Salin Artikel

Kisah Pahlawan Nasional Depati Amir, Manfaatkan Pasar Bebas Singapura Hadapi Kompi Khusus Afrika

Namun hingga kini makam sang depati masih berada di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian mengatakan, Depati Amir lahir di Bangka pada 1798.

Ia berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki parit-parit tambang timah.

"Pada 1830 Depati Amir mulai mewarisi gelar depati dari sang ayah. Gelar tersebut merupakan gelar kehormatan bangsawan di Bangka yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Palembang," kata Akhmad kepada Kompas.com, Selasa (8/11/2022).

Namun belakangan terjadi konflik terkait sisa pembayaran timah dengan kongsi dagang Belanda.

Konflik tidak kunjung selesai karena dalam waktu bersamaan Belanda juga menerapkan praktik monopoli.

Depati Amir yang didukung para kepala kampung termasuk kelompok penambang dari etnis Tionghoa mulai melakukan perlawanan.

Perang terbuka akhirnya pecah. Kubu Depati Amir dibantu juga kepala kepala parit atau tambang timah orang Cina serta bajak laut dari Lingga. Mereka membeli senjata di pasar bebas Singapura.

Singkat cerita, setelah berpindah dari kampung dan hutan, Depati Amir tertangkap oleh pasukan Belanda pada 7 Januari 1851.


Penangkapan terjadi setelah Belanda melakukan pengepungan di Mendo Barat. Ketika itu rombongan Depati Amir hendak melarikan diri ke distrik Sungaiselan.

"Setelah ditangkap dibawa ke Batavia dan selanjutnya diasingkan ke NTT," kata Akhmad.

Akhmad menuturkan, selama di NTT, Depati Amir mengabdikan dirinya sebagai guru mengaji.

Selain itu, Depati Amir juga memperkenalkan teknologi penambangan, ilmu bela diri dan ilmu pengobatan pada masyarakat setempat.

"Bagi masyarakat Kupang beliau dianggap sebagai pahlawan juga karena banyak mengajar," ujar Elvian yang juga penulis buku berjudul Kampoeng di Bangka.

Makam Depati Amir terletak di pemakaman muslim Batukadera, Kupang. Di daerah yang sama juga dimakamkan sang adik, Depati Hamzah.

Menurut Akhmad, hingga saat ini belum ada rencana untuk memindahkan makam ke daerah Bangka. Hal itu karena makam di NTT dalam kondisi baik dan terawat.

Depati Amir juga tercatat cukup lama hidup di NTT, yakni sejak penangkapan tahun 1851 hingga meninggal 28 September 1869 pada usia 71 tahun karena tua dan sakit.

"Masyarakat setempat juga sudah menganggap sebagai keluarga. Bahkan cukup banyak ahli waris dari keturunan Depati Hamzah di sana," ujar Akhmad.

Nama besar Depati Amir saat ini telah diabadikan sebagai nama bandara, yakni Bandara Depati Amir (PGK) Bangka Tengah.

Sedangkan nama sang adik diabadikan menjadi nama RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang.


Depati Amir tercatat ikut berjuang menentang penjajahan Belanda dari tahun 1819 bersama bapaknya Depati Bahrin dan perjuangan yang dipimpinnya sendiri bersama adiknya Hamzah atau Cing di pulau Bangka sejak 1848-1851.

Praktik monopoli perdagangan timah yang diterapkan Belanda telah memantik perlawanan besar-besaran di Pulau Bangka.

Selain merusak tata niaga perdagangan, monopoli juga memicu terjadinya kerja paksa dan kemiskinan.

Untuk menakhlukan perlawanan gerlya Depati Amir, Belanda menerapkan blokade jalur laut dan darat.

Mata-mata juga disebar untuk melacak tempat persembunyian sang depati.

"Selama perlawanan Depati Amir, pulau Bangka ditetapkan dalam status darurat perang (staat van beleg) dan Belanda harus menghadapi dengan kekuatan militer, termasuk kompi khusus Afrika," ungkap Akhmad.

Belanda yang memaksimalkan pasukan infantri mereka akhirnya menemukan rute perjalanan dari Gunung Maras ke Sungai Selan.

Pasukan pengejar dari pihak Belanda kemudian dilipatgandakan hingga akhirnya menemukan rombongan Depati Amir yang sudah kelelahan.

https://regional.kompas.com/read/2022/11/08/132013378/kisah-pahlawan-nasional-depati-amir-manfaatkan-pasar-bebas-singapura-hadapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke