Salin Artikel

Melihat Kegiatan Bocah SD di Bukit Menoreh, Turun ke Ladang dan Sawah Organik Tiap Pekan

KULON PROGO, KOMPAS.com – Hari tetap sejuk di Pedukuhan Suren, Kalurahan Pagerharjo, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kabut tebal masih mengambang di langit menahan terik matahari.

Cuaca seperti ini membuat sembilan bocah pelajar kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Prennthaler Kalirejo semakin gembira berkecipak lumpur di sawah kecil yang berada di bawah sekolah.

Bocah-bocah itu menancapkan tiap dua batang bibit padi ke tanah lumpur mengikuti penggaris kayu bertanda khusus.

Helai demi helai pun berbaris lurus sejajar dan berjarak lapang tiap bibit.

"Anak-anak senang sekali dalam kegiatan ini, apalagi sambil bermain dengan lumpurnya," kata Agnes Puji Kurniati, wali kelas 4 SD Prennthaler, pada Kamis (21/7/2022).

Sawah mini itu ukuran panjang 30 meter dengan lebar 10 meter.

Sawah sedang penuh air itu terbagi dalam tiga petak. Petak pertama dan kedua sudah tertanam bibit dengan rapi, sementara petak ketiga kosong.

Di petak itu, bocah-bocah terjun ke sawah sepanjang dua jam mata pelajaran Kamis, pukul 08.40–09.45 WIB. Satu jam mata pelajaran berlangsung 30 menit.

Agnes mengungkapkan, siswanya turun ke sawah sebagai bagian dari kegiatan ekstrakulikuler pertanian.

Pelajaran ekstra ini bagian dari salah mata pelajaran pertanian yang turut diajarkan sekolah.

"Ini kegiatan ekstra kulikuler bagian dari mata pelajaran pertanian organik yang juga mereka pelajari dalam kelas," kata Agnes.

Pelajaran ini membangun karakter, selain mata pelajaran utama.

Belajar langsung ke lapangan membangun penghargaan anak pada usaha dan hasilnya.

Karenanya, sejak dini, anak-anak menghargai usaha apapun yang dilakukan orang, termasuk pekerjaan petani sebagaimana kehidupan agraris di Pagerharjo.

“Ini mengajari anak agar menghargai semua karya dan ciptaan Tuhan, termasuk salah satunya hasil dari bertani,” kata Agnes.

Para bocah pun tampak riang terjun ke lumpur sawah. Mereka tidak takut dengan becek, katak yang sesekali ditemui, hingga belut.

Pelajaran ekstra turun ke ladang dan sawah berlangsung satu kali satu pekan di antara Selasa, Rabu dan Kamis.

Tiap kelas menghabiskan dua jam mata pelajaran atau sekitar 30 menit tiap mata pelajaran.

Mereka kembali ke kelas untuk belajar, didahului membersihkan diri dahulu dan ganti pakaian seragam.

Florentinus Sunardi dan Supriyati jadi pendamping ekstra pertanian di area sawah.

Sunardi menceritakan, belajar di sawah bukan berarti mendorong anak menjadi petani, tetapi sebagai pengetahuan di sambi bermain.

Belajar dimulai lewat mengenal, sekaligus merasakan, hingga membangkitkan penghargaan pada kerja keras dan bangga pada hasil yang ikut mereka rasakan.

“Sehingga, (jangan) kalau makan tidak dihabiskan. Dari sini, mereka tahu betapa sulit dan kerasnya para petani. Sehingga anak-anak menghargai makanan,” kata Sunardi.

Mulai dari belajar jarak tanam antar bibit tanam, menanam itu sambil maju atau sambil maju, biasanya orang tidak tahu.

Menancapkan bibit juga tidak terlalu dalam sehingga anakannya berisiko tidak tumbuh. Semua kegiatan ekstra di sawah ini butuh empat bulan.

“Hari ini tanam, minggu depan memberi pupuk dari urin kelinci, minggu depan lagi pengamatan hingga empat bulan dan mendapat bawon, itu semacam bagi hasil,” kata Sunardi.

Pelajaran ekstra ini sejatinya sudah berlangsung lama. Sebelumnya, pelajar diajak ikut ke sawah di lahan orang.

Kali ini, sekolah sudah memiliki lahan sawah sendiri meskipun kecil.

"Nanti sampai panen dan ikut bagi hasil. Tidak banyak," kata Sunardi.

Belajar sambil bertani berlangsung di lahan seluas 4.000 meter persegi.

Berada pada tanah miring jurang yang satu komplek dengan Gereja Katolik Santa Lucia Kalirejo.

Tanah kemudian dibikin berundak atau terasering. Kelompok petani Suburnggabur mengelola lahan itu.

Lahan dikemas lengkap, mulai dari pembibitan, kandang kompos, gudang.

Kemudian di bagian teras-teras jadi tempat menanam sayur mayur hingga padi.

Tiap jenis sayur ditanam dalam bedengan seluas 1x10 meter. Pertanian ini organik, tanpa pupuk kimia melainkan pupuk dari kompos.  

Sayur yang dihasilkan, mulai dari sawi-sawian, seperti sawi putih, sawi pahit, caisim, hingga sawi sendok atau pakcoy.

Kemudian, ada selada keriting, kangkung, lembayung, hingga kacang panjang maupun buncis. Sayur buah juga ada, seperti terong, tomat, jagung, timun, maupun cabai.

Pendamping pertanian, Ignatius Eko Prasetyo menceritakan, semua berawal dari para pemuda prihatin bagaimana anak-anak sudah jarang ikut turun ke ladang.

Padahal di desa ini rata-rata keluarga petani. Kelompok Suburnggabur kemudian bercita-cita untuk mendorong anak tidak lupa dari mana mereka berasal.

Mulai 2008, pihaknya membuka lahan dengan meminjam lahan sekolah untuk mengembangkan ekosistem.

Imbal baliknya, sekolah menitipkan anak untuk dibimbing pertanian organik.

Awalnya, merek bisa menanam sampai 30 jenis tanaman.

"Bahkan awalnya ada lobak," kata Eko.

Perjalanan waktu, tersisa 15 jenis tanaman, sesuai kebutuhan pasar.

Eko menceritakan, pelajar tidak langsung turun ke lahan dan ikut bercocok tanam.

Bocah kelas 1-3 hanya mengenal jenis tumbuhan, menyukai ladang dan lahan pertanian, dan mengerti pemanfaatannya.

Mereka baru mencoba menanam dalam polibag. Berbeda dengan pelajar yang lebih senior.

Pelajar kelas empat, lima dan enam sudah terlibat menggarpu lahan, menanam, perawatan, menyiram, pada tanaman buah juga ikut memberi lanjaran atau tonggak agar bisa berdiri, termasuk juga ikut memanen.

Tiap kelas mendapat kepercayaan menangani sembilan bedeng berisi sayur yang berbeda.

“Misal ada yang ingin beli saat pulang gereja besoknya, sehari sebelumnya anak-anak ikut panen,” kata Eko.

Sekolah ini memang menggelar ekstrakulikuler yang berbeda. Tiap anak menyukai kegiatan ini.

Semua berlangsung di alam yang memiliki keindahan pemandangan Bukit Menoreh.

"Senang bisa main di ladang," kata Kakak Yusuf, pelajar kelas satu yang baru pertama terjun ke ladang itu. 

https://regional.kompas.com/read/2022/07/22/060424378/melihat-kegiatan-bocah-sd-di-bukit-menoreh-turun-ke-ladang-dan-sawah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke