Salin Artikel

Peninggalan Kerajaan Banten, dari Keraton Surosowan hingga Masjid Agung Banten

KOMPAS.com - Kerajaan atau Kesultanan Banten merupakan kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah menguasai perdagangan dan perlayaran.

Hal ini karena, Pelabuhan Karangantu yang terletak di Banten, merupakan pelabuhan besar dan jalur perdagangan internasional.

Ibu kota Kerajaan Banten di Surosowan, Banten Lama, Kota Serang.

Pendiri Kerajaan Baten adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad ke-16. Namun, Sunan Gunung Jati tidak pernah menjadi raja di Kerajaan Banten. 

Raja pertama adalah Sultan Maulana Hasanuddin, ia berkuasa pada 1551-1570 M.

Masa kejayaan Kerajaan Banten terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).

Kerajaan Baten mulai banyak diwarnai kerusuhan sejak pemerintahan Sultan Haji. Perlawanan rakyat Banten kepada VOC berlangsung hingga abad ke-19.

Pada tahun 1890, Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kerajaan Banten.

Hingga saat ini, masih ada peninggalan Kerajaan Banten.

Berikut ini sejumlah peninggalan Kerajaan Banten yang masih bertahan hingga saat ini.

Peninggalan Kerajaan Banten

1. Danau Tasikardi

Danau Taskardi dibuat pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini dilapisi dengan keramik dan batu bara.

2. Keraton Kaibon

Keraton Kaibon adalah keraton kedua setelah Keraton Surosowan.

Keraton Kaibon merupakan paninggalan Kerajaan Banten yag dibangun pada tahun 1815.

Keraton yang dibangun untuk ibunda sultan ini merupakan bekas kediaman Sultan Syafiuddin, Sultan Banten yang memerintah pada tahun 1809-1815.

Saat sultan wafat, kedudukan diganti oleh putranya yang berusia lima tahun. Untuk sementara, pemerintah dipegang oleh ibunya, yaitu Ratu Aisyah.

Pada tahun 1832, keraton yang merupakan situs budaya ini dibongkar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bangunan menyisakan pondasi, gapura, dan tembok-tembok.

3. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk didirikan pada tahun 1682. Benteng yang dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar atau Sultan Haji merupakan simbol kekuasaan Belanda.

Sultan Haji merupakan putra Sultan Sultan Ageng Tirtayasa yang mudah dibujuk oleh Belanda.

Benteng ini diperkirakan sebagai tempat pemukiman dan pertahanan Belanda.

Benteng juga sebagai tempat Belanda mengontrol kegiatan kesultanan ini masih dapat dinikmati hingga kini.

4. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Banten.

Masjid dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hassanuddin (1552-1570), putra pertama Sunan Gunung Jati.

Keunikan bangunan masjid adalah bangunan merupakan alkuturasi tiga budaya, yaitu Cina, Arab, dan Eropa.

Ciri khusus masjid adalah memiliki menara seperti mercusuar dengan bangunan atap bertumpuk, seperti Pagoda Cina.

Di lokasi masjid terdapat makam sultan dan keluarga sultan yang berada di serambi masjid.

Saat ini, masjid digunakan sebagai wisata religi dan untuk memperingati hari-hari besar, seperti peringatan Maulud Nabi Muhammadi SAW.

Selain itu, banyak peziarah dari dalam kota dan luar kota yang datang ke masjid ini.

5. Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara dibangun oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1542, letak vihara dekat dengan Masjid Agung Baten.

Tokoh penyebar agama Islam ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok, bernama Putri Ong Tien.

Pada tahun 1774, vihara dipindahkan ke kawasan Pamarica, hingga saat ini.

Ukiran pada klentheng ini menceritakan kejayaan Banten Lama, saat masih menjadi kota pelabuhan.

Bangunan yang terbakar pada tahun 2009 ini masih terlihat kokoh hingga kini.

6. Keraton Surosowan

Keraton Surosowan berdiri sekitar abad ke-17. Diperkirakan, bangunan didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasunuddin.

Keraton ini bukan tempat tinggal sultan pertama di Banten, karena tempat tinggal pertama sultan diduga berada dekat Karangantu.

Pembangunan keraton tidak lepas dari sejarah pemberian wilayah yang diserahkan Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin.

Keraton Surosowan mengalami penghancuran beberapa kali.

7. Meriam Ki Amuk

Meriam Ki Amuk memiliki panjang 341 cm, diameter belakang 66 cm, diameter mulut 60 cm, dan bagian dalam 32 cm.

Meriam ini diperkirakan dibuat pada pertengahan abad ke-17.

Dalam suatu tradisi pada tahun 1528-1529, Sultan Tranggana menghadiahkan sepucuk meriam besar buatan dari Demak kepada penguasa baru di Banten, hadiah itu sebagai tanda penghargaan atas hasil yang telah dicapai.

Meriam Amuk terdapat di Benteng Speelwijk. Dalam sejarahnya, meriam ini memiliki daya tembakan yang jauh dan ledakan yang besar.

Sumber:

kebudayaan.kemdikbud.go.id, cagarbudaya.kemdikbud.go.id, satpolpp.bantenprov.go.id, dispar.bantenprov.go.id, cagarbudaya.kemdikbud.go.id, kebudayaan.kemdikbud.go.id, dan kids.grid.id

https://regional.kompas.com/read/2022/07/26/192157778/peninggalan-kerajaan-banten-dari-keraton-surosowan-hingga-masjid-agung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke