Salin Artikel

Kisah Kuli Panggul Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Modal Rp 500.000 Ludes, Penumpang Sepi

SEMARANG, KOMPAS.com-Puluhan kuli panggul atau yang biasa disebut porter berlalu lalang mengenakan seragam hijau setiap kali jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal tiba di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Sebanyak 30 kuli panggul itu tergabung dalam Koperasi Jasa Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (PTES).

Setiap hari para porter selalu memantau jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal penumpang di pelabuhan, baik milik Pelni maupun swasta.

Kompas.com berhasil menjumpai Wakil Ketua TKBM PTES Nur Salim (43) usai aktivitasnya membantu calon penumpang menggotong barang bawaan naik ke atas kapal. Nur sendiri sudah 10 tahun bekerja di sana.

“Ini kebanyakan rombongan porter dari Demak yang di sini hari ini. Kami nunggu kapal datang tadi jam 6 pagi. Sebagian yang udah dapet tentengan (barang bawaan milik penumpang yang turun kapal) udah pulang,” ujar Nur ditemui di lobi pelabuhan pukul 10.00 WIB, Kamis (16/3/2023).

Belasan kawannya masih menantikan ladang rezeki dari para calon penumpang yang berdatangan hendak menaiki kapal Dharma Rucitra menuju Kumai, Kalimantan Tengah. Mereka pantang pulang sebelum dapat tentengan.

Biasanya, mendekati jadwal keberangkatan, para porter bersiaga di sekitar lokasi parkir menantikan kendaraan berdatangan mengantar calon penumpang.

Begitu calon penumpang turun, para porter mendekatinya dan menawarkan jasa angkut barang apabila memerlukan bantuan.

Bila hanya sedikit, maka porter akan menenteng atau memanggul barang calon penumpang. Namun bila banyak dan berat, porter akan menggotong barang menggunakan troli dorongnya.

Pasalnya, untuk menuju kapal, penumpang harus berjalan ratusan meter. Belum lagi menaiki kapal setinggi kurang lebih 10 meter dengan banyak bawaan akan sangat melelahkan. Sehingga jasa porter terbilang membantu.

Sebaliknya, bila mendekati jadwal kedatangan kapal, para porter bersiap di tepi laut untuk menyambut penumpang dan menawarkan jasanya.

Ongkos

Ongkosnya dibanderol mulai Rp 20.000-Rp 50.000 tergantung berat dan banyaknya barang yang dibawa calon penumpang yang menggunakan jasanya.

Saat berbincang, Nur mengaku baru mendapat satu kali angkutan barang. Namun bapak empat anak itu sudah bersyukur mendapat sekali tentengan.

Pasalnya sejumlah porter yang kami tanyai mengaku terkadang sepi tak ada penumpang yang membutuhkan jasa angkut barangnya. Sehingga tak jarang mereka pulang dengan tangan kosong.

“Pernah seminggu keluar modal Rp 500.000 buat berangkat bolak balik pelabuhan malah enggak dapat apa-apa. Uang habis buat bensin sama makan, tapi enggak ada penumpang yang pakai jasa kami,” bebernya.

Untungnya porter bukan satu-satunya pekerjaan yang Nur andalkan untuk mencari nafkah. Lelaki itu juga menggarap sawah di Demak.

Sehingga hasil dari jasa angkut digunakan untuk kebutuhan harian, sedangkan hasil tani untuk kebutuhan bulanan atau yang lebih besar karena panen bersifat musiman.

“Anak saya empat masih kecil-kecil, tapi Insya Allah cukup. Masalah materi enggak bisa ditakar dengan angka, saya yakin itu sudah diatur Tuhan selama kita berusaha,” ujarnya.

Sementara kesulitan yang dihadapi oleh Nur dan rekan-rekan porternya ialah kondisi transportasi kapal yang kian sepi serta ekonomi memburuk yang menyebabkan penumpang enggan menggunakan jasanya.

“Kesulitannya kalau enggak dapat penumpang, ya kapal sepi. Apalagi saya prediksi armada kapal semakin sepi dan sedikit digunakan karena kendaraan semakin canggih dan orang-orang memilih jalur udara,” tuturnya.

Diakui, sebelum pandemi Covid-19 mobilitas di pelabuhan terbilang ramai. Namun selama pandemi sampai sekarang, pelabuhan sepi dan belum pulih. Ia bahkan menyebut kondisi ramai sebelum pandemi tidak akan kembali lagi.

Normalnya, sekali kedatangan sebanyak 200 penumpang turun dari kapal. Tapi hanya beberapa yang menitipkan barang bawaan ke porter. Bila armada besar, penumpang mencapai 1.000 orang khususnya masa lebaran.

“Makanya kami harap perekonomian membaik. Karena kalau ekonomi sulit, sebanyak apapun penumpangnya, mereka tetap sulit sewa jasa kami,” ujarnya.

Diceritakan dulunya ia bergabung ke koperasi itu karena diajak temannya. Dengan penghasilannya yang tak seberapa, ia tak yakin dapat membiayai pendidikan anaknya hingga perguruan tinggi.

Nur berharap adanya beasiswa dari pemerintah benar-benar diberikan Keluarga yang tak mampu sepertinya. Sehingga anak-anaknya tetap dapat menjadi sarjana di kemudian hari.

“Saya pengen anak saya juga jadi jurnalis, reporter, biar bisa meliput dan mengungkap masalah sosial orang-orang kecil dan terpinggirkan kaya kami,” ungkapnya.

Rekan Nur, Tulus Sugiarto (45) yang juga warga Demak sepakat mengenai biaya pendidikan. Pasalnya Tulus juga merasa berat dalam membiayai kuliah anaknya. Untungnya, sang anak berprestasi dan mendapat beasiswa dari pemerintah.

“Ini pekerjaan utama saya, sampingannya tani. Ketiga anak masih sekolah semua, paling kecil SD kelas 6, yang kedua SMP di pondok, sama satunya baru kuliah. Kalau enggak ada bantuan beasiswa pemerintah mana kuat saya,” ujar Tulus.

Ayah tiga anak itu mengaku mengikuti jejak orangtuanya bekerja sebagai porter di Pelabuhan Tanjung Emas. Ia telah bergabung di koperasi itu sejak sekitar 20 tahun silam dan menghabiskan masa mudanya di sana.

Tak jauh berbeda, Mat Akhwan (53), warga Demak, memiliki tiga anak yang berhasil ia sekolahkan sampai bangku SMA. Kini ketiganya telah dewasa dan berumah tangga sendiri. Bahkan ia telah memiliki cucu.

“Saya sekarang cuma ikut ngangkut barang penumpang kapal Pelni saja karena sudah tua, sudah enggak sekuat dulu. Dan sekarang kerjanya cuma buat kebutuhan berdua sama istri aja, jadi cukup meski enggak banyak,” katanya.

Bila dahulu ia berangkat mencari nafkah ke pelabuhan setiap hari, kini paling sering dua hari sekali ke sana. Pasalnya, sekarang Mat lebih menargetkan penumpang kapal Pelni yang dijadwalkan datang sekitar 6 kali dalam sebulan.

Bila puncak mudik lebaran, pendapatan para porter meningkat karena adanya tambahan armada kapal dari pemerintah untuk program mudik gratis.

Saat beruntung mendapat banyak permintaan jasa dari penumpang, ia bisa mengantongi Rp 500.000 sekali tempo. Meski begitu, sama Seperti yang disampaikan Nur, ia kadang mengalami momen tidak dapat tentengan.

“Ya semoga ditambah lagi armadanya biar tambah penumpang dan bisa kami bantu bawakan barangnya,” pungkas Mat.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/17/133037778/kisah-kuli-panggul-pelabuhan-tanjung-emas-semarang-modal-rp-500000-ludes

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke