Salin Artikel

Merasa Jadi Korban, Terdakwa Kasus Investasi Bodong Rp 84,9 M Laporkan Bosnya ke Polisi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Maryani, branch manager di perusahaan group Fikasa di Kota Pekanbaru mengaku telah melaporkan pemilik perusahaan keluarga konglomerat Agung Salim itu ke Polda Riau.

Maryani juga terdakwa dalam kasus dugaan investasi bodong senilai Rp 84,9 miliar, dengan empat terdakwa lainnya yakni keluarga Salim.

Ia mengaku melaporkan terdakwa lainnya ke polisi, karena merasa turut menjadi korban dalam kasus dugaan investasi bodong tersebut.

Hal itu dikatakan terdakwa Maryani dalam sidang kasus investasi bodong PT Fikasa Group, di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (7/2/2022) malam.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Dahlan dan dua hakim anggota Estiono dan Tomy Manik SH, Maryani melaporkan Agung Salim, Bhakti Salim, Elly Salim dan Cristian Salim, karena juga merasa ditipu.

Maryani mengungkapkan bahwa dia dan keluarganya juga menanamkan investasi di PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), yang merupakan perusahaan Fikasa Group.

Setidaknya, ada sekitar 20 orang kerabatnya yang erinvestasi produk promissory note di PT WBN dan PT TGP.

Akan tetapi, lanjut dia, Agung Salim Cs tidak membayarkan bunga pinjaman sebagaimana mestinya alias macet.

Sampai saat ini, dana pokok maupun bunga pinjaman milik mertua, sepupu, kakaknya itu tak kunjung dibayarkan atau diangsur oleh Agung Salim Cs.

"Sampai saat ini masih bermasalah. Makanya saya juga melaporkan Agung Salim ke Polda Riau," kata Maryani.

Maryani mengakui bahwa dirinya sering didesak oleh 50 orang nasabah di Kota Pekanbaru, agar petinggi PT Fikasa membayar bunga atau mengembalikan dana pokok yang telah diinvestasikan.

Namun, Agung Salim Cs selalu menolak untuk membayar atau memenuhi keinginan nasabah yang mulai macet pembayarannya sejak awal 2020 lalu.

"Terdakwa Agung mengatakan kepada saya bahwa mereka kesulitan dana cash flow saat ini. Saya sering menyampaikan ini kepada Agung Salim," jelas Maryani.

Maryani mengaku tidak memiliki SK penunjukkan sebagai Branch Manager di PT Fikasa Group itu. Ia sempat mempertanyakan izin produk Promissory Note dari otoritas jaksa keuangan (OJK).

Saat itu, Agung mengatakan ke Maryani jika perusahaannya tidak perlu meminta izin ke OJK.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Dahlan sempat mempertanyakan tanggung jawab Maryani selaku BM untuk memperjuangkan uang nasabahnya itu.

Termasuk soal keabsahan dan kebenaran perusahaan PT Fikasa Group yang menanamkan uang nasabah untuk bisnis air mineral, property dan perhotelan.

"Apa benar uang nasabah itu diinvestasikan untuk usaha air minum atau hotel? atau jangan-jangan uang nasabah saja yang diputar-putar. Pernah tidak terdakwa mencari tau kebenarannya?," tanya Dahlan.

Maryani menjawab tidak pernah mengeceknya. Dia hanya percaya dengan keterangan yang disampaikan oleh Agung Salim bahwa uang nasabah yang diputar.

"Seharusnya kalau memang tidak ada, terdakwa kan bisa untuk tidak mencari nasabah lagi. Kalau perlu lapor ke polisi," kata Hakim Dahlan.

Hakim kemudian mempertanyakan apakah terdakwa Maryani merasa bersalah atas kejadian yang menimpanya saat ini, sehingga banyak menimbulkan korban yang tertipu.

Maryani mengaku sangat kecewa dengan Agung Salim Cs.

"Saya sangat menyesal telah bergabung dengan PT Fikasa Yang Mulia. Saya merasa menjadi korban," ungkap Maryani sambil terisak menangis.

Selain Maryani, empat terdakwa keluarga Salim juga turut dimintai keterangannya di hadapan majelis hakim, terkait kasus dugaan investasi bodong dengan kerugian Rp 84,9 miliar.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak lima orang bos perusahaan investasi di Kota Pekanbaru didakwa melakukan penipuan terhadap nasabahnya.

Para korban mengalami kerugian mencapai Rp 84,9 miliar.

Lima orang terdakwa yaitu Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, serta Christian Salim, dan Maryani.

Sidang dakwaan kelima bos perusahaan investasi itu digelar pertama kali di Pengadilan Pekanbaru, Senin (22/11/2021) lalu.

Adapun, penipuan investasi itu disebut dilakukan dua anak perusahaan Fikasa Group, yakni PT Tiara Global dan PT Wahana Bersama Nusantara.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), ada 10 korban warga Pekanbaru yang melaporkan kasus itu ke Mabes Polri.

Kasus tersebut bermula pada 2016. Saat itu, PT Wahana yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT Tiara Global di bidang usaha properti, membutuhkan tambahan modal operasional perusahaan.

Terdakwa atas nama Agung Salim, yang menjabat Komisaris Utama di PT Wahana mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.

Kemudian, diputuskan menerbitkan promissory note (surat sanggup bayar) atas nama perusahaan dalam Fikasa Group.

Lalu, terdakwa Agung Salim menyuruh terdakwa Maryani menjadi marketing dari PT Wahana dan PT Tiara Global.

Terdakwa Maryani kemudian mendatangi korban di Pekanbaru pada Oktober 2016 silam.

Maryani disebut menawarkan investasi dengan bunga 9 persen sampai 12 persen per tahun dengan menjadi pemegang promissory note PT Wahana dan PT Tiara Global.

Maryani menjanjikan bunga 9-12 persen kepada nasabah.

Para terdakwa mendapat dana miliaran rupiah dari nasabah. Tapi, dana itu bukan dikirim ke PT Wanaha, melainkan diduga dikirim ke rekening perusahaan lain, di luar kesepakatan.

Hal itu membuat para nasabah hanya menerima persenan dari suntikan modal hingga 2019.

Setelah itu, nasabah tidak lagimendapat persenan, termasuk modal yang disuntikkan juga tak ada kejelasan.

Akhirnya, para korban yang merasa dirugikan melapor ke Mabes Polri.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/08/175517978/merasa-jadi-korban-terdakwa-kasus-investasi-bodong-rp-849-m-laporkan-bosnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke