Salin Artikel

Kepala BKKBN: Stunting pada Anak Tidak Genetik, tapi karena Salah Urus

BREBES, KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan masalah genetik tidak bisa jadi penyebab munculnya stunting pada anak.

"Orang stunting bukan karena gen stunting. Stunting itu gara-gara salah urus. Misal (bayi) usia sehari dua hari sudah dikasih makan pisang, itu kan salah urus. Seharusnya dikasih ASI ekslusif," kata Hasto, di Pendapa Brebes, Senin (28/11/2022).

Hasto datang ke Brebes dalam acara peluncuran materi penyuluhan audiovisual bagi para penyuluh agama dalam program percepatan penurunan stunting.

Peluncuran materi audiovisual secara nasional dipusatkan di Pendopo Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (28/11/2022).

Dihadiri seribuan orang secara secara daring maupun luring.

Hasto mengatakan, saat ini pemerintah terus berupaya dalam penurunan angka stunting di Indonesia. Termasuk di Kabupten Brebes yang hingga kini masih banyak ditemukan kasus stunting.

Diungkapkan Hasto, tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Angka ini tergolong tinggi karena batas maksimal adalah 20 persen.

Sementara, di Indonesia dalam satu tahun ada 2 juta pasang orang yang menikah. Dari jumlah itu 1,6 juta hamil di tahun pertama. Kemudian dari 1,6 juta ibu hamil, jika prevalensi 24,4 persen maka akan melahirkan 400 ribu bayi stunting.

"Angka di kita masih tinggi, 24,4 persen. Jika dalam satu tahun yang nikah 2 juta, itu 1,6 hamil di tahun pertama. Kemudian dari 1,6 juta itu kalau tidak dicegah secara dini, bayi yang rawan stunting ada 400 ribu," kata Hasto.

Para penderita stunting memiliki beberapa dampak, yakni badan pendek, kemampuan intelektual di bawah rata-rata dan kesehatan mudah terganggu di usia paruh baya.

Pemerintah, kata Hasto, di tahun 2024 mendatang menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen dibanding tahun 2021 yang mencapai 24,4 persen.

"Pak Presiden menargetkan minimal setahun turun tiga persen," kata Hasto.

Hasto mengatakan, berbagai upaya dilakukan. Salah satunya menggandeng para penyuluh agama dan penghulu di seluruh daerah di bawah Kementerian Agama (Kemenag)

“Kalau kita ingin pesan pada calon pengantin itu, pintunya ada di mereka (penyuluh agama). Ketika mau menjadi keluarga baru, itu alasannya (menggandeng penyuluh agama dalam penurunan stunting),” kata Hasto.

Hasto mengatakan, pihaknya memberikan pembekalan kepada penyuluh agama dan penghulu dalam membantu penanganan stunting.

Mereka dibekali materi terkait kesiapan seorang laki-laki dan perempuan calon pengantin secara biologis.

“Dan tentunya syarat untuk nikah harus diperiksa tiga bulan sebelumnya,” imbuh Hasto.

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, di kantor-kantor Kementerian Agama pihaknya memiliki sumber daya seperti penceramah semua agama, penghulu dan lainnya yang bisa digerakan dalam percepatan penurunan angka stunting.

“Jadi ke depan, semangat kolaborasi kerjasama atar kementerian dan lembaga. Dengan kolaborasi ini ada percepatan-percepatan yang terukur dan teramati dengan baik,” kata Zainut.

Dengan materi penyuluhan dari BKKBN, penyuluh agama memberi pembinaan perkawinan yang sehat dari segi agama. Melalui pembinaan itu, calon pasangan baru akan dipastikan dalam kondisi yang sehat dan memenuhi syarat.

"Kita ada tahapannya, namanya binwin. Materinya seperti yang disampaikan BKKBN. Jadi, kita ingin pastikan pasangan yang akan nikah dalam kondisi sehat tidak hanya batin tapi dohirnya juga sehat," katanya.

Syarat suatu calon pasangan dinyatakan sehat sebelum nikah, memiliki benerapa parameter. Yaitu kesehatan fisik, psikologis ada fisiologis. Jika ada yang tidak memenuhi syarat, nanti akan mendapat bimbingan dan petugas.

"Ada parameternya untuk memenuhi syarat nikah, kesehatan, psikologis ada fisiologis. Jika ada yang tidak memenuhi syarat, nanti akan mendapat bimbingan. Ini untuk mitigasi penurunan stunting," pungkas Zainut.

https://regional.kompas.com/read/2022/11/28/180050878/kepala-bkkbn-stunting-pada-anak-tidak-genetik-tapi-karena-salah-urus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke