Salin Artikel

Sejarah dan Asal-usul Nama Sumatera, Pulau dengan 10 Provinsi yang Jadi Tujuan Para Pedagang Asing

KOMPAS.com - Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia. Pulau ini terletak di bagian barat gugusan pulau di Indonesia.

Pulau Sumatera terdiri dari sepuluh provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung.

Pulau Sumatera memiliki luas 473.481 km2. Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar keenam di dunia.

Pulau Sumatera berbatasan dengan sejumlah wilayah:

  • Di sebelah utara : Teluk Benggala
  • Di sebelah selatan : Selat Sunda
  • Di sebelah barat : Samudera Hindia
  • Di sebelah timur : Selat Malaka dan Selat Karimata

Sejarah Pulau Sematera

Pulau Sumatera dikenal dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, yang artinya pulau emas).

Awalnya, penduduk Pulau Sumatera tidak mengenal nama Sumatera. Penamaan kepulauan ini dibubuhkan oleh para penjajah asing.

Mereka mengenal pulau sengan sebutan Pulau Percha (Pritcho dalam dialek Melayu) dan dalam karya sastra Melayu disebut Indalas yang merujuk pada pulau-pulau sekitar semenanjung Malaya.

Seorang orientalis Inggris pada abad ke-19 yang pernah singgah ke Bencoolen (Bengkulu) William Marsden berpendapat bahwa 'Indalas' sangat mirip dengan nama 'Andalusia'. Suatu wilayah kekuasaan Arab di Spanyol pada masa jayanya.

Sementara kata Percha berasal dari bahasa melayu yang berarti potongan atau robekan. Marsden memandang Percha sebagai satu yang ganjil kerena mengingatkan pada robekan layar kapal.

Namun kata tersebut terbilang masuk akal, jika mengacu pada patahan pada daratan di sisi timur. Dimana, tempat tersebut sesuai dengan percha, yaitu pulau yang terpotong-potong.

Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina yang menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) selama bertahun-tahun pada abad ke 7, menyebut Pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti 'negeri emas'.

Istilah Suwarnadwipa dan Suwarnabhumi telah disebutkan dalam berbagai prasasti. Sumatera disebut Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta berarti pulau emas) atau Suwarnabhumi (bahasa Sanskerta berarti tanah emas),

Istilah-istilah tersebut tersebut digunakan dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Dalam naskah Buddha yang paling tua diceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi.

Sementara para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (secara tepatnya Suwarandib). Kata tersebut merupakan penyalinan dari Suwarnadwipa.

Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya pada 1030, ia mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Di sisi lain, ada pula yang menterjemahkan Serendib dengan Srilangka dan tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Bagi kalangan bangsa Yunani Purba, Sumatera telah dikenal dengan nama Taprobana. Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, ttepatnya tahun165, menggunakan nama Taprobana Insul.

Nama tersebut digunakan saat Ptolemaios menguarai daerah Asia Tenggara dalam bukunya Geographike Hyphegesis. Ia menuliskan bahwa pulau Taprobana terletak di negeri Barousai.

Diperkirakan, negeri yang dimaksud adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang sejak zaman purba dikenal sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani pada tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses mengatakan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos yang berarti 'pulau emas'.

Kedatangan para pelaut asing di tanah air telah terjadi pada masa lampau. Sejak zaman purba para pedagang dari sekitar Laut Tengah telah mendatangi tanah air, terutama Sumatera. Mereka mencari emas, kemenyan (Styrax sumatrana), dan kapur barus (Dryobalanops aromatical) yang saat itu hanya terdapat di Sumatera.

Sebaliknya, bangsa nusantara telah menjajakan komoditi ke Asia Barat dan Afrika Timur. Bukti perjalanan tersebut tercantum dalam naskah Historis Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Sementara dalam beberapa kitab juga diterangkan informasi yang mengarah pada Pulau Sumatera.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s, raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, Raja Tirus yang menjadi bawahannya. Emas tersebut diperoleh dari negeri Ophir.

Dalam Kitab Al Qur'an, Surat Al-Anbiya' 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s berlayar ke "tanah yang Kami berkati atasnya" (al-ardha-I-Lati barak-Na fiha).

Para ahli berpendapat bahwa negeri Ophir yang dimaksud terletak di Sumatera. Kota Tirus yang merupakan Fenesia kuno, saat ini kota keempat terbesar di Lebanon, merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh.

Dalam Geographile Hyphegesis, Ptolemaios menulis bahwa seorang pedagang Tirus bernama Marinus. Banyak petualang Eropa pada abad ke 15 dan ke 16 mencari emas ke Sumatera. Anggapannya karena di sana lah letak Ophir, Nabi Silaiman a.s.

Sumatera merupakan nama yang berasal dari Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke 13 dan ke 14. Sejak abad ke 15, para pedagang Eropa menyebut nama kerajaan tersebut untuk menyebutkan nama seluruh pulau.

Peralihan Nama Samudera ke Sumatera

Peralihan nama Samudera menjadi Sumatera terjadi beberapa penyebutan dari kalangan pedagang asing yang singgah di pulau ini.

Dalam kisah pelayaran, Odorico da Pordenone pada 1318 menyebutkan bahwa ia berlayar ke timur dari Koromandel, India selama 20 hari sampai di kerajaan Sumoltra.

Ibnu Batutah bercerita dalam kitab Rihlah ila-l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur), ia mengatakan bahwa pada 1345 singgah di kerajaan Samatrah.

Pada 1490, Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia. Dalam peta tersebut ada pulau yang tertulis Samatrah.

Saat peta disalin, "Samatrah" muncul dalam istilah yang berbeda. Hal ini terjadi, ketika Roteiro 1498 menyalin peta Ibnu Majid pada 1498 yang memunculkan nama "Camatarra".

Kemudian, peta buatan Amerigo Vespucci pada 1501 mencantumkan nama Samatara.

Alhasil, beberapa musafir menulis dalam istilah yang berbeda, mulai dari Samoterra, Samotra, Sumotra, sampai Zamatra, maupuan Zamatora.

Kemudian pada catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake pada abad ke-16, mulai konsisten dalam penulisan Sumatera. Disesuaikan dengan lidah Indonesia, bentuk inilah yang mulai baku.

Pulau Sumatera Rawan Gempa

Beberapa kali gempa terjadi di Pulau Sumatera. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab, pasalnya posisi Sumatera berada pada pertemuan dua lempeng bumi, yakni lempeng Indo-Autralia yang terus aktif menunjam ke bawah lempeng Eurasia.

Posisi lempeng ini membuat lempeng Eurasia terus bergeser dan menimbulkan patahan yang memanjang dari ujung utara hingga ujung selatan.

Sumber : file.upi.edu, bobo.grid.id, nationalgeographic.grid.id, abulyatama.ac.id, lipi.go.id, dan www.tribunnews.com

https://regional.kompas.com/read/2022/02/15/170916978/sejarah-dan-asal-usul-nama-sumatera-pulau-dengan-10-provinsi-yang-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke