Salin Artikel

Tradisi Keboan, Cara Ungkap Syukur Warga Desa Aliyan Banyuwangi kepada Sang Pencipta

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Tradisi adat Keboan kembali digelar masyarakat Suku Osing Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, pada Minggu (31/7/2022).

Ritual yang digelar setiap tahun pada bulan Suro atau Muharram itu, diawali dengan selamatan kampung di jalan utama desa.

Usai selamatan dilaksanakan, sejumlah petani dan warga yang mengenakan pakaian serba hitam ala kerbau tersebut mengalami kehilangan kesadaran.

Warga percaya, mereka yang kehilangan kesadaran itu kerasukan roh leluhur setempat.

Dengan kondisi itu, mereka keliling kampung sambil meronta-ronta layaknya seekor kerbau.

Diiringi musik gamelan khas Suku Osing yang sarat magis dan replika patung kerbau, mereka diarak bersama-sama oleh warga.

Arak-arakan dilakukan menuju ke titik kumpul Kantor Desa Aliyan yang berada di tengah kampung.

Mereka yang kesurupan berjalan layaknya kerbau yang sedang membajak sawah.

Mereka berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati.

Saat berjalan pun di pundak mereka terpasang lengkap peralatan membajak sawah.

Para petani yang menjadi kerbau lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin.

Dan saat berkeliling desa inilah, para kerbau itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.

Kepala Desa Aliyan, Anton Sujarwo mengatakan, ada dua kelompok warga yang arak-arakan Keboan.

"Dari sisi timur kantor desa berasal dari warga Dusun Krajan," ungkap Anton, kepada Kompas.com, pada Minggu (31/7/2022).

Disusul kemudian oleh rombongan dari Dusun Sukodono.

Dua kelompok ini dipercaya memiliki ruh leluhur yang berbeda, namun saling keterkaitan dengan tradisi adat Keboan.

Masing-masing dari kelompok itu menggelar atraksi di depan para tamu undangan di halaman kantor desa.

"Ini merupakan tradisi permohonan kami kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga desa kami selalu dihindarkan dari berbagai mala petaka dan diberikan keselamatan serta melimpahnya hasil panen," ungkap Anton.

Disebutkan, Keboan Aliyan dirangkai dengan berbagai kegiatan pendukung lain. Seperti wayangan, janger hingga pasar rakyat UMKM.


"Kami siapkan acara ini menjadi pesta rakyat. Tidak hanya bagi masyarakat Aliyan, tapi bagi seluruh masyarakat yang hendak hadir ke desa kami," tutup Anton.

Dalam ritual tersebut Forpimda Banyuwangi turut hadir. Mulai Bupati, Kapolresta, Dandim, Danlanal dan sejumlah pejabat penting lainnya.

Bahkan, sejumlah kepala desa dari berbagai kabupaten di Jawa Timur juga turut hadir dalam acara sakral ini.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas mengapresiasi acara ritual adat Keboan Aliyan.

Menurutnya dengan kegiatan komunal yang guyub tersebut akan menjadi modal dasar pembangunan.

"Keguyuban warga Aliyan dalam melaksanakan acara ini adalah perwujudan semangat gotong royong. Dengan bergotong royong ini, saya yakin akan membawa kemajuan bagi semua," ujar Ipuk.

Menurut Ipuk, ritual adat Keboan Aliyan dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan.

Sehingga dapat memberikan kontribusi dalam perputaran ekonomi masyarakat.

"Semoga penyelenggaraannya semakin baik dan ditata lebih kreatif sehingga menjadi daya tarik wisata yang lebih," tutup Ipuk.

Ritual adat Keboan Aliyan konon dilaksanakan sejak era Kerajaan Blambangan warisan Mbah Buyut Wongso Kenongo, yang lokasi makamnya berada di Dusun Cempokosari, Desa Aliyan.

Ritual tersebut dilaksanakan oleh masyarakat desa setempat yang berkultur Suku Osing setiap memasuki bulan Suro atau tahun baru Islam 1 Muharram penanggalan Jawa.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/31/191446478/tradisi-keboan-cara-ungkap-syukur-warga-desa-aliyan-banyuwangi-kepada-sang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke