Salin Artikel

Kisah Korban Selamat Bencana Gempa Pasaman, Selamatkan Bayi 27 Hari dan Suara Gemuruh Longsor

KOMPAS.com - Pada Jumat (25/2/2022) pagi, Jhoni Syaputra (20) sedang bersama istri dan bayinya yang baru berusia 27 hari di rumahnya di Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).

Lalu sekitar pukul 08.35 Wib, Jhoni dan keluarganya merasakan tanah bergetar karena gempa berkekuatan 6,1 magnitudo.

"Kami waktu itu di dalam rumah. Istri saya ini kan baru melahirkan anak pertama. Usianya baru 27 hari. Pas gempa datang pertama itu istri saya langsung lari sambil gendong bayi kami. Saya masih di dalam rumah," ujar Jhoni.

Setelah itu Jhoni sempat masuk ke ke dapur dan melihat kondisi rumah. Namun, selang beberapa menit gempa kembali mengguncang dan terasa lebih kuat.

Jhoni pun segera berlari keluar rumah menyelamatkan diri dan sempat terhalang dinding rumahnya yang roboh.

"Tak sadar saya pas lompat dinding yang roboh itu. Panik bercampur takut. Alhamdulillah, saya sama istri dan anak kami selamat," kata Jhoni,saat diwawancarai Kompas.com di tenda pengungsian, Sabtu (26/2/2022).

Jhoni mengatakan, gempa telah merobohkan rumahnya. Tak ada harta benda yang bisa diselamatkan. Rumah milik mertuanya itu, kata Jhoni, tak bisa lagi ditempati.

"Rumah habis semuanya," sebut Jhoni.

Namun demikian, dirinya saat ini sangat membutuhkan susu buat bayinya yang bernama Radhika Akram Pausta.

Suara gemuru longsor pasca-gempa

Siam (31), salah satu pengungsi korban gempa Pasaman sempat menceritakan detik-detik terjadinya gempa. 

Saat itu Siam berada di rumah seorang diri. Keluarganya pergi ke desa sebelah untuk doa bersama. 

"Saya waktu itu sendiri di rumah. Istri dan anak-anak pergi ke rumah saudara di Nagari (Desa) sebelah, karena ada acara doa sehari sebelum gempa terjadi," ujar Siam. 

Lalu tiba-tiba tanah yang dipijaknya bergoyang. Begitu juga dengan dinding rumahnya. Siam pun berlari keluar rumah dengan rasa takut. 

Saat itu warga lainnya juga sudah berada di tanah lapang. Siam pun terpukul saat melihat rumahnya sudah rata dengan tanah. 

"Rumah saya hancur semua. Saya sama warga berkumpul di tempat yang lapang," kata Siam.

Setelah itu, pada malam hari, dia bersama warga lainnya memilih untuk tetap bertahan di luar.

Beberapa kali dia masih merasakan gempa susulan. Warga pun panik dan ketakutan. Namun, kepanikan warga bertambah saat mendengar suara gemuruh dari arah Gunung Pasaman. 

"Yang lebih menakutkan itu waktu longsor Gunung Pasaman. Longsor terjadi sekitar jam empat subuh. Waktu itu memang turun hujan di kampung, tapi tak begitu deras," kata Siam.

Saat itu, kata Siam, dia dan warga lainnya berlari ke atas bukit untuk menyelamatkan diri.

"Saya dan warga lainnya lari ke atas bukit sekencang-kencangnya karena takut. Ada sekitar seratus orang kami yang lari ke bukit dalam kondisi gelap, karena masih jam empat subuh. Listrik padam waktu itu," cerita Siam.


Seperti diberitakan sebelumnya, pasca-gempa Pasaman Barat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pasaman Barat, Sumatera Barat, mencatat lebih kurang ada 10.000 orang yang mengungsi.

Para pengungsi itu tersebar di 35 titik pengungsian yang telah dibentuk pemerintah setempat.

"Diperkirakan ada 10.000 yang tersebar di 35 titik pengungsian," kata Sekretaris BPBD Pasaman Barat, Gustrizal, yang dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/2/2022).

Untuk korban meninggal dunia tercatat untuk sementara 10 orang.

Sementara, di Kabupaten Pasaman, tercatat ada 5.000 orang mengungsi. Dari angka itu, 500 adalah balita. 

"Balita banyak juga. Diperkirakan sekitar 500 orang," jelas Kepala BPBD Pasaman Alim Bazar yang dihubungi Kompas.com, Minggu (27/2/2022).

(Penulis: Kontributor Padang, Perdana Putra | Editor : Andi Hartik)

https://regional.kompas.com/read/2022/02/27/115755978/kisah-korban-selamat-bencana-gempa-pasaman-selamatkan-bayi-27-hari-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke