Salin Artikel

Pembunuhan Ibu dan Anak di Semarang, Mengapa Rasa Cemburu Bisa Picu Kekerasan di Luar Nalar?

KOMPAS.com - Kasus pembunuhan sadis yang menimpa seorang ibu dan anak di Semarang menjadi sorotan.

Terduga pelaku, berinisial DC (35), warga Rembang, Jawa Tengah, mengaku cemburu dan akhirnya nekat membunuh SK (32) dan anaknya yang masih berusia 5 tahun, MF.

Dari penyelidikan sementara, polisi menduga motif DC membunuh adalah cemburu terhadap korban SK.

DC tak bisa mengendalikan emosi dan akhirnya berbuat nekat dan sadis kepada kedua korban.

"Karena korban ketika ketemu di Semarang melambaikan tangan dengan seseorang. Tersangka menanyakan siapa itu. Motifnya cemburu," ungkap Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandhani Rahardjo Puro, saat gelar perkara di Mapolda Jawa Tengah, Jumat (18/3/2022).

DC pun ditangkap di depan Mapolda Jateng yang berpura-pura hendak melaporkan telah kehilangan SK dan MF.

Pratu R tembak rekan dan anggota Brimob

Beberapa hari sebelumnya, masyarakat di Desa Liang, Kecamatan Waipia, Maluku Tengah, digemparkan dengan aksi nekat Pratu R yang menembak rekannya dan seorang anggota Brimob.

Pratu R, oknum Satgas TNI BKO Batalyon Arhanud 11/Wira Bhuana Yudha, itu juga sempat menembaki komandannya sendiri, Letda Arh Firlanang.

Dalam insiden itu, Bharaka FA yang kebetulan melintas dengan sepeda motor di depan lokasi kejadian, tewas.

Setelah itu, Pratu R kabur dan bersembunyi di rumah warga. Pratu R akhirnya berhasil diamankan dan segera diproses secara hukum.

“Pelaku saat ini berada di Sub Denpom Masohi dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan kesehatan kejiwaannya karena diduga pelaku mengalami depresi akut sehingga melakukan tindakan yang mestinya tidak dilakukan,” kata Kepala Penerangan Kodam XVI Pattimura, Kolonel Arh Adi Prayogi Choiraul Fajar, Rabu (16/3/2022).

Menurut Syarkoni, M. Psi., Psikolog Klinis RSUD. Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) wilayah Sumatera Selatan, banyak faktor yang berpotensi memicu emosi seseorang menjadi labil, salah satunya stres.

Kondisi stres, katanya, adalah reaksi tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan.

"Pada tahap stres berat, perilaku seseorang akan merespon secara agresi, baik secara verbal ataupun tindakan. Bahkan sampai menyerang, merusak, melukai atau membunuh seseorang, lingkungan, objek atau situasi yang menyebabkan seseorang mengalami tekanan mental tersebut," katanya kepada Kompas.com.

Hal itu menjadi semakin tak terkendali apabila subyek itu tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi dan menerima masalah itu, dan beradaptasi dalam mencari solusi permasalahan yang dialaminya.

Sementara itu, lanjut Syarkoni, apabila masyarakat bertemu dengan seseorang dalam kondisi itu, sebaiknya tetap menjaga jarak aman dan bila perlu berusaha melakukan komunikasi dengan harmonis untuk menenangkan.

"Dengan berkomunikasi yang harmonis bisa menangkan emosi dan bisa mencari atau mengetahui sumber permasalahan atau faktor stressor yang dialami orang tersebut," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/20/104008878/pembunuhan-ibu-dan-anak-di-semarang-mengapa-rasa-cemburu-bisa-picu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke