Salin Artikel

Mengenal Budaya Banten, dari Suku Baduy hingga Debus

KOMPAS.com - Banten merupakan provinsi di Pulau Jawa.

Wilayah Banten merupakan salah satu daerah yang memiliki beragam budaya.

Peyebaran agama Islam dan Kesultanan Banten memberikan pengaruh terhadap kebudayaan yang berkembang di Banten.

Keberadaaan pendatang juga memberikan pengaruh pada budaya di wilayah ini.

Berikut ini sejumlah budaya yang terdapat di Banten.

Budaya Banten

Suku Baduy di Banten

Suku Baduy merupakan suku asli Banten. Mereka masih menjaga tradisi dan anti modernisasi, baik dari cara berpakaian maupun pola hidup.

Suku Baduy tinggal di kawasan cagar budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektar di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.

Umumnya, perkampungan masyarakat terletak di area Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini merupakan peninggalan nenek moyang yang harus dirawat dan tidak boleh di rusak.

Bahasa Banten

Bahasa yang digunakan oleh penduduk asli Banten adalah dialek yang merupakan turunan Bahasa Sunda kuno.

Dalam bahasa Sunda moderen, dialek ini dikelompokkan sebagai bahasa kasar.

Namun sejumlah wilayah di Banten menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Wilayah Banten Selatan, seperti Lebak dan Pandeglang menggunakan bahasa Sunda campuran, Sunda Kuno, Sunda moderen dan bahasa Indonesia.

Wilayah Serang dan Cilegon menggunakan bahasa Jawa Banten, terutama untuk suku Jawa.

Wilayah Kota Tanggerang menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa ini juga digunakan oleh pendatang dari suku Betawi.

Sementara, bahasa Indonesia digunakan oleh pendatang dari wilayah lain di Indonesia.

Pakaian Adat Banten

Pakaian adat Banten untuk pria berupa dengan model baju koko dengan leher tertutup. Pada bagian bawah menggunakan celana panjang dan diikat dengan kain batik.

Sebilah parang diselipkan di ikat pinggang di bagian depan, sedangkan kain diselempangkan di bagian bahu.

Pakaian untuk wanita berupa baju adat kebaya dan kain batin untuk bawahannya.

Sepertihalnya pada pakaian pria, pakaian wanita juga menggunakan kain yang diselempangkan di bahu.

Aksesoris berupa bros yang digunakan di bagian depan kancing kebaya dan kembang goyang dipasang di sanggul.

Tarian Banten

Tari Dzikir Saman, berupa tarian yang dimainkan penari laki-laki dengan membentuk lingkaran. Mereka berputar sambil menyebut shalawat Nabi Muhammad SAW. Tarian ini tidak diiringi dengan alat musik.

Tari Cokek adalah tarian yang mulai diperkenalkan pada abad ke-19 ini. Saat ini, tari Cokek dimainkan lima sampai tujuh penari wanita dan beberapa penari pria. Tari Cokek merupakan pertunjukkan hiburan saat warga cina Benteng menyelenggarakan pesta pernikahan.

Senjata Tradisional Banten

Ada sejumlah senjata tradisional di Banten, yaitu:

Golok adalah pisau besar dan berat yang biasa digunakan untuk berkebun. Pisau ini juga banyak di temukan di kawasan Asia Tenggara. Golok juga merupakan simbol peradaban pada masa kerajaan Banten.

Bedog merupakan senjata tradisional yang bilahnya lebih lebar dengan ujung sedikit melengkung.

Congkarang atau arit Banten, merupakan senjata tradisional yang berbentuk bilah lengkung.

Parang merupakan senjata tradisional yang bilahnya lebih panjang.

Alat Musik Banten

Angklung Buhun, alat musik yang bisa digunakan dalam upacara seren taun dalam tradisi Sunda Banten.

Rampak Beduk, alat musik perkusi khas Banten yang dimainkan secara bersama-sama.

Dogdog Lonjor, merupakan alat musik dari bahan kayu yang berbentuk silinder memanjang dengan rongga di bagian tengahnya. Penamaan Dogdog berasal dari suara yang dihasilkan, sedangkan lonjor artinya panjang.

Pantun Bambu merupakan alat musik tradisional dari rakyat Cilegon. Awalnya, alat musik yang terbuat dari bambu ini adalah untuk melepas lelah usai petani bekerja di sawah. Saat ini, alat musik ini banyak berkolaborasi dengan alat musik lain. 

Kesenian Bela Diri Banten

Banten memiliki beberapa seni beladiri yang berakar pada budaya asli Indonesia. Seni bela diri yang terdapat di Banten, antara lain pencak silat dan debus.

Pencak silat

Pencak silat merupakan seni bela diri yang berakar pada budaya Indonesia. Diperkirakan pada abad ke-7 Masehi, pencak silat telah berkembang ke seluruh pelosok Indonesia.

Pencak silat diajarkan bersama dengan pelajaran agama di pesantren-pesantren maupun surau -surau oleh ulama. Budaya sholat dan silat merupakan satu keterkaitan erat dalam penyebaran pencak silat.

Perkembangan pencak silat di Banten juga tidak terlepas dari penyebaran agama Islam di wilayah ini.

Pencak silat berkembang seiring dengan berdirinya Kerajaan Islam di Banten dengan raja pertamanya, yaitu Sultan Hasanuddin pada abad ke-15.

Saat itu, pencak silat digunakan untuk penggemblengan prajurit supaya memiliki bekal ketangkasan. Silat juga sebagai pertahanan untuk memerangi penjajah kolonialisme.

Pada saat ini, Baten terkenal degan jawara atau orang yang mahir dalam ilmu silat.

Debus

Debus merupakan seni bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).

Debus merupakan kesenian yang menunjukkan kekebalan pada senjata tajam, kebal api, menggorang telur di kepala dan lain-lain.

Dalam bahasa Arab, debus berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, ujung runcing, dan bentuknya bundar.

Sumber:

warisanbudaya.kemdikbud.go.id, bantenprov.go.id, dan dindikbud.bantenprov.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/09/05/162902278/mengenal-budaya-banten-dari-suku-baduy-hingga-debus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke