Salin Artikel

Accera Kalompoang, Tradisi Membersihkan Benda Pusaka Kerajaan Gowa Saat Idul Adha

KOMPAS.com - Accera Kalompoang merupakan tradisi turun temurun keluarga Kerajaan Gowa, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

Tradisi ini merupakan pencucucian benda-benda pusaka Kerajaan Gowa yang dilakukan setelah shalat Idul Adha.

Pelaksanaan tradisi ini melibatkan keluarga kerajaan dan Pemerintah Kabupaten Gowa.

Tradisi Accera Kalompoang

Sejarah Accera Kalompoang

Accera Kalompoang merupakan upacara adat untuk membersihkan benda-benda pusaka Kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum Balla Lompoa.

Inti Accera Kalompoang adalah pembersihan dan penimbangan Salokoa (mahkota).

Pertama kali, upacara ini dilakukan oleh Raja Gowa yang pertama kali memeluk Islam, yaitu I Mangngarrangi Daeng Mangrabbia Karaeng Lakiung Sultan Alaudidin pada awal 9 Jumadil Awal 1051 H atau 20 September 1605.

Saat itu, Raja Gowa XIV yang sudah memulai upacara belum menjadikannya sebagai tradisi.

Baru ada pemerintahan Raja Gowa XV, I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga Ri Papambatuna, tradisi Accera Kalompoang menjadi tradisi.

Tradisi tersebut dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah, yaitu setiap selesai shalat Idul Adha.

Kemudian, Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawangg Karaeng Bontomanggape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla Pangkana yang memiliki gelar ayam jantan dari timur memasukkan unsur-unsur Islam, yakni penyembelihan hewan kurban.

Benda Pusaka Accera Kalompoang

Accera Kalompoang telah tercantum sebagai warisan tak benda yang mendapat sertifikat resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tertanggal 10 Oktober 2018.

Benda-benda pusaka tersebut dapat dikeluarkan dari tempatnya sekali dalam setahun dalam upacara adat Accera Kalompoang.

Ada 15 benda pusaka yang dicuci dalam upacara adat ini. Sebagina besar benda-benda tersebut terbuat dari emas murni dan bertatahkan berlian. Benda-benda pusaka tersebut, yaitu:

1. Saloka atau mahkota yang terbuat dari emas murni yang bertatahkan berlian sebanyak 250 butir. Ukuran garis tengah mahkota 30 sentimeter dengan berat 1768 gram. Bentuk mahkota menyerupai kerucut bunga teratai dengan lima helai kelopak daun.

2. Sudanga atau sebilah senjata sakti sejenis kalewang (sonri) yang terbuat dari besi putih, berhulu, dan bersarung tandung binatang berhias emas putih dengan relief geometris dan lilitan rotan. Panjang benda ini berukuran 72 sentimeter, lebar empat sentimeter, dan sembilan sentimeter.

Sudanga menjadi milik Karaeng Bayo, suami dari Karaeng Tumanurunga Baleneyea ri Tamalatea sekitar abad XIII, kemudian senjata ini menjadi atribut legitimasi saat penobatan raja berkuasa.

3. Ponto Janga-jangaya atau gelang berbentuk naga melingkar sebanyak empat buah. Gelang ini terbuat dari emas murni dengan berat 985,5 gram. Banda pusaka berasal dari Tumanurung.

4. Kolara atau Rante Kalompoang yang berbahan emas murni. Ada empat kalora yang memiliki panjang 51 cm, 55 cm, dan 49 cm yang keseluruhannya memiliki berat 2.182 gram.

5. Tatarapang atau sejenis keris emas dengan permata dan besi tua sebagai pelengkapnya. Benda yang digunakan dalam upacara kerajaan ini memiliki panjang 51 cm, lebar 13 cm, dan berat 9.865 gram.

6. Lasipo atau parang dari besi tua. Senjata ini digunakan oleh raja sebagai pertanda untuk mendatangi suatu tempat yang akan dikunjungi. Karakteristik senjata dengan panjang 62 cm dan lebar 6 cm. Parang berasal dari Kerajaan Nunukan.

7. Matatombak, kerajaan memiliki benda ini sebanyak tiga jenis. Tama Dakkaya adalah matatombak yang dapat dijadikan sebagai senjata pada masa Kerajaan Gowa, dengan panjang 49 cm dan lebar 3 cm.

Matatombak jinga yang terbuat dari besi hitam dan berfungsi sebagai senjata sakti Kerajaan Gowa. Senjata memiliki panjang 45 cm dan lebar 3 cm.

Matatombak Bu'le merupakan anak sumpit dari besi hitam dengan panjang 31 cm dan lebar 1,3 cm. Senjata tersebut berasal dari Karaeng Loe di Bajeng.

8. Berang Manurung atau sejenis kelewang atau parang panjang. Senjata bernama Manurung karena keberadaannya secara gaib dibilik penyimpanan benda-benda pusaka.

9. Bangkarata'roe atau perhiasan berbentuk seperti anting-anting yang terbuat dari emas murni berjumlah empat pasang.

Anting-anting sebagai pelengkap wanita dari pihak raja pada kegiatan upacara. Panjang anting-anting 62 cm, 5 cm, dengan berat 287 gram yang berasal dari Tumanurunga.

10. Kancing gaukang atau kancing bulaeng yang terbuat dari emas murni dengan jumlah empat buah. Benda ini adalah perhiasan kerajaan dengan garis tengah 11,5 cm dan berat 277 gram yang berasal dari Tumanurunga.

11. Cincin Gaukang atau cincin dengan emas murni dan perak. Perhiasan ini merupakan perlengkapan wanita dengan jumlah 12 buah.

12. Tobo Kaluku atau rante manila yang merupakan sejenis emas yang digunakan dalam upacara khusus kerajaan. Benda ini memiliki panjang 270 gram dengan panjang 212 cm.

13. Pannyanggayya atau parang emas dan berambut ekor kuda. Benda yang dipakai dalam upacara khusus memiliki panjang 22 cm.

14. Penning emas atau medali emas yang terbuat dari emas murni yang merupakan pemberian Kerajaan Gowa.

15. Medali emas atau piagam penghargaan yang terbuat dari emas murni. Piagam ini merupakan pemberian Kerajaan Belanda sebagai tanda kehormatan.

Sumber:

gowakab.go.id dan eprints.unm.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/06/30/185411278/accera-kalompoang-tradisi-membersihkan-benda-pusaka-kerajaan-gowa-saat-idul

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke