Salin Artikel

Turis Bermotor dan Kebangkitan Pariwisata Bali

Sejak awal tahun ini saja, sudah lebih dari seribu wisman di Bali terjaring tilang. Buntutnya, wisman berencana dilarang untuk menyewa motor.

Wacana larangan sewa motor bagi wisman akan menjadi bumerang bagi pelaku pariwisata. Saat ini motor menjadi juru selamat wisatawan untuk menghindari kemacetan dan mengakses destinasi hidden gem.

Melarangnya justru berpotensi kontra produktif bagi industri pariwisata yang sedang bangkit. Masalah wisman bermotor ini menjadi kesempatan berbagai pemangku kepentingan untuk meninjau ulang tantangan dan potensi Pariwisata Bali.

Setelah hanya mengandalkan turis domestik tahun 2021, kunjungan wisman ke Bali menurut BPS mencapai lebih dari 2 juta orang pada 2022 lalu.

Kunjungan wisman ke Bali yang perlahan pulih menjadi momentum kebangkitan pariwisata nasional.

Namun, pola tujuan wisata berubah ke arah pariwisata pedesaan yang jauh dari keramaian dan identik dengan bentang alam. Salah satu jenisnya adalah desa wisata yang dibangun oleh komunitas warga lokal.

Di Bali, diskursus pariwisata berbasis komunitas sudah muncul sejak 1990-an. Tren pariwisata pedesaan ini sejalan dengan program desa wisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Kemenparekraf mendorong pariwisata berkelanjutan, yang berwawasan lingkungan, lebih personal, lokal, customized, dan smaller in size.

Aksesibilitas Pariwisata Pedesaan

Praktik menyewa motor di daerah wisata bukan eksklusif terjadi di Bali saja. Beberapa destinasi wisata juga menawarkan moda transportasi serupa seperti Santorini, Yunani dan Roma, Italia.

Jalan yang sempit menjadi alasan wisatawan untuk turut menggunakan motor seperti warga lokal.

Di Bali, faktor kemacetan juga menjadi daya tarik motor dibanding mobil. Lebar jalan di perkotaan Bali sebenarnya layak diakses mobil. Namun, beberapa destinasi pariwisata pedesaan mengandalkan wisman pemotor karena keterbatasan aksesibilitas, seperti jalan yang sempit.

Begitu pula dengan pengusaha penyewaan motor yang mengandalkan mereka. Di sisi lain, wisman juga berpikiran serupa, agar waktu mereka efisien untuk menjelajah Bali.

Membangun atau melebarkan jalan untuk mobil demi meningkatkan akses pariwisata pedesaan tidak selalu baik. Penyediaan infrastruktur perlu mempertimbangkan daya dukung dan kapasitas destinasinya.

Otoritas berwenang wajib mencari titik tengah antara membangun dan membatasi akses pariwisata untuk menghindari overtourism (pengunjung terlalu padat) sekaligus undertourism (pengunjung terlalu sedikit).

Sehingga, pelarangan sewa motor dan mengalihkan wisman untuk menggunakan mobil sewa mungkin kurang tepat.

Alih-alih melarang sewa motor, dua pendekatan perlu dilakukan di Bali. Di perkotaan, fasilitas angkutan massal harus ditingkatkan dan tidak perlu dikhususkan bagi warga lokal maupun wisatawan.

Angkutan umum itu juga bisa dijadikan sebagai simbol pariwisata Bali. Selain itu, angkutan tersebut harus terhubung dari pintu masuk utama Bali seperti pelabuhan dan bandara.

Akses langsung wisman terhadap angkutan umum adalah infrastruktur dasar di destinasi populer lainnya di dunia. Bonusnya, kemacetan juga bisa terurai.

Sebaliknya, pendekatan di wilayah pedesaan dilakukan melalui moda transportasi yang lebih personal.

Pola perjalanan wisatawan di pedesaan Bali lebih kompleks sehingga tidak memungkinkan dilayani oleh angkutan massal. Hal ini lumrah terjadi di destinasi pedesaan seperti, misalnya, Purbeck dan New Forest National Park, Inggris.

Di wilayah pedesaan, kendaraan rental seperti motor sewaan bisa menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan fleksibilitas perjalanan wisatawan, meskipun emisinya juga perlu ditekan melalui elektrifikasi kendaraan.

Sewa motor sudah menjadi praktik jalan tengah dan adil antara kebutuhan warga lokal dan wisatawan.

Menurunkan ‘kenakalan’ wisman dapat dicegah melalui pengetatan syarat penyewaan motor dan penegakan aturan berlalu lintas.

Bagi banyak wisman, Bali adalah surga dunia, dan bisa mengendarai motor di sana adalah salah satu kenikmatannya.

Penyediaan angkutan umum dan kendaraan sewa di Bali bisa diselaraskan dengan Rencana Aksi Daerah untuk mendukung percepatan penggunaan kendaraan listrik.

Sebagaimana Permenparekraf 9/2021 tentang Panduan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, sebaiknya penyediaan infrastruktur transportasi yang rendah emisi lebih diutamakan. Contohnya, fasilitas pejalan kaki, sepeda, dan angkutan umum.

Sebagai sektor prioritas nasional kini dan masa depan, pemerintah pusat dan daerah sebaiknya lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan pariwisata.

Terlebih, Bali menjadi wajah pariwisata Indonesia di mata dunia dan panutan bagi para destinasi super prioritas baru. Kesuksesan Bali dalam mengelola transportasi wisatawan, utamanya wisman, pastinya senantiasa dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/01/07441411/turis-bermotor-dan-kebangkitan-pariwisata-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke