Salin Artikel

Beli BBM Pakai Aplikasi Mypertamina, Dianggap Diskriminatif hingga Persulit Penimbun BBM

KOMPAS.com - Kebijakan membeli bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) menuai dukungan dan kritikan warga.

Seperti diketahui, kebijakan tersebut akan disosialisasikan mulai 1 Juli 2022 di beberapa kota di lima provinsi, yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Yogyakarta.

Kompas.com mencoba merangkum sejumlah pendapat warga terkait kebijakan tersebut.

Salah satunya, Joni (58), warga Kota Yogyakarta. Menurutnya, kebijakan tersebut justru membuat ribet dan terkesan ada diskriminasi bagi warga yang tak memiliki ponsel pintar.

"Kalau suruh antre gitu kan lama harus menunjukkan itu, nggak setuju ribet dan ngerepoti. Kasihan masyarakat lain yang enggak punya HP," katanya ditemui di Selasar Malioboro, Rabu (29/6/2022).

Senada, Hendra, warga yang ditemui saat mengisi bensin di SPBU Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, Rabu (29/6), mengaku kurang setuju karena tidak efektif.

Dirinya juga menyoroti soal aturan pelarangan menghidupkan ponsel saat pengisian bensin.

"Di dekat tempat pengisian BBM (dispenser), terpampang jelas dilarang menggunakan hape. Tapi nanti justru harus menggunakan hape. Ini gimana?" ujarnya yang nampak kebingungan dengan kebijakan pemerintah ini.

Budi Rahmat, warga lainnya di SPBU Sindangkasih, juga menyayangkan adanya kebijakan itu.

Budi menganggap, kebijakan itu tidak membantu warga, khususnya yang tidak menggunakan smartphone.

"Kalau yang mau ngisi bensinnya orang tua, bagaimana? Mereka ada yang tidak menggunakan smartphone," katanya.

Enggan mengikuti prosedur terkait pembelian bensin dengan aplikasi, sejumlah warga Bandung memilih beli bensin di SPBU di wilayah Cimahi.

"Dari pada ribet beli di Bandung, mending cari yang mudah aja di Cimahi. Walaupun sama-sama antre," ujar Raja (27), salah seorang pengendara asal Kota Bandung yang ikut antre di SPBU Cilember, Kota Cimahi, Rabu.

Raja beranggapan, kebijakan ini hanya menambah panjang antrean di SPBU jika memaksa diterapkan.

Pemerintah seharusnya fokus untuk mengatasi persediaan dan meminimalisir antrean di SPBU.

"Sekarang aja persoalan antre panjang kalau beli pertalite belum ada solusi. Harusnya sih bisa lebih mudah dan praktis," kata Raja.


Persulit oknum penimbun BBM

Selain kritikan, sejumlah warga ada yang menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan itu karena bisa meminimalisir aksi para penimbun BBM.

"Bagus, ada bagusnya, jadi yang membeli solar subsidi yang bebas untuk tambang pasir ilegal yang marak dan bebas di Kota Tasikmalaya akan kesulitan," ujar Markum (46), salah seorang warga, saat antre di salah satu SPBU Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu.

"Kalau kita, warga, beli bensin paling banyak Rp 20.000 untuk motor, kalau orang serakah itu beli solar subsidi pakai jeriken Pak, jadi bagus biar mereka kesulitan dan beralih ke solar nonsubsidi," tambah dia.

Sementara itu, Putra Wardhana, warga Ciamis, mengaku mendukung adanya kebijakan itu.

Kata dia, hal itu sebagai bagian transformasi digital yang mau tidak mau harus dilakukan.

"Zaman semakin canggih nantinya. Ke depan akan seperti itu (menggunakan aplikasi untuk membeli pertalite)," katanya.

Namun, lanjut Putra, kebijakan ini harus dibarengi dengan sosialisasi yang baik. Agar semua warga memahaminya.

"Karena tidak semua warga paham (cara membeli pertalite dengan aplikasi).

(Penulis : Kontributor Bandung Barat dan Cimahi, Kontributor Pangandaran, Candra Nugraha | Editor : Gloria Setyvani Putri, Teuku Muhammad Valdy Arief)

https://regional.kompas.com/read/2022/06/30/125504978/beli-bbm-pakai-aplikasi-mypertamina-dianggap-diskriminatif-hingga-persulit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke