pantau pulau terluar.

“Saya juga guru, kalau saya lagi ngajar saya sengaja sediakan kopi gula dan air panas termos, kalau saya enggak ada di sana mereka (polisi) bisa seduh sendiri,” kata Ibrahim.

Ibrahim sangat merasakan peran para polisi, terutama saat pandemi Covid 2019. Mereka berjibaku membantu warga baik dari segi pengobatan maupun bantuan logistik.

Ibrahim berharap pada pemerintah daerah maupun pusat agar akses jalan menuju dusun Panggan yang ditempati sekitar 500 jiwa dapat segera diperbaiki.

Selain soal jalan, Ibrahim mengeluhkan kondisi telekomunikasi yang sulit, karena di daerah tersebut tidak ada sinyal.

“Harapan kami itu akses jalan menuju kampung kami di bangun, agar anak-anak kami bisa melanjutkan sekolahnya, agar warga kami yang sakit bisa segera tertangani,” kata Ibrahim.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/09/111606878/perjuangan-aipda-teguh-di-ntb-bertugas-menjaga-warga-di-pulau-terluar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke