Salin Artikel

Masjid Agung Palembang, Sejarah dan Arsitektur

KOMPAS.com - Masjid Agung Palembang atau Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin terletak di Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini merupakan masjid paling besar di Palembang.

Lokasi Masjid Agung Palembang di Jl Jenderal Sudirman, 19 Ilir, Bukit Keil, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Kawasan 19 ilir merupakan salah satu kawasan asli Palembang dan Arab yang telah lama dihuni.

Masjid Agung Palembang merupakan salah satu landmark Palembang. Jarak masjid dengan Jembatan Ampera cukup dekat, yaitu sekitar 400 meter.

Bentuk masjid saat ini merupakan hasil renovasi pada tahun 2000 hingga tahun 2003.

Sejarah Masjid Agung Palembang

Masjid Agung Palembang merupakan peninggalan Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Ia memerintahkan Kerajaan Palembang pada tahun 1724-1758.

Masjid yang pada mulanya dikenal dengan Masjid Sultan dibangun pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikramo pada abad ke 18.

Pembangunan masjid membutuhkan waktu 10 tahun, yakni mulai tahun 1738 sampai 1748. Masjid diresmikan pertama kali untuk tempat ibadah pada tanggal 28 Jumadil Awal 115 H atau 26 Mei 1748. Sehingga saat ini, masjid telah berusia 274 tahun. 

Awalnya, pembangunan masjid tidak memiliki menara.

Menara masjid baru dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774) atau sekitar 10 tahun setelah pembangunan masjid.

Letak menara terpisah dari masjid, yaitu  di sebelah barat. 

Pola menara berbentuk segi enam dengan tinggi 20 meter. 

Menara Masjid Agung Palembang berbentuk seperti kelenteng dengan bentuk atap menara melengkung pada bagian ujungnya, dan beratap genteng. 

Bagian luar menara dikelilingi oleh teras berpagar.

Konon masjid yang merupakan bagian peninggalan Kesultanan Palembang Darusslam menjadi masjid tertua di Palembang.

Pada awal pembuatannya, masjid yang terletak di utara Kesultanan Palembang, dibelakang Benteng Kuto besak berdekatan dengan aliran Sungai Musi, merupkan masjid terbesar di nusantara yang mampu menampung 1.200 jamaah.

Arsitektur Masjid Agung Palembang

Masjid Agung Palembang dirombak setelah terjadi perang besar pada tahun 1819-1821 oleh pemerintah kolonial Belanda.

Perombakan masjid juga terjadi pada tahun 1893, 1916, 1950-an, dan 1970-an.

Pada 1970, Pertamina mensponsori pembangunan menara baru. 

Menara dengan tinggi 45 meter, berdampingan dengan menara asli bergaya Cina, diresmikan pada tanggal 1 Februari 1971.

Masjid ini sangat khas dengan bangunan Palembang.

Sebagian besar kayu pada arsitektur masjid memiliki ukiran khas Palembang yang disebut Lekeur.

Perombakan juga di lakukan pada masa Gubernur Sumatera Selatan, H Rosihan Arsyad (1998-2003).

Renovasi masjid tidak hanya memperbaiki bangunan yang rusak melainkan menambah tiga bangunan baru, yaitu menambah bangunan di bagian utara, selatan, dan timur masjid. 

Arsitektur bentuk masjid yang direnovasi pada 2003 dipengaruhi tiga kawasan, yaitu Indonesia, Tiongkok, dan Eropa.

Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk gedung yang besar dan tinggi. Sedangkan, bentuk arsitektur Tiongkok terlihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng.

Dulu, Masjid Agung Palembang merupakan masjid terbesar di Indonesia, namun seiring perjalanan waktu banyak daerah lain yang mendirikan masjid besar dan moderen.

Masjid Agung Palembang merupakan bangunan tiga lantai dengan cat putih, pintu kaca, dan lantai keramik.

Masjid digunakan sebagai tempat shalat, pusat shalat Idul Fitri serta Idul Adha, dan kegiatan Islama berupa kajian Islam maupun majelis taklim yang kerap dipusatkan di masjid ini.

Sumber:

sripowiki.tribunnews.com

duniamasjid.islamic-center.or.id

cagarbudaya.kemdikbud.go.id

hallo.palembang.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/05/17/143337678/masjid-agung-palembang-sejarah-dan-arsitektur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke