Salin Artikel

"Bukan Cuma Harganya yang Mahal, Stok Elpiji di Kios yang Biasa Jual Juga Kosong"

Namun, kenyataan di lapangan, harga jual elpiji tiga kilogram melambung tinggi.

Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), harga jual elpiji tiga kilogram mencapai Rp 30.000 per tabung. Kenaikan harga gas itu mulai dikeluhkan warga.

Selain itu, masyarakat juga mengeluh elpiji ukuran tiga kilogram dijual bebas di sejumlah kios dengan harga di atas HET.

Beberapa kios yang tak memiliki izin, menjual elpiji tiga kilogram dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 30.000.

Masih ada sejumlah kios yang menjual elpiji ukuran tiga kilogram dengan harga Rp 22.000. Kios itu mengaku mendapatkan elpiji dari penyuplai yang berbeda dengan harga di bawah Rp 20.000.

Di balik harganya yang tinggi, warga juga kesulitan mendapatkan elpiji ukuran tiga kilogram. Dari pantauan Kompas.com di beberapa kios di Kecamatan Donggo, elpiji ukuran tiga kilogram rata-rata kosong.

Salah seorang warga Desa Kala, Kecamatan Donggo, Rahma mengaku harus mencari ke desa lain untuk mendapatkan elpiji ukuran tiga kilogram.

"Masalahnya sekarang bukan cuma harganya yang mahal, stok gas elpiji di kios-kios yang biasa jual juga kosong. Karena penjualannya ada waktu tertentu, tergantung suplai dari pangkalan. Kami terpaksa mencari ke kios dan toko yang masih memiliki stok di wilayah lain, meskipun harganya cukup mahal Rp 25.000 per tabung,” kata Rahma saat ditemui Kompas.com, Jumat (15/7/2022).

Menurut dia, harga elpiji ukuran tiga kilogram ini sangat mencekik bagi warga kurang mampu, mengingat sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani.

Perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu mengatakan, kios kecil di sekitar rumahnya menjual elpiji tiga kilogram dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 22.000 hingga Rp 30.000, dalam beberapa bulan terakhir.

Sementara itu, harga elpiji tiga kilogram di pangkalan resmi sekitar Rp 25.000 per tabung. Padahal, sesuai aturan, setiap pangkalan wajib menjual elpiji tiga kilogram seharga Rp 18.000 per tabung.

”Saya cukup heran melihat kondisi gas elpiji tiga kilo akhir-akhir ini, di kios-kios banyak dijual bebas dengan harga tinggi. Bagi kami yang ekonomi pas-pasan dengan harga Rp 25.000 sampai Rp 30.000 itu berat," tuturnya.

Warga Kecamatan donggo, Sumantia mengaku membeli elpiji di salah satu pangkalan resmi di kecamatan tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Elpiji ukuran tiga kilogram dijual seharga Rp 25.000 per tabung di pangkalan itu. Sementara, pemilik kios tak berizin bisa membeli elpiji tiga kilogram seharga Rp 20.000 per tabung.

"Terakhir saya beli di pangkalan Rp 25.000. Seharusnya kami ibu-ibu bisa mendapatkan gas elpiji di pangkalan dengan harga Rp 18.000 sampai Rp 20.000, karna di kios-kios itu dijual rata-rata Rp 25.000-Rp 30.000 per tabungnya," tutur Sumantia.


Sementara itu, pemilik warung eceran di Desa Kala, Satiamah mengaku membeli gas dari salah satu pangkalan resmi di desa setempat dengan harga Rp 20.000 per tabung.

Elpiji subsidi itu lalu dijual kembali dengan harga Rp 25.000 per tabung.

"Harga di pangkalan itu Rp 20.000, itu berlaku khusus kami yang jual. Kalau masyarakat yang beli langsung mungkin tidak dikasih dengan harga segitu," ujar Satiamah.

Meski begitu, pedagang tersebut mengaku kesulitan mendapatkan stok elpiji dari pangkalan tersebut dalam beberapa waktu terakhir.

Akibatnya, Satiamah terpaksa membeli elpiji tiga kilogram di pangkalan lain, meski harganya lebih mahal. Sehingga, ia menjual kembali elpiji tiga kilogram seharga Rp 30.000 di warungnya.

"Sekarang di pangkalan kosong. Terpaksa saya ambil gas di Bolo Rp 25.000, makanya mahal. Per tabung saya jual Rp 30.000, dan untungnya cuma Rp 5.000 per tabungnya," tuturnya.

Salah satu tokoh masyarakat di Desa Kala, Itot mengaku kesal dengan dugaan praktik jual bebas elpiji berukuran tiga kilogram itu.

Menurutnya, pasokan elpiji bersubsidi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat itu justru menyasar pedagang nakal.

"Gas bersubsidi ini sengaja disuplai oleh pangkalan, kemudian dijual kembali oleh kios-kios. Hampir setiap titik kita dengan mudah mendapatkan pedagang eceran gas elpiji bersubsidi tanpa izin. Harga jual mereka berbeda jauh dari HET," ujar Itot.

Akibat ulah oknum pangkalan nakal ini, kata dia, konsumen pun menjerit mahalnya elpiji.

Itot berharap, pemerintah bisa mengontrol harga penjualan elpiji dan menertibkan pangkalan nakal yang menjual gas kepada pedagang.

"Saya berharap agar pemerintah melakukan kontrol harga pasar penjualan gas subsidi. Apabila terbukti pangkalan menjual di atas HET harus diberikan sanksi tegas," kata dia.


Terpisah, Kepala Bagian Protokol & Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Bima Suryadin yang dikonfirmasi via pesan singkat mengaku, belum mendapat informasi terkait bebasnya penjual gas bersubsidi dengan harga jual di atas HET yang ditetapkan pemerintah.

"Belum ada laporan yang masuk, nanti di-crosscheck dulu ke bagian ekonomi," kata Suryadin.

Kendati demikian, ia mengatakan pangkalan wajib menjual elpiji tiga kilogram sesuai aturan yang ditetapkan.

Apabila ada pengecer dan pangkalan atau agen yang terbukti menjual elpiji tiga kilogram di atas HET, menurut dia, akan dikenakan sanksi.

"Bagi para distributor maupun pengecer yang tidak mematuhi ketentuan yang ada, maka itu akan dilakukan evaluasi dan sanksi akan ditentukan oleh tingkat kesalahan," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/15/182125578/bukan-cuma-harganya-yang-mahal-stok-elpiji-di-kios-yang-biasa-jual-juga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke