Salin Artikel

Cafe Deaf Nunukan, Panggung Setara untuk Kaum Disabilitas di Perbatasan RI–Malaysia

Gadis multi talenta ini ingin menanamkan paham ‘’kita setara’’ bagi kaum disabilitas Nunukan, yang selama ini termarjinalkan dan selalu minder dalam bergaul.

Ditemui di Cafe Deaf miliknya, Winda memiliki semangat untuk menepis adanya anggapan bahwa disabilitas merupakan aib, kutukan, dan memalukan.

"Saya tak ingin orang lain melihat penyandang disabilitas sama dengan orang sakit dan tak berdaya. Kita manusia punya kesetaraan dan hak yang sama baik pendidikan dan pekerjaan. Lewat Cafe Deaf, saya berharap bisa menaikkan percaya diri para disabilitas dan mengampanyekan kesetaraan," ujar Winda yang diterjemahkan ibunya Barnece, Senin (7/2/2022).

Keinginan tersebut tidak berlebihan jika melihat potensi dan prestasi yang diraih wanita lulusan SLB Dena Upakara Wonosobo, Jawa Tengah, ini.

Winda menekuni pendidikannya di bidang desain busana, dan mendirikan Winda Fashion pada 2015.

Ia berkreasi menjadi perancang busana. Dalam sebulan, ia mampu menghasilkan sampai Rp 15 juta dari usahanya menjahit.

Selain itu, beragam prestasi mentereng ia raih, masing masing, pada 2017, Winda mendirikan rumah Kreatif Tuna Rungu Nunukan. Di rumah ini, ia selalu mengajarkan berbagai hal untuk kemandirian anak anak tuna rungu.

Kiprahnya tidak hanya di kelas domestik, bahkan di kancah nasional, Winda pernah meraih juara 1 kontes model Indonesia pada 2020.

Ia juga menyabet emas pada lomba cover lagu nasional versi Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).

Pada 2021, nama Winda keluar sebagai juara 2 nasional fotogenik disabilitas. Bahkan di bidang olah raga, Winda membuktikan diri dengan meraih medali perak dalam lari estafet Peparnas Papua 2021.

"Kita masih membutuhkan perjuangan keras untuk mencapai kesetaraan dan keadilan bagi penyandang disabilitas. Masyarakat juga perlu terus diedukasi untuk peka dan peduli terhadap penyandang disabilitas," kata dia lagi.

Kafe miliknya ia rancang sedemikian rupa. Winda menambahkan lukisan tangannya terkait Bisindo di temboknya. Bagaimana berbincang dan bentuk isyarat menjadi kalimat, ia tuangkan di sana.

Bahkan ornamen hiasan atap, bunga penghias meja, dan rumahan lampu juga mayoritas adalah buatan tangannya.

Selain itu, untuk terus memerangi stigma disabilitas adalah orang tak berdaya, Winda memiliki program berbagi.

Setiap Jumat, ia akan memasak makanan untuk disedekahkan bagi masyarakat yang membutuhkan dan berhak menerima bantuan.

"Kita semua setara, kekurangan yang ada pada kaum disabilitas bukan berarti tidak bisa berdaya melainkan tantangan untuk pembuktian diri," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/08/174053878/cafe-deaf-nunukan-panggung-setara-untuk-kaum-disabilitas-di-perbatasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke