Salin Artikel

Menyelisik Tragedi Ledakan Petasan yang Terus Berulang Jelang Lebaran

KOMPAS.com - Malam takbir di Desa Ngabean, Kecamatan Mirit, Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (12/5/2021), berubah duka.

Empat orang terenggut nyawanya akibat ledakan petasan, sedangkan tiga lainnya terluka.
Mereka adalah peracik petasan.

Berdasarkan pemeriksaan polisi terhadap saksi, ledakan diduga dipicu oleh beberapa orang yang merokok saat meracik petasan.

"Hasil pemeriksaan saksi, dari tujuh orang yang meracik petasan itu, waktu memasukkan bubuk petasan ke selongsong, separuhnya sambil merokok," ujar Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kebumen AKBP Piter Yanottama, Kamis (13/5/2021).

Untung (55), ayah salah satu korban meninggal, mengatakan bahwa petasan itu dibuat oleh putranya dan pemuda setempat.

Petasan itu dirakit untuk memeriahkan Lebaran.

Diduga saking kuatnya ledakan, membuat tubuh korban terpental hingga beberapa meter dari lokasi kejadian.

Peristiwa tersebut terjadi di Dukuh Ngasinan, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (27/4/2021) malam.

Kepala Desa Sukorejo Supriyanto menjelaskan, banyak warga yang kaget akibat ledakan itu.

“Warga kaget karena suara sangat keras sekali,” ucapnya, Rabu (28/4/2021).

Kapolres Ponorogo kala itu, AKBP Mochamad Nur Azis, menuturkan, petasan yang diracik korban diduga akan diledakkan saat Lebaran.

Nur Azis menduga, mercon tersebut akan diledakkan lewat balon udara. Ini didasarkan dari bukti temuan di lokasi kejadian.

Di lokasi kejadian, polisi menemukan bahan pembuat mercon berupa bubuk mesiu, selongsong petasan, dan kayu pencetak selongsong.

Ledakan petasan kembali terjadi.

Kali ini, lokasi kejadian berada di Dusun Plosokuning 5, Kelurahan Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (22/4/2022).

Lagi-lagi, petasan itu direncanakan saat Idul Fitri. Bahan-bahan pembuatan petasan disimpan di sebuah rumah kosong.

Tak ada korban jiwa dalam ledakan ini.

Meski demikian, ledakan mengakibatkan rumah tersebut hancur. Ledakan juga membuat sejumlah rumah warga rusak.

Ketua RT 022 RW 009 Plosokuning Iwan Triantoro mengungkapkan, ketika Lebaran, warga di daerahnya rutin menyalakan petasan.

Namun, ia tak mengetahui ada bahan petasan yang disimpan di rumah itu.

"Saya enggak tahu mulai pembuatannya, berapa banyak bahannya saya tidak tahu. Cuma dari rekan-rekan pemuda saya tadi minta informasi sejujur-jujurnya ada yang menyampaikan 3 kilo, terus ada mercon renteng berapa meter, masih simpang siur," bebernya, Jumat.

Wakil Komandan Detasemen Gegana Satuan Brimob Polda DIY AKP Suripto menerangkan, di lokasi kejadian ditemukan tiga bahan pembuat petasan, yaitu sulfur, klorat, dan bubuk arang.

"Ketiga unsur tadi manakala diramu, diracik itu dengan perbandingan yang sesuai akan menghasilkan low explosive," ungkapnya, Jumat.

Mengenai penyebab ledakan, Suripto menduga karena faktor lingkungan.

"Faktor lingkungan ada panas, kemudian mungkin ada faktor lingkungan yang lain dan sebagainya yang itu bisa memicu menghasilkan dari gesekan benturan dan sebagainya dan akan memicu dari bahan itu," paparnya.

“Mereka menyambut Hari Raya dengan bersenang-senang,” tuturnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (24/4/2022).

Walau petasan berpotensi mengancam keselamatan diri sendiri dan orang lain, tetapi karena alasan kesenangan tersebut, potensi risiko tidak dipedulikan.

“Karena sangat menyenangkan, karena ini budaya populer, sehingga hal-hal yang bersifat membahayakan segera tertutupi,” terangnya.

Guru besar bidang Ilmu Komunikasi Lintas Budaya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menilai, maraknya petasan disebabkan lemahnya kontrol keamanan dan kontrol sosial.

Dari sejumlah kasus, ledakan petasan kerap terjadi di desa. Mengapa?

Terkait hal itu, Andrik menyorot soal budaya permisif masyarakat desa.

“Di desa, kegiatan-kegiatan seperti itu dimaklumi. Mereka sangat permisif. Mereka membolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang. Kalau di kota, begitu ada ledakan petasan, orang-orang akan protes,” jelasnya.

Kepala Program Studi S-3 Kajian Budaya UNS ini memandang, polisi juga sulit mengontrol kegiatan warga yang berkaitan dengan peracikan petasan.

“Kepolisian cuma ada hingga kecamatan, tak ada hingga di level desa. Mereka sulit mengontrol.

Untuk mengantisipasi berulangnya tragedi ledakan petasan, Andrik meminta pihak kepolisian maupun perangkat desa untuk meningkatkan pengawasan.

“Kalau ada patroli dan kemudian (peracik petasan) ditangkap, ndak berani orang-orang (membuat petasan),” sebutnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/26/080000878/menyelisik-tragedi-ledakan-petasan-yang-terus-berulang-jelang-lebaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke