Salin Artikel

Cerita Ady Gunakan Cocopeat Tanam Padi di Lahan Bekas Tambang Bauksit

TANJUNGPINANG, KOMPAS.com – Ady Indra Pawennari, warga Kelurahan Air Raja, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), menjadi pelopor budidaya tanaman padi di lahan bekas tambang bauksit di kampung halamannya.

Ady menggunakan media cocopeat atau serbuk sabut kelapa untuk terobosannya itu. Alasannya, cocopeat bisa menyerap dan menyimpan air hingga 300 persen dari berat bobotnya.

Perbandingannya, lanjut Ady, 1 kilogram serbuk sabut kelapa bisa menyimpan lebih kurang 3 kilogram air. 

“Di Tanjungpinang mana ada yang menanam padi, lagian lahannya kan lahan tandus dan lahan bauksit, makanya saya lakukan ini, sebagai bukti bahwa padi bisa tumbuh di lahan tandus atau lahan bauksit jika dilakukan dengan benar,” kata Ady saat ditemui Kompas.com. 

Kelebihan lainnya, kata Ady, pada malam hari cocopeat dapat menyerap air dari udara sehingga dapat menjaga kelembaban tanah.

Kepada Kompas.com, Ady mengaku dirinya suka tantangan. Kondisi lahan bekas tambang bauksit yang terbengkalai mengusik dirinya.

Lalu Ady pun mencari cara agar bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk pertanian dan menjadi lahan produktif.

“Saya ingin agar anak-anak saya tahu bahwa nasi yang mereka makan setiap hari berasal dari tanaman padi yang juga saya tanam,” tambah Ady.

Selatin itu, Ady menekuni menjadi petani ini juga karena ingin memberi penghormatan kepada orangtuanya. 

Ady mengaku dibesarkan dari keluarga petani. Dirinya hidup di lingkungan petani dan makan dari hasil budidaya padi. 

“Bagi saya petani padi ini bukan hal yang aneh lagi, karena sejak kecil saya sudah diajarkan orangtua saya untuk menanam padi, makanya setelah orangtua saya meninggal, untuk menghormati almarhum, saya buktikan bahwa jika dilakukan dengan benar, padi itu juga dapat tumbuh subur dilahan tandus, bahkan lahan bauksit sekalipun,” papar Ady.

Karena itu, pada setiap kegiatan bisnis yang dilakukan, dirinya selalu selingi dengan kegiatan pertanian, meskipun di lahan sempit atau di pekarangan rumah.

“Apalagi, selama ini saya menekuni bisnis cocopeat atau serbuk sabut kelapa yang dikenal memiliki keunggulan dalam menyerap dan menyimpan air. Jadi, keberhasilan saya menanam padi di lahan bekas tambang bauksit tak lepas dari inovasi cocopeat,” ungkap Ady.

Lahan semakin luas

Ady juga mengaku bahwa padi yang ditanamnya di Tanjungpinang merupakan padi varietas CL 220.

Benih tersebut didapat dari Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Asman Sulaiman.

“Ini padi varietas CL 220 yang benihnya dikirim oleh pak Andi Asman Sulaiman, Kadis TPHP Kabupaten Bone. Varietas ini berpotensi menghasilkan gabah kering panen sekitar 13 ton per hektar dengan usia panen 100 hari,” ungkap Ady.

“Saya masih bermimpi bisa melakukan penanaman padi di Tanjungpinang dalam jumlah yang lebih luas lagi,” tambah Ady.

Ia mengatakan, kebutuhan beras penduduk Tanjungpinang sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah.

Padahal, ada ribuan hektar lahan tidur di Tanjungpinang yang dibiarkan terlantar tanpa pemanfaatan.


 

“Contohnya, di sekitar tempat saya menanam padi, ada lahan yang dikuasai perusahaan tertentu dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibiarkan terlantar sejak tahun 1995. Sampai hari ini, tidak ada satupun bangunan yang dibangun pemiliknya sesuai peruntukan haknya,” ungkap Ady.

Padahal, lanjut Ady, jika pemerintah serius dan memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk menjaga ketahanan pangan, HGB ini seharusnya dicabut dan diberikan kepada perusahaan atau orang yang betul-betul punya komitmen untuk mengelolanya.

“Kalau pemerintah berkenan mengalokasikan sebagian kecil untuk budidaya padi, besok pun langsung saya garap dan saya akan buktikan tanah yang sudah tidur selama 28 tahun bisa menghasilkan padi dan tanaman pangan lainnya,” papar Ady.

Apresiasi dari Kementerian Pertanian

Keberhasilan Ady juga telah mendapatkan apresiasi dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, yang memuji keberhasilan Ady yang memperkenalkan tanaman padi di Tanjungpinang.

“Padinya bagus ini pak, malai panjang dan bernas. Ini bagus ditangkarkan. Silakan lanjutkan terus penanamannya,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi.

Dia berharap, keberhasilan Ady dalam memperkenalkan tanaman padi di Tanjungpinang dapat menjadi sebuah gerakan massal, meski hanya memanfaatkan lahan sempit di pekarangan rumah dan lahan tidur.

Apalagi, keberhasilan penanaman padi yang dilakukan Ady ini, baru pertama kali dalam sejarah berdirinya Kota Tanjungpinang yang pernah berjaya sebagai daerah penghasil tambang bauksit.

“Kalau penanaman padi ini nantinya meluas dan sudah melibatkan masyarakat lainnya, kami pasti bantu. Seperti mesin perontok padi dan rice milling unit (mesin giling padi),” terang Suwandi.

Tidak saja Kementerian Pertanian Republik Indonesia, bahkan Tim Peneliti Mikrobiom Nutrisi dan Proteksi Tanaman, Pusat Mikrobiologi Terapan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sarjiya Antonius menyatakan kesiapannya berkolaborasi dengan Ady Indra Pawennari, pelopor budidaya tanaman padi di Tanjungpinang, Kepri ini.

“Kami dari tim peneliti BRIN, siap berkolaborasi dengan pak Ady untuk melakukan kajian lebih detail. Harapannya bisa sebagai model untuk implementasi lebih lanjut,” kata Sarjiya Antonius.

Peneliti senior BRIN ini mengaku sudah lama mengenal Ady Indra Pawennari yang populer dengan inovasinya di bidang pertanian. 

“Dari cerita pak Ady, keberhasilannya menanam padi di lahan bekas tambang bauksit di Tanjungpinang tak lepas dari inovasi cocopeat yang dikembangkannya selama ini. Cocopeat bisa berperan penting dalam menjaga kondisi biokimia tanah,” jelas Anton.

Menurut Anton, cocopeat yang memiliki keunggulan dalam menyimpan air sehingga tanah yang kering bisa menjadi lebih lembab dapat meningkatkan biodiversitas mikroba menguntungkan seperti mikroba pemacu pertumbuhan tanaman (PGPR).

“Jadi, cocopeat ini juga bisa berperan menginduksi ketahanan terhadap stres lingkungan dan serangan organisme pengganggu tanaman,” pungkas Anton.

Sebagaimana diketahui, keberhasilan Ady Indra Pawennari menanam padi di lahan bekas tambang bauksit di belakang rumahnya menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Tanjungpinang.

Pasalnya, struktur tanah di ibukota Provinsi Kepri ini cukup keras dan cenderung berbatu.

Sehingga kebanyakan orang menganggap tanaman padi mustahil bisa hidup atau tumbuh subur di Tanjungpinang.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/07/212126078/cerita-ady-gunakan-cocopeat-tanam-padi-di-lahan-bekas-tambang-bauksit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke