Salin Artikel

Sejarah Kabupaten Klaten, dari Cerita Kyai dan Nyai Mlati hingga Benteng Loji Klaten

KOMPAS.com - Kabupaten Klaten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah.

Ibukota Kabupaten Klaten yaitu Kota Klaten berada di jalur utama yang menghubungkan Solo dengan Yogyakarta.

Wilayah Kabupaten Klaten sebelah utara merupakan kawasan lereng dari Gunung Merapi, meliputi Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.

Sementara sebelah selatan merupakan perbukitan dan pegunungan kapur, meliputi Kecamatan Bayat, Cawas dan sebagian Gantiwarno.

Sejarah Kabupaten Klaten

Dilansir dari laman Pemerintah Kabupaten Klaten, sejarah wilayah ini tersebar di berbagai catatan kuno, arsip-arsip kolonial, dan manuskrip Jawa.

Hal ini bisa ditemukan pada Serat Perjanjian Dalem Nata, Serat Ebuk Anyar, Serat Siti Dusun, Sekar Nawala Pradata, Serat Angger Gunung, Serat Angger Sedasa, dan Serat Angger Gladag.

Dalam bundel arsip Karesidenan Surakarta yang menjadi rujukan, sejarah Klaten tercantum dalam Soerakarta Brieven van Buiten Posten, Brieven van den Soesoehoenan 1784-1810, Daghregister van den Resi dentie Soerakarta 1819, Reporten 1787-1816, Rijksblad Soerakarta, dan Staatblad van Nederlandsche Indie.

Klaten juga disebut dalam Babad Giyanti, Babad Bedhahipun Karaton Negari Ing Ngayogyakarta, Babad Tanah Jawi,dan Babad Sindula yang menjadi sumber lain untuk menelusuri sejarah wilayah ini.

Namun Cerita Kyai dan Nyai Mlati juga dianggap sebagai sumber terpercaya yang diakui sebagai cikal bakal kampung dan asal muasal nama Klaten.

Dalam cerita tersebut, konon Kyai dan Nyai Mlati yang merupakan abdi dalem Keraton Mataram tinggal di sebuah kampung bernama Sekalekan.

Kyai dan Nyai Mlati ditugaskan oleh raja untuk menyerahkan bunga Melati dan buah Joho untuk menghitamkan gigi para putri keraton (Serat Narpawada, 1919:1921).

Guna memenuhi kebutuhan bunga Melati untuk raja, Kyai dan Nyai Mlati bekerja dengan menanami sawah milik Raden Ayu Mangunkusuma.

Ia merupakan istri Raden Tumenggung Mangunkusuma yang saat itu menjabat sebagai Bupati Polisi Klaten, yang kemudian dipindah tugaskan istana menjadi Wakil Patih Pringgalaya di Surakarta.

Namun tidak ditemukan sumber sejarah tentang akhir riwayat Kyai dan Nyai Melati, begitupun silsilah keduanya juga tidak diketahui.

Bahkan penduduk Klaten juga tidak ada yang mengaku sebagai keturunan dua sosok ini.

Hal tersebut yang menjadi alasan Cerita Kyai dan Nyai Melati masih menjadi perdebatan hingga saat ini.

Di sisi lain, sejarah Klaten juga dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi, baik candi Hindu maupun Budha dan barang-barang kuno peninggalan sejarah.

Asal muasal desa-desa kuno tempo dulu menunjukan keterangan terpercaya, seperti Desa Pulowatu, Gumulan, Wedihati, Mirah-mirah maupun Upit.

Peninggalan atau petilasan Ngupit bahkan secara jelas menyebutkan pertanda tanggal yang dimaknai 8 November 66 Maeshi oleh Raden Rakai Kayuwangi.

Berdirinya Benteng Engelenburg (Engelenburg Fort) atau Benteng Loji Klaten di masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV juga mempunyai arti penting dalam sejarah Klaten.

Pendirian Benteng Loji Klaten dilakukan dengan peletakan batu pertama, yang dimulai pada hari Sabtu Kliwon, 12 Rabiul Akhir, Langkir, Alit 1731 atau sengkala Rupa Mantri Swaraning Jalak yang dimaknai sebagai tanggal 28 Juli 1804.

Sumber sejarah ini dapat ditemukan dalam Babad Bedhaning Ngayogyakarta, dan Geger Sepehi.

Pemerintah Kabupaten Klaten melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 kemudian menetapkan tanggal 28 Juli 1804 sebagai Hari Jadi Kabupaten Klaten yang diperingati setiap tahun.

Sumber:
klatenkab.go.id, visitklaten.com  

https://regional.kompas.com/read/2023/06/06/210641978/sejarah-kabupaten-klaten-dari-cerita-kyai-dan-nyai-mlati-hingga-benteng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke