Salin Artikel

Cerita Siswa SD di Pedalaman Sikka NTT, Jalan Kaki 3 Km Lewati Hutan demi Sekolah

SIKKA, KOMPAS.com – Saban hari, puluhan siswa sekolah dasar (SD) di Dusun Lewomudat, Desa Waipaar, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), harus menempuh perjalanan sejauh tiga kilometer menuju sekolah.

Mereka melewati jalanan mendaki dan terjal di tengah hutan. Saat musim hujan, para siswa kesulitan. Sebab, selain jalanannya licin, mereka harus melintasi sungai Tilu Ping yang lebarnya sekitar 30 meter.

Jika sungai ini banjir, mereka terpaksa memilih untuk tidak ke sekolah.

“Ini sudah sering kami alami, kalau hujan terus kami tidak ke sekolah takut terseret banjir di Tilu Ping,” ucap Stefanus Nong Roni (11) siswa kelas V SD Negeri Kolit, Selasa (2/5/2023).

Hal serupa diungkapkan Maria Noviana Male. Maria mengeluh karena sudah belasan tahun tidak menikmati akses jalan yang layak. Apalagi hampir setiap hari mereka harus berjalan kaki menuju sekolah.

Belum lagi ketiadaan jembatan penghubung di sungai Tilu Ping membuat mereka kesulitan saat musim hujan.

“Kami berharap agar Presiden Jokowi bisa membantu membangun jalan dan jembatan ke kampung kami,” pinta keduanya.

Orangtua cemas

Maria Oncilia, salah satu orangtua siswa SDN Kolit mengaku cemas dengan kondisi yang dialami para siswa di kampungnya.

Hampir setiap hari ia harus mengantar anaknya hingga ke sungai Tilu Ping. Setelah memastikan keadaan sungai aman untuk dilewati, maka ia kembali ke rumah.

“Nanti kalau mereka pulang sekolah kami ke sungai lagi untuk jemput mereka. Setiap hari seperti ini, jalan ke kampung ini juga tidak bisa dilalui kendaraan roda dua maupun empat,” ucapnya.

Oncilia berharap, pemerintah bisa membangun jalan dan jembatan menuju kampung mereka.

Lazarus Pala, guru SDN Kolit menyebut, ada 43 siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah itu. 11 di antaranya merupakan siswa asal Dusun Lewomudat, Desa Waipaar, yang setiap hari berjalan kaki tiga kilometer.

“Kesulitan akses ini membuat siswa dari Dusun Lewomudat sering terlambat masuk sekolah. Tetapi para guru di sini memakluminya karena mereka harus menempuh perjalanan jauh,” kata Lazarus.

Pihaknya selalu mengimbau kepada orangtua agar tidak membiarkan anaknya menyeberang sungai sendirian saat hendak ke sekolah.

Lazarus menerangkan, SDN Kolit berdiri pada 2014. Hingga saat ini, sekolah itu baru mempunyai empat ruang kelas. Namun, kondisinya sudah bocor. Tak jarang hampir setiap kali hujan air masuk ke ruangan kelas. Belum lagi ketiadaan akses internet.

Meski begitu, ia berharap pemerintah Kabupaten Sikka memperhatikan siswa yang setiap hari jalan kaki dan menyeberang sungai.

https://regional.kompas.com/read/2023/05/02/161903378/cerita-siswa-sd-di-pedalaman-sikka-ntt-jalan-kaki-3-km-lewati-hutan-demi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke