Salin Artikel

Mengenal Alee Tunjang, Kesenian Khas Aceh yang Nyaris Punah…

ACEH UTARA, KOMPAS.com – Sejumlah mahasiswa terlihat sibuk dengan pohon nangka di Kampus Bukit Indah, Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, Selasa (27/12/2022).

 

Mereka datang dari berbagai kampus di Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Pulau Jawa. Sebanyak 140 mahasiswa ini datang sebagai peserta program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). 

 

Siang itu, mereka membuat alat kesenian tradisi khas Aceh Utara, bernama Alee Tunjang.

 

 

Cara membuatnya tidaklah mudah. Kesenian ini memiliki 4 atau 6 lesung yang masing-masing mempunyai alu sebagai penumbuk. Untuk 1 set Alee Tunjang, diperlukan gelondongan batang nangka.

 

“Agar tahan lama, pohon nangka itu dipotong sekitar 70 cm dan diawetkan dengan direndam dalam lumpur,” ungkapnya.

 

Setelah direndam sebulan, batangan kayu diangkat lalu dibersihkan bagian luarnya dengan cara dikuliti.  

 

 

Pohon nangka ini kemudian dihaluskan dan dibentuk bulatan pada bagian atas, seperti topi. Pada bagian badannya yang memanjang dibentuk sedikit bersegi dan diberi lubang seperti lubang lesung.

 

Ukuran kedalaman dan lebar lesung disesuaikan sesuai kebutuhan jenis suara.

 

Lesung terdiri dari aneuk sempom, lesung syup-syup, dan lesung rempah berjumlah 2 atau 3 buah. Sedangkan alu dibuat dari pelepah enau sebanyak 2 tangkai dan dari jenis kayu yang lembut sebanyak 2 tangkai.

 

 

Salah seorang mahasiswa asal Universitas Garut, Jawa Barat, Muhammad Faisal menyebutkan, Alee Tunjang ini dimainkan dengan komposisi 6 unit.

 

“Kami belajar dari pecinta seninya, dibantu oleh dosen pendamping dari Universitas Malikussaleh,” kata Faisal.

 

Seniman Alee Tunjang, Muhammad Ilyas, dengan teliti memerhatikan mahasiswa tersebut. Dia menyebut, tidak banyak alee tunjang yang masih terawat di Aceh Utara.

 

“Saya ajarkan yang mudah cara membuatnya, lesungnya, alunya, dan lainnya. Sampai mengeluarkan suara yang bagus dan bisa dimainkan,” kata Muhammad Ilyas.

 

Ilyas mengakui, kesenian tradisi alee tunjang terancam punah karena hampir tidak ada lagi generasi penerusnya. Biasanya, mereka memainkan alee tunjang setelah masa panen di sawah.

 

“Kini sudah tidak pernah lagi. Terakhir kami tampil tahun 2018 di Lhoksukon (Aceh Utara),” ungkapnya.

 

Dia berharap, kesenian itu bisa dirawat oleh pemerintah dengan membentuk kelompok yang rutin memainkannya.

 

“Jika tidak, kesenian ini akan punah,” beber dia.

 

Dosen pengampu program Modul Nusantara Kelompok 3 Nahrasiyah Universitas Malikussaleh, Ayi Jufridar menyebutkan, mahasiswa yang melaksanakan kegiatan kontribusi sosial pembuatan alee tunjang berasal dari berbagai universitas di Jawa, Maluku, dan NTB.

 

“Kontribusi sosial ini diharapkan bisa mengangkat kembali kesenian tradisi alee tunjang agar tetap lestari,” katanya.

 

Rektor Universitas Malikussaleh Prof Dr Herman Fithra menyebutkan, ada 140 peserta pertukaran mahasiswa merdeka di kampusnya. 

 

Selain mengikuti perkuliahan regular, mereka mengikuti program Modul Nusantara yang memperkenalkan berbagai tradisi dan kebudayaan di Aceh.

 

“Kami senang mahasiswa bisa memberikan kontribusi sosial yang berdampak jangka panjang, seperti pembuatan alat musik tradisi Alee Tunjang,” kata Herman.

https://regional.kompas.com/read/2022/12/28/072824378/mengenal-alee-tunjang-kesenian-khas-aceh-yang-nyaris-punah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke