Salin Artikel

Pulau Maitara, Legenda dan Pesona Pulau di Pecahan Uang Seribu

KOMPAS.com - Pulau Maitara yang berlokasi di antara Pulau Kota Ternate dan Pulau Kota Tidore, Provinsi Maluku Utara memang sangat memesona.

Bahkan lanskap pulau Maitara seluas 206 hektare itu pernah menghiasi uang pecahan Rp 1.000 emisi tahun 2000.

Lanskap Pulau Maitara yang ada di uang kertas itu diambil dari sudut Kota Ternate, tepatnya di kawasan Pantai Gambesi.

Selain pemandangan Pulau Maitara, uang kertas tersebut juga menampilkan gambar Pulau Tidore, gunung, laut, serta manusia dengan aktivitasnya.

Namun sebenarnya pemandangan Pulau Maitara lebih indah disaksikan langsung ketika wisatawan berkunjung ke sana.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut, Pulau Maitara menjadi salah satu daya tarik wisata di Ternate yang cukup kuat.

“Saya melihat keindahan di salah satu puncak tertinggi di Ternate, menatap Pulau Maitara dan Tidore. Pemandangannya luar biasa indah dan ikonik. Karena spot pemandangan ini persis sama dengan yang di pecahan uang kertas Rp 1.000 lama,” ungkap Sandiaga, seperti dikutip dari Kompas.com (25/11/2022).

Asal-usul Pulau Maitara

Asal-usul nama Pulau Maitara dalam bahasa setempat diambil dari kata ‘Mai’ memiliki arti batu gunung, dan ‘Tara’ berarti ke bawah.

Sehingga nama Pulau Maitara memiliki makna sebagai batu gunung yang turun.

Dilansir dari laman Kemendikbud, terdapat legenda yang dikisahkan masyarakat setempat mengenai asal-usul Pulau Maitara.

Sebelum zaman momole diceritakan bahwa gunung Kie Watubu, Tidore memiliki posisi lebih tinggi daripada Gunung Gamalama di Ternate.

Hal ini disebabkan karena kerajaan Tidore atau yang disebut Duko pada waktu itu diberi gelar sedikit lebih tinggi daripada Gunung Gamalama di Ternate oleh penguasa daratan tanah dan bumi.

Agar Gunung Gamalama lebih tinggi dari gunung Kie Matubu, maka tak ada jalan lain untuk melakukannya kecuali Gunung Kie Besi Mara di Makian harus ditaklukkan untuk menambah ketinggian pada Gunung Gamalama.

Para dewa atau jin sebagai pengawal dari Gunung Gamalama kemudian bermusyawarah untuk dapat merebut puncak Gunung Makian.

Hasilnya adalah mereka akan mengadakan kegiatan dengan cara terbang malam dengan bantuan Burung Garuda berkepala dua untuk melaksanakan maksud atau niat itu.

Pada waktu yang telah ditentukan oleh para dewa atau jin Burung Garuda itu dilepaskan untuk menuju ke puncak Gunung Kie Besi.

Burung Garuda berkepala dua ini dengan segala kemampuan yang dipercayakan oleh para dewa berusaha untuk menunaikan tugasnya.

Setelah matahari terbenam, Burung Garuda mulai bekerja semalam suntuk mengumpulkan tanah dan batu yang akan ditumpuk di puncak Gunung Gamalama.

Menjelang terbitnya matahari, tugas Burung Garuda ini telah selesai dan siap untuk dibawa pulang.

Sayangnya dalam perjalanan pulang ternyata siang menjelang, sehingga Burung Garuda melepaskan bebannya.

Tumpukan tanah dan bebatuan itu kemudian jatuh ke laut di antara Rum dan Kayu Merah dan terbentuklah Pulau Maitara.

Sumber:
indonesia.go.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
regional.kompas.com (Penulis : Kontributor Ternate, Yamin Abdul Hasan | Editor : Andi Hartik)

https://regional.kompas.com/read/2023/02/09/203423978/pulau-maitara-legenda-dan-pesona-pulau-di-pecahan-uang-seribu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke