Salin Artikel

Legenda Batu Menangis Asal Kalimantan Barat: Akhir Cerita dan Pesan Moral

KOMPAS.com - Legenda Batu Menangis merupakan dongeng yang berasal dari Kalimantan Barat.

Dongeng ini mirip dengan Malin Kundang namun berbeda tempat.

Di masyarakat setempat masih ada perdebatan mengenai kebenaran dongeng ini.

Kisah Batu Menangis

Pada zaman dahulu kala di dataran tinggi Kalimantan Barat terdapat sebuah bukit yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk yang ramai.

Di sana, hiduplah seorang perempuan janda dengan kehidupannya yang miskin. Ia ditemani putri semata wayang yang amat disayang bernama Darmi.

Sejak ditinggal pergi oleh sang ayah, kehidupan ibu dan putrinya teramat sulit. Pasalnya, sang ayah tidak meninggalkan warisan sedikit pun.

Namun, ibu tersebut mampu merawat Darmi dengan sangat baik.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup, sang ibu bekerja di ladang dan di sawah milik orang lain, dengan kata lain ia menjadi buruh.

Anak perempuannya tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Gadis itu memiliki perawakan yang indah dan juga semampai, rambutnya panjang lembut, lebat, dan terurai hingga ujung mata kaki dengan gaya ikal di tepian.

Penampilannya makin cantik dengan poni yang tersisir rapi menyusuri keningnya dengan kehalusan bak cendana.

Namun dibalik kecantikannya, Darmi memiliki sifat yang berlawanan dengan kondisi fisiknya. Ia merupakan gadis yang sangat pemalas, manja, dan egois. Segala yang diinginkan harus terpenuhi.

Bahkan, ia tidak peduli dengan kondisi ibunya. Meski dalam kondisi sulit, ibunya selalu berusaha memenuhi keinginannya.

Darmi hanya bisa bersolek setiap hari, untuk menjaga penampilan agar tetap cantik.

Darmi Tidak Membantu Ibu

Seringkali, ibunya mengajak Darmi membantu di sawah ataupun di ladang.

Tetapi, ia selalu menolak dengan alasan kecantikannya akan luntur karena bergelut dengan lumpur di sawah.

Bahkan, ia pernah berucap kalau pekerjaan di sawah hanya cocok untuk ibunya yang sudah keriput dan jelek.

Meskipun tidak pernah dibantu anaknya, sang ibu tetap rajin untuk berangkat kerja di sawah dan ladang.

Setiap ibunya selesai kerja, Darmi selalu menghampiri ibunya untuk meminta uang hasil kerja ibunya guna memenuhi keinginannya.

Meskipun kesal dengan permintaan anaknya, sang ibu selalu memberikan uang hasil kerja demi menyenangkan hati anaknya.

Ibu Mengajak Darmi ke Desa

Suatu ketika, ibu mengajak putri semata wayangnya itu untuk menuruni bukit menuju desa yang digunakan untuk belanja penduduknya.

Desa tersebut terletak sangat jauh dari rumahnya. Sehingga untuk menuju desa tersebut, ibu dan Darmi harus berjalan kaki dengan menempuh jarak yang sangat jauh dan melelahkan.

Seperti biasa, Darmi berjalan dengan pakaian yang sangat mewah dan riasan cantik.

Tujuannya untuk menarik perhatian setiap orang yang melihatnya. Gadis itu ingin menjadi pusat perhatian dan dikagumi setiap orang.

Sedangkan ibunya yang sudah tua dengan tampilan yang jauh berbeda dari putrinya. Dengan membawa keranjang belanjaan, sang ibu tampil dengan dekil dan kucel.

Walaupun, mereka berjalan berdampingan tidak ada yang mengetahui bahwa mereka adalah ibu dan anak.

Sesampainya di desa yang dituju, semua orang tidak henti memandang Darmi, bahkan para pemuda juga dibuat terpesona dengan kecantikan gadis tersebut.

Darmi Menjadi Batu

Sampai, ada pemuda yang menghampir Darmi. Ia bertanya tentang perempuan berpenampilan dekil yang berjalan bersamanya.

Namun dengan sombong, Darmi mengatakan bahwa perempuan itu bukan ibunya malah ia menjawab bahwa perempuan tersebut adalah pembantunya.

Bagai disambar petir, sang ibu terluka hatinya, namun ia masih menahan diri dari segala luka yang diberikan anaknya.

Kejadian serupa berlanjut, saat Darmi berjalan pulang bersama ibunya. Tiba-tiba, ada pemuda yang yang menggodanya dan menanyakan perempuan yang berjalan di belakangnya adalah ibunya.

Dengan tegas, Darmi menyanggahkanya dan mengatakan bahwa orang tersebut adalah budak.

Sang ibu kembali harus menahan diri dan amarah. Sepanjang jalan begitulah perlakukan anaknya.

Karena penghinaan terus berulang, sang ibu merasa terluka. Akhirnya, sang ibu berhenti di pinggir jalan dan bersimpuh berdoa sambil menangis karena melihat perlakukan anaknya yang begitu kejam.

Saat anaknya bertanya berulang kali, sang ibu tidak menjawab.

Sang ibu terus berdoa memohon hukuman pada putrinya yang telah berperilaku tidak semestinya.

Atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa, langit tiba-tiba mendung dan gelap seolah memperlihatkan amarah yang bagitu besar.

Hujan deras mengguyur permukaan bumi, secara perlahan tubuh Darmi menjadi kaku tidak bisa digerakan.

Darmi panik dan mulai berteriak. Ia menangis memohon ampun.

Ibunya diam tidak menjawab dan secara perlahan melihat tubuh anaknya perlahan mengeras.

Permohonan maaf putrinya telah terlambat, sang ibu dan orang lain yang berada di sana melihat dengan mata kepala sendiri tubuh Darmi mengeras menjadi batu.

Setelah, tubuh Darmi menjadi batu, langit kembali cerah.

Darmi sudah berubah menjadi batu diletakkan di pinggir jalan dan disandarkan di tebing.

Pesan Moral

Pesan moral dari Legenda Batu Menangis adalah selalu menghormati dan sayangi kedua orang tua.

Karena, kesuksesan dan kebahagiaan mu akan sangat tergantung dari doa kedua orang tuamu.

Sumber: www.gramedia.com dan al-mumtaz.ukm.iain-palangkaraya.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/02/21/163816678/legenda-batu-menangis-asal-kalimantan-barat-akhir-cerita-dan-pesan-moral

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke