Salin Artikel

Kawasan Mandalika Sisakan Kasus Sengketa Lahan Warga

Hanya ada sejumlah pekerja yang terlihat masih menyelesaikan proyek jalan raya usai digunakan untuk perhelatan MotoGP pada Maret lalu. 

Sementara itu, berjarak hanya 500 meter dari pintu pagar luar tikungan 9 sirkuit, masih berdiri tegak beberapa rumah warga. 

Sibawaeh (58) dan 40 kepala keluarga lain masih bertahan di atas bangunan tersebut karena belum ada kejelasan status atas tanah mereka di tengah sengketa lahan dengan PT Indonesia Tourism Develompment Corporation (ITDC) selaku pengelola kawasan Mandalika. 

Sudah empat tahun bergulir, namun sengketa lahan di wilayah tersebut tak kunjung usai.

Terbaru, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) telah menggelar pertemuan dengan ITDC dan pemilik lahan di kantor Jakarta untuk mencari jalan keluar atas sengketa lahan itu pada 3 Agustus lalu.

"Saya tidak diundang tapi saya nekat saja datang ke Jakarta. Alhamdulillah, saya bisa masuk ruangan dan menyampaikan permasalahan saya pada tim Menko Polhukam di Jakarta," ungkap Sibawaeh saat ditemui.

Bagi Sibawaeh, dirinya tidak terlalu berharap pembayaran lahannya akan diperoleh sesuai harapan, yang diinginkan hanya penegakan keadilan.

"Saya ini hanya mau keadilan, apapun hasilnya. Saya hanya minta pengadilan mengeksekusi ulang lahan yang salah obyek sebelum dilakukan land clearing oleh ITDC karena menganggap ini HPL (hak pengelolaan)," ungkap Sibawaeh.

Minta ganti rugi

Solidaritas Aliansi Masyarakat Lingkar Kawasan Mandalika (Asli-Mandalika), sejak Sabtu (13/8/2022) menggelar "Taman Raya" atau gotong-royong pembersihan lahan dan penanaman singkong di sejumlah lahan.

"Ini adalah bentuk protes kepada pemerintah dan PT ITDC atas berbagai persoalan, terutama sengketa lahan yang tak ada ujungnya ini," ujar Harry Sandy Ame, perwakilan Asli-Mandalika.

Sandy menekankan bahwa masyarakat hanya meminta sengketa atas lahan mereka segera diselesaikan dan pemerintah memenuhi hak demokratis masyarakat terdampak pembangunan KEK Mandalika.

"Masyarakat itu ingin mendapatkan ganti rugi yang layak, direlokasi di lokasi yang tidak mencerabut mereka dari wilayah kelola dan sumber ekonominya," kata Sandy.

"Mereka ini berladang atau petani dan nelayan, jangan dijauhkan dari wilayah kelola sumber ekonomi mereka, biasanya lahannya luas, di lokasi relokasi sangat sempit," imbuhnya. 

Warga juga meminta jaminan lapangan pekerjaan bagi pemuda lingkar kawasan Mandalika, serta meminta pemda dan pemerintah pusat melakukan investigasi serta riset komprehensif  terkait persoalan tersebut.

"Agar penyelesaian masalah warga terdampak tidak sepotong-sepotong dan terpisah-pisah," katanya.

Sandy mengingatkan bahwa pembangunan fasilitas untuk perhelatan MotoGP maupun World Superbike (WSBK) di kawasan Mandalika dilakukan di atas lahan masyarakat yang masih bersengketa. 

Menurutnya, proses skema pembebasan lahan yang selama ini berjalan pun sarat dengan intimidasi dan pelangaran HAM. 

"Masalah ini menyisakan setidaknya tiga masalah utama, salah bayar, dibayar sebagian, dan tidak dibayar sama sekali," kata Sandy.

Satgas penyelesaian sengketa lahan

Sebagai upaya menyelesaikan persoalan sengketa lahan itu, Pemprov NTB sebenarnya telah membentuk Satgas penyelesaian sengketa lahan Mandalika. Namun hingga kini persoalan itu tak kunjung dapat diselesaikan. 

Sandy menuturkan, persoalan itu terjadi lantaran data yang dimiliki Satgas belum mencakup seluruh warga yang sampai saat ini belum mendapatkan ganti rugi atas lahannya. Sementara PT ITDC disebut telah menyelesaikan semua persoalan tersebut. 

Menurut Sandy, PT ITDC mendatangi warga door to door dan menawarkan sejumlah kompensasi. Namun ia menilai kompensasi yang ditawarkan itu tak adil. 

"Mereka ditawarkan dengan nilai berkisar hanya Rp 3 juta, Rp 10 juta, hingga Rp 45 juta yang mencakup ganti rugi lahan, tempat tinggal dan, tanaman. Tentu saja tawaran-tawaran tersebut sangat tidak adil," ucapnya. 

Permasalahan lainnya, berkaitan dengan relokasi. Jumlah yang terpenuhi oleh penerima hak relokasi hanya mengakomodasi sebagian kecil warga.

Selain itu, bangunan rumah relokasi juga dinilai masih jauh dari kata layak. Hanya ada sekitar 65 unit yang disediakan bagi 120 KK. 

Sandy juga menyinggung ketiadaan jaminan akses pekerjaan bagi warga terdampak. 

Adapun, lapangan kerja yang tersedia saat ini hanya berupa lapangan kerja yang bersifat sementara dan musiman, yakni buruh bangunan dan tenaga-tenaga taktis yang dibutuhkan ketika ada event tertentu dengan upah rendah. 

Tanggapan gubernur NTB

Terkait dengan persoalan tersebut, Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyatakan akan meminta pihak Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemprov NTB untuk menyelesaikan persoalan tersebut. 

"Nanti coba saya minta update ke Kepala Kesbangpol yang saya minta ikuti semua prosesnya," kata Zulkieflimansyah. 

Sementara itu pihak ITDC belum merespons saat dikonfirmasi terkait persoalan itu. 

Pada 14 Februari lalu, ITDC melalui keterangan tertulis telah menegaskan bahwa lahan yang diklaim Sibawaeh adalah lahan HPL ITDC dengan nomor 71 dan 116 yang sah dan berstatus clean and clear.

HPL merujuk pada sebagian tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) dilimpahkan kepada pemegang HPL.

ITDC juga menyatakan bahwa status itu telah dikuatkan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah bahwa Amaq Semin, orangtua Sibawaeh tak memiliki lahan yang diduduki tersebut. 

https://regional.kompas.com/read/2022/08/16/091319078/kawasan-mandalika-sisakan-kasus-sengketa-lahan-warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke