Salin Artikel

Sejarah Loji Gandrung Solo yang jadi Lokasi Ngunduh Mantu Jokowi, Dibangun Tahun 1830 oleh Saudagar Perkebunan

Jokowi bersama Iriana bersama anak, mantu dan cucu-cucunya jalan kaki dari Simpang Tiga Sriwedari menuju Loji Gandrung.

Sepanjang perjalanan, Jokowi dan keluarganya yang memakai pakaian adat Jawi Jangkep warna biru yang terbuat dari kain beludru nampak menyapa pengunjung car free day.

Pernah jadi kediaman saudagar perkebunan

Loji Gandrung adalah kediaman resmi Wali Kota Surakarta yang masuk dalam kawasan cagar budaya.

Bangunan yang memiliki gaya arsitektur indish tersebut berada di di Jalan Brigjen Slamet Riyadi nomor 261, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.

Loji Gandrung adalah karya arsitek Belanda, C.P Wolff Schoemaker, seorang guru besar arsitek di Technische Hooheschool te Bandoeng yang sekarang dikenal sebagai Institut Tekhnologi Bandung.

Schoemaker adalah salah satu dari tiga arsitek ternama di Hindia Belanda selain Albert Aalbers dan Henri Maclaine Pont.

Ia juga menjadi salah satu dosen arsitek Soekarno, Presiden Pertama Indonesia.

Gandrung Loji awalnya menjadi tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje, seorang saudagar perkebunan gula.

Ia juga dikenal sebagai tuan tanah di kawasan Ampel, Boyolali yang hidup antara tahun 1797 hingga 1839.

Dezentje yang akrab dipanggil Tinus adalah anak August Jan Caspar, seorang pejabat militer Kolonial Belanda terkenal yang saat itu punya hubungan baik dengan Keraton Kasunanan Surakarta.

Ia kemudian menikahi Raden Ayu Cokrokusumo yang tak lain adalah saudara perempuan Sunan Paku Buwono IV pada tahun 1819.

Setelah menikahi Raden Ayu Cokrokusumo, Tinus pun mulai membangun tempat tingalnya yang cukup besar pada tahun 1830.

Bagi Tinus, pernikahannya dengan Sang Raden Ayu adalah pernikahan yang kedua. Sementara istri pertamanya, Johanna Dorothea Boode meninggal saat melahirkan anak pertama mereka pada tahun 1816.

Rumah yang dibangun Tinus meniru bangunan-bangunan megah di Belanda yakni memilik teras memanjang dengan pintu dan daun jendela berukuran besar serta langit-langit yang sangat tinggi.

Kediaman Tinus lebih mirip benteng karena dikelilingi tembok tinggi dan pos penjagaan. Agar tak terlihat seperti benteng, Tinus memperbanyak taman hujau dan di bagian teras rumah diletakkan seperangkat alat musik gamelan.

Seringnya acara pesta digelar Tinus di rumah besarnya membuat masyarakat sekitar menyebut kegiatan itu sebagai gandrungan.

Dalam Bahasa Jawa , gandrungan berarti tergila-gila atau menyukai.

Seiring berjalannya waktu, rumah Tinus itu dikenal juga sebagai Loji Gandrung. Kata loji sendiri artinya rumah besar, bagus, dan berdinding tembok dan aslinya berasal dari Bahasa Belanda, loge.

Ketika Jepang menduduki Surakarta, Loji Gadrung menjadi markas pusat pimpinan pasukan.

Bahkan Jenderal Gatot Subroto yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Militer untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pernah memakai Loji Gandrung untuk menyusun strategi militer menghadapi Agresi Militer II Belanda bersama sekutu pada 1948-1949.

Itulah sebabnya saat ini di halaman depan bangunan, tepat di atas kolam, terdapat patung Gatot Subroto.

Selain Gatot Subroto, Loji Gandrung juga pernah dimanfaatkan Komandan Brigade V, Letkol Slamet Riyadi untuk mempersiapkan Serang Umum pada 1949.

Kedua pahlawan nasional itu telah menjadikan Loji Gandrung sebagai pusat penyusunan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno juga pernah berkunjung dan menginap di sini.

Sebagian benda-benda furniturnya masih dipertahankan seperti kursi antik yang ada di ruang tamu, lengkap dengan foto ukuran besar Presiden RI pertama, Soekarno.

Foto Soekarno juga menghiasi kamar tidur utama, satu dari dua kamar di Loji Gandrung.

Letaknya di sebelah kanan dari ruang tamu. Satu dipan ukuran besar dan lemari hias yang kesemuanya terbuat dari kayu jati menghiasi ruang kamar.

Salah satu kamar dikenal sebagai Ruang Soekarno karena beberapa kali dipakai Soekarno untuk beristirahat saat mengunjungi Kota Solo.

Di kamar Soekarno itu, juga diletakkan seperangkat piano.

Sejak disepakati sebagai cagar budaya pada 3 Mei 2013, Pemerintah Kota Surakarta kemudian menyiapkan bangunan wisma dua lantai di belakang Loji Gandrung sebagai rumah dinas baru untuk wali kota.

Rumah dinas baru itu mulai ditempati pada Agustus 2020.

Loji Gandrung punya dua sayap bangunan, yaitu sayap barat untuk kantor staf wali kota dan sayap timur untuk menerima tamu. Di bagian belakang ada aula untuk menggelar pertemuan.

Loji Gandrung sempat menjalani revitalisasi pada 2 Juni 2017 dan rampung akhir 2018. Kegiatan itu meliputi perbaikan atap sirap yang rapuh dan keropos dimakan rayap.

Selain itu Loji Gandrung dilengkap sebuah kolam besar lengkap dengan patung Gatot Subroto terbuat dari bahan logam warna kemerahan.

Pagar pembatas kompleks Loji Gandrung dengan trotoar jalan juga dibongkar supaya tidak ada jarak dengan publik.

Sementara itu Wali Kota Gibran Rakabuming Raka pada Februari 2022 lalu mengumumkan bahwa Loji Gandrung terbuka untuk dikunjungi masyarakat.

Fasilitas aulanya dapat dipakai sebagai tempat pertemuan masyarakat dan tidak dikenai biaya.

SUMBER: Indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/12/11/111500478/sejarah-loji-gandrung-solo-yang-jadi-lokasi-ngunduh-mantu-jokowi-dibangun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke