Salin Artikel

Jalur Perbatasan Indonesia–Malaysia di Nunukan Diblokade, Hasil Panen Padi Menumpuk di Gudang, BBM Digendong Melewati Hutan

Belum ada solusi atas pernyataan sikap warga perbatasan yang menuntut adanya perdagangan tradisional kembali seperti semula,.

Warga menginginkan perdagangan dilakukan tanpa melewati skema koperasi, yang mereka anggap justru membuka lebar lebar peluang terhadap dugaan monopoli harga.

Imbas penutupan jalur perbatasan bukan main-main, kebutuhan pokok warga Krayan yang selama ini lebih bergantung dengan Malaysia, sama sekali terhenti.

"Sudah tentu kondisi Krayan semakin sulit. Kita sama tahu bagaimana Krayan yang memiliki ketergantungan dengan Malaysia dalam segala aspek. Sembako, kebutuhan lain, bahkan BBM semakin sulit didapat," ujar Donal Kurid, salah seorang guru honorer di SMAN I Krayan, kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2022).

Donal mengeluhkan keadaan Krayan yang seakan termarginalkan dan seakan lebih jauh dari peradaban.

Sebelum Covid-19 mewabah, kondisi Krayan meski sulit dan barang-barang serba mahal, namun tidak sesulit saat ini.

Terlebih dengan penutupan jalur perbatasan, bisa dibayangkan bagaimana kesulitan semakin terasa.

"Saya sebagai guru honor sudah tentu tidak bisa hanya mengandalkan gaji. Tidak akan cukup gaji untuk memenuhi kebutuhan pokok. Itulah kenapa harus banting tulang kerja lain. Krayan ini berbeda, barang Malaysia tidak masuk, bagaimana bisa hidup," katanya lagi.

Tidak bisa dibantah, bahwa Krayan memiliki tradisi perdagangan tradisional sejak dahulu kala.

Kesamaan kultur, budaya dan hubungan kekerabatan di perbatasan Malaysia, membuat dua warga serumpun ini mempraktikkan perdagangan lintas batas.

Tidak ada kendala selama itu terjadi. Hambatan muncul saat terjadi lockdown untuk mengantisipasi sebaran wabah covid-19.

Dan diperparah dengan skema perdagangan melalui koperasi yang diduga membuka luas dugaan monopoli harga untuk warga Krayan.

Kerja sambilan demi dapur tetap ngebul

Kondisi saat ini, dikatakan Donal, memang menambah kesulitan Krayan. Hanya saja, tuntutan warga perbatasan, tentu butuh perhatian serius dari semua pihak.

Imbas dari penutupan jalur bahkan dirasanya sangat berat. Donal harus bekerja sambilan untuk menjaga dapurnya selalu ngebul.

"Saya kan guru honor, gaji enggak seberapa. Jadi mumpung sekarang musim tanam padi, kadang kita tawarkan jasa babat rumput dengan mesin, kadang menjual hasil kebun. Apa saja, asal ada untuk survive," katanya.

Belum lagi untuk mengajar bensin antre lama hanya mendapat jatah tiga liter.

"Jarak rumah ke sekolah itu sekitar satu setengah jam ketika normal. Kalau hujan lebih lama lagi karena jalanan jelek," tambah Donal.

Jeritan warga Krayan semakin melengking

Dataran tinggi Krayan memiliki geografis sulit, dan hanya bisa ditempuh melalui jalur udara dari kota kabupaten di Nunukan.

Akhir-akhir ini, pemandangan antrean BBM di APMS Krayan, selalu terjadi dari pagi sampai siang hari.

Satu motor dijatah tiga liter BBM, dan harus mengantre setelah mendapat kupon. Banyak dari mereka tidak mendapat kupon karena BBM sangat terbatas.

"Kondisi itu memaksa warga kami harus memesan BBM di Malaysia dengan harga mahal. BBM dalam jerigen digendong melewati hutan, dan dijual Rp 35.000 per liter," tutur Donal.

Untuk mendapat BBM, warga Krayan akan memesan ke penjual yang ada di Malaysia. keduanya lalu bertemu di masing-masing batas Negara untuk melakukan transaksi jual beli BBM.

"Bukan masuk Negara mereka. Kan kita belum ada izin untuk masuk Negara orang," jelasnya. BBM tersebut kemudian digendong melewati hutan sebelum dijual eceran ke masyarakat.

Jika perbatasan yang dilewati adalah Long Midang – Ba’kelalan, tentu hanya menempuh beberapa jam saja.

"Namun jika yang dilewati adalah perbatasan antara Lembudud – Ba’rio, atau Long Layu – Ba’siuk, maka terkadang warga harus menginap dalam hutan," imbuhnya.

Hal lain yang tak kalah parah, adalah warga Krayan, tidak bisa menjual hasil panennya ke Malaysia.

Padahal, padi Adan khas Krayan, menjadi komoditas andalan masyarakat dan menjadi makanan favorit Sultan Brunei.

"Hasil panen menumpuk di gudang. Itu menurunkan semangat petani. Stok di gudang melimpah dan belum terjual sejak pandemi," lanjutnya.

Kronologis kasus

Masyarakat adat Dayak Lundayeh di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, memblokade jalur Ba'kelalan Malaysia dan Long Midang, di perbatasan Indonesia, sejak Selasa (5/7/2022).

Aksi ini dilakukan masyarakat perbatasan yang sudah muak dengan kondisi serba sulit dan terisoasi, namun masih menjadi korban keadaan yang disinyalir akibat adanya permainan harga antara koperasi di Krayan dan koperasi di Malaysia.

Dengan skema perdagangan yang diatur koperasi, yang sebelumnya merupakan solusi perdagangan lintas batas di tengah pandemi.

Harga barang kebutuhan pokok penting (Bapokting), di dataran tinggi Krayan, selalu jauh lebih mahal dari sebelum Covid, dan tak kunjung turun hingga hari ini.

Camat Krayan, Ronny Firdaus menuturkan, blokade dilakukan sebagai aksi unjuk rasa atas tingginya bahan pokok dan Sembako sejak pandemi covid 19 yang tak kunjung turun.

Selain itu, alur pengiriman barang yang keluar masuk, ditentukan melalui sebuah koperasi yang ditunjuk oleh Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching Sarawak.

"Ada kekecewaan masyarakat yang diduga dipicu monopoli harga oleh Koperasi. Akhirnya masyarakat protes dengan menutup total akses keluar masuk perbatasan RI - Malaysia, Long Midang menuju Ba'kelalan Malaysia," ujarnya.

Harga tinggi yang tak kunjung turun, menjadi pokok masalah yang terus dipertanyakan. Meski Krayan masih mendapat suplay Sembako dari Tarakan dan Malinau, namun perdagangan tradisional antara Krayan – Ba’kelalan, yang terjadi sejak Indonesia merdeka, masih menjadi urat nadi yang selama ini lebih diandalkan warga perbatasan.

Warga Krayan menuding ada monopoli harga pihak koperasi yang memanfaatkan kondisi sulit. Mereka masih berharap keuntungan tinggi dan rela mengorbankan masyarakat di batas negeri.

Sebagai contoh, harga gula pasir yang tadinya Rp 14.000-16.000 per kg sebelum wabah Covid-19, dengan sistem perdagangan melalui koperasi yang jalan sampai hari ini, harganya dibanderol Rp 24.000-26.000 per Kg.

Demikian juga dengan bahan bangunan. Semen misalnya, sebelum melalui koperasi dijual dengan harga Rp 180.000-230.000 per zak, begitu lewat koperasi, harga menjadi Rp 300.000 per zak.

"Karena RI dan Malaysia sudah masuk endemi, maka masyarakat menuntut supaya sistem perdagangan itu kembali seperti semula bebas (business to business) tanpa harus dengan berbagai persyaratan," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/09/070700978/jalur-perbatasan-indonesia-malaysia-di-nunukan-diblokade-hasil-panen-padi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke