Salin Artikel

Penjelasan Ahli soal Fenomena Munculnya Pulau Baru di Tanimbar Pascagempa M 7,5

AMBON, KOMPAS.com - Fenomena kemunculan pulau baru di Desa Teinema, Kecamatan Wuar Labobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, usai gempa magnitudo 7,5 menjadi sorotan warga di Maluku.

Sebab, kemunculannya tidak hanya menggegerkan warga, tapi juga membuat kebanyakan warga di Tanimbar, khususnya yang ada di Desa Teinema menjadi was-was dan ketakutan akan terjadinya bencana alam.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku, Herfien Samalehu menjelaskan, kemunculan dataran yang membentuk pulau baru di Tanimbar setelah gempa bumi bisa saja terjadi karena disebabkan oleh adanya deformasi regional.

“Dalam hal ini kenaikan daratan di Teinema, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, merupakan blok yang naik secara keseluruhan dalam hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap wilayah Tanimbar,” kata Herfien yang merupakan lulusan Doktor Teknik Geologi Universitas Gadja Mada (UGM).

Menurutnya, fenomena yang terjadi di Tanimbar hampir sama dengan yang pernah terjadi saat gempa di Aceh dan Nias beberapa tahun lalu.

“Sebagai contoh beberapa kejadian gempa seperti Gempa Aceh, Nias, di mana terjadi pengangkatan di sekitar Pulau Simeuleu, namun terdapat pula blok yang turun atau subsidens hingga 1 meter di sepanjang garis pantai di Aceh,” katanya.

Adapun gempa magnitudo 7,5 yang mengguncang Tanimbar berpusat di laut Banda pada kedalaman 130 kilometer.

Herfien menjelaskan, gempa bumi itu merupakan jenis gempa dengan model thrusting atau biasa disebut sebagai patahan naik dari subduksi laut Banda. Hal ini bisa dilihat dari analisis lokasi hiposenter dan kedalamannya.

“Dari model jenis gempa tersebut akan menyebabkan kenaikan atau uplift dan juga bisa menyebabkan penurunan atau subsidens di sisi yang lain," jelasnya.


Dia juga mencontohkan naiknya dataran saat gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat itu, gempa mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok. Dilihat dari indikasi Peta Satelit, menunjukkan adanya kenaikan dari permukaannya sebesar 25 sentimeter.

“Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca-gempa bumi yang menyebabkan deformasi regional,” katanya.

Ia menambahkan, fenomena kemunculan pulau baru akibat dampak dari gempa bumi di Tanimbar itu tidak menyebabkan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa adanya longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.

Terkait keresahan warga di wilayah itu, Herfien mengakui bahwa laut Banda dan wilayah di sekitar Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami.

Menurutnya, dari catatan Badan Geologi, kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938 dan 1975.

Meski begitu, ia mengimbau masyarakat di wilayah tersebut agar tetap tenang dan tidak percaya pada isu yang tidak bertanggung jawab.

“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan dari BPBD atau BMKG setempat. Jangan terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/10/175327978/penjelasan-ahli-soal-fenomena-munculnya-pulau-baru-di-tanimbar-pascagempa-m

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke