Salin Artikel

Jeritan Masyarakat Dayak Lundayeh, Sudah Terisolir, Jadi Korban Monopoli Harga

NUNUKAN, KOMPAS.com – Masyarakat adat Dayak Lundayeh di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kecewa atas harga tinggi bahan pokok penting sejak pandemi yang tak kunjung turun.

Mereka bergerak memblokade jalur Ba'kelalan Malaysia dan Long Midang, di perbatasan RI-Malaysia, sejak Selasa (5/7/2022).

Mereka mengaku sudah sangat muak dengan kondisi serba sulit dan terisolir, namun masih menjadi korban keadaan yang disinyalir akibat adanya permainan harga antara koperasi di Krayan dan koperasi di Malaysia.

Skema perdagangan diatur koperasi, yang sebelumnya merupakan solusi perdagangan lintas batas di tengah pandemi.

Harga barang kebutuhan pokok penting (bapokting) di dataran tinggi Krayan, selalu jauh lebih mahal dari sebelum Covid-19 dan tak kunjung turun hingga hari ini.

Menanggapi aksi ini, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid, melalui Kabag Protokol dan Koordinasi Pimpinan, Joned, mengatakan, Pemkab Nunukan mengusahakan untuk mengkomunikasikan masalah ini ke Pemrov Kaltara.

‘’Agar persoalan penunjukan koperasi ini mendapat solusi terbaik. Baik secara regulasi sebagaimana yang sudah menjadi kesepakatan dengan Sarawak, maupun aspirasi masyarakat dengan adanya perbedaan harga sebagaimana terjadi sekarang,’’jawabnya, Kamis (7/7/2022).

Tidak ada komentar lain, seperti bagaimana sementara ini mencukupi kebutuhan bahan pokok penting warga Krayan, atau apakah ada kebijakan tertentu, mengingat blokade jalur perbatasan, berarti membuat penjualan hasil bumi Krayan, seperti beras adan dan lainnya tidak bisa lagi dijual ke Malaysia.

‘’Intinya seperti itu," jelas Joned.

Sebelumnya, koordinator aksi pemblokiran jalan Long Midang – Ba’kelalan Drs.Yuni Sere mengatakan, harga tinggi bahan pokok yang tak kunjung turun, menjadi pokok masalah yang terus dipertanyakan.

Warga Krayan, menuding ada monopoli harga pihak koperasi yang memanfaatkan kondisi sulit. Mereka masih berharap keuntungan tinggi dan rela mengorbankan masyarakat di batas negeri.

Sebagai contoh, harga gula pasir yang tadinya Rp 14.000- Rp 16.000 per kilogram sebelum pandemi Covid-19, dengan sistem perdagangan melalui koperasi yang jalan sampai hari ini, harganya dibanderol Rp 24.000- Rp 26.000 per kilogram.

Demikian juga dengan bahan bangunan. Semen misalnya, sebelum melalui koperasi dijual dengan harga Rp 180.000-Rp 230.000 per zak, begitu lewat koperasi, harga menjadi Rp 300.000 per zak.

"Karena RI dan Malaysia sudah masuk endemi, maka masyarakat menuntut supaya sistem perdagangan itu kembali seperti semula bebas (business to business) tanpa harus dengan berbagai persyaratan,"jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/07/112136978/jeritan-masyarakat-dayak-lundayeh-sudah-terisolir-jadi-korban-monopoli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke