Salin Artikel

Jarang Ditemukan di Sulawesi, 5 Ekor Burung Kambangan Hitam Muncul di Danau Limboto

GORONTALO, KOMPAS.com – Lima ekor burung kambangan hitam atau itik rumbai (Aythya fuligula) terlihat berenang dan menyelam di tengah Danau Limboto saat sejumlah pegiat lingkungan melaksanakan sensus burung air asia atau Asian Waterbird Census (AWC).

Burung migran yang berasal dari kawasan biogeografi paleartik ini jarang sekali ditemukan berada di wilayah Sulawesi.

Para pegiat lingkungan dari Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (Biota) sudah mencatat dua kali kehadiran burung yang memiliki nama Inggris tufted duck ini di Danau Limboto.

“Kambangan hitam ini tengah bermigrasi ke Danau Limboto, kunjungan ini yang tercatat oleh teman-teman Biota. Sebelumnya burung ini juga terlihat pada Desember 2019 hingga Januari 2020,” kata Hanom Bashari dari Perkumpulan Biota, Selasa (14/2/2023).

Hanom Bashari menjelaskan walaupun itik rumbai secara global tersebar luas di dunia, mulai dari Eropa, Asia, dan Afrika, namun keberadaanya di Indonesia bukan menjadi wilayah yang secara signifikan diakui sebagai sebaran tetap mereka.

“Sebagai burung pendatang dari wilayah bumi utara hanya sedikit catatan di Indonesia, dan Sulawesi merupakan catatan tersering perjumpaan jenis ini di Indonesia,” ujar Hanom Bashari.

Menurut Hanom di Danau Limboto, itik rumbai ini pertama kali tercatat pada 1875. Setelahnya, Perkumpulan Biota mencatat kehadiran jenis ini di Danau Limboto pada Desember 2019, kemudian tetap terlihat sampai Februari 2020.

Saat itu terlihat 13 ekor yang merupakan catatan kelompok terbesar itik rumbai di Indonesia.

Hanom Bashari menegaskan perjumpaan itik rumbai pada 4 Februari 2023 lalu di Danau Limboto sesungguhnya memastikan bahwa Danau Limboto penting bagi burung ini dan jenis-jenis pengunjung lainnya, serta menjadikan danau ini sebagai satu-satunya area lahan basah yang konsisten tercatat dikunjungi oleh itik rumbai di Indonesia.

Ahli burung pantai Indonesia Iwan Febrianto yang dikenal sebagai Iwan Londo menambahkan kambangan hitam ini merupakan burung migran.

“Burung ini menyukai perairan terbuka dan sesekali menyelam. Habitatnya di danau, rawa, kolam atau sungai. Ada jambul di kepalanya untuk yang jantan, selain itu warnanya lebih pekat (hitam). Status global saat ini adalah LC sedangkan di Eropa NT,” ujar Iwan Londo.

Leat Concern (LC) merupakan status konservasi tingkat risiko rendah sedangkan Near Threatened (NT) kategori status konservasi terancam punah atau mendekati terancam punah.

Asian Waterbird Census (AWC) merupakan bagian dari kegiatan tahunan global International Waterbird Census (IWC) yang basis jaringan kerja yang bersifat sukarela. Di Indonesia kegiatan ini dilaksanakan bertujuan mendukung pemutakhiran data serta peningkatan kapasitas dan penyadartahuan publik tentang nilai penting burung air dan habitatnya.

“Kegiatan ini menjadi salah satu perangkat bagi upaya konservasi burung air serta lahan basah sebagai habitatnya dengan melibatkan para sukarelawan,” kata Ragil Satriyo Gumilang Koordinator Pelaksana AWC Indonesia.

Data dan informasi yang dihasilkan ini merupakan rujukan estimasi populasi burung air secara global maupun untuk keperluan pengelolaan di tingkat nasional/local.

Di Indonesia data populasi burung air digunakan sebagai acuan pengelolaanan beberapa taman nasional penting, penentuan lokasi penting untuk Konvensi Ramsar dan East Asian Australasian Flyway Partnership serta penentuan status jenis-jenis yang dilindungi.

Kegiatan AWC di Indonesia tahun ini merupakan kolaborasi antara Monitoring Burung Pantai Indonesia (MoBuPi), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wetlands International Indonesia/Yayasan Lahan Basah, Yayasan Ekologi Satwa Alam Liar Indonesia, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, Burungnesia, dan Burung Laut Indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/14/152343178/jarang-ditemukan-di-sulawesi-5-ekor-burung-kambangan-hitam-muncul-di-danau

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke