Salin Artikel

5 Fakta Jembatan Haji Endang, Ada Sejak Tahun 2010, Modal Rp 5 Miliar hingga Dirangkai dari 11 Perahu

Pemilik jembatan tersebut adalah Muhammad Endang Juanedi (62).

Membelah Sungai Citarum, jembatan ini menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.

Jembatan penyeberangan ini membuat warga menjadi terbantu lantaran bisa menghemat waktu tempuh. Bagi warga yang melintas, dipatok tarif Rp 2.000.

Dan berikut 5 fakta jembatan milik Haji Endang:

1. Disusun dari 11 perahu

Jembatan penyeberangan itu terdiri dari rangkaian perahu ponton yang terbuat dari besi.

Ada 11 perahu yang dirangkai dengan jarak sekitar 1,5 meter. Di bagian atas perahu ponton diberi alas, sehingga pengendara seperti melewati jalan biasa.

Masing-masing perahu diberi tali pengaman yang digantung.

Juga ada ban pelampung di setiap sisi sebagai antisipasi. Jika air naik, maka jembatan ditambah satu rangkaian yang terdiri dari dua perahu.

Haji Endang bercerita awalnya jembatan itu hanyalah perahu eretan biasa. Namun belajar dari pengalaman dan menerima masukan, jembatan tersebut menjadi seperti sekarang.

"Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau," ujar dia.

Endang mengatakan, kala itu dirinya sempat meminta izin kepada Dadang S. Muchtar selaku Bupati Karawang masa itu.

Dia juga sempat menawarkan kerja sama dengan pemerintah daerah. Akan tetapi, karena beberapa alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.

3. Pernah karam 2014

Haji Endanh bercerita tak semua warga desa Parungmulya setuju dengan pembangunan jembatan tersebut.

"Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain-lain. Tapi sebagian besar tokoh mendukung," ucapnya.

Singkat cerita, ia membangun jembatan yang berbahan kayu.

Pada 2014, jembatan itu pernah karam. Ia mengaku harus tiga kali mengganti perahu kayu.

Kejadian tersebut membuat Haji Endang dan pekerjanya memutar otak untuk memikirkan konsep jembatan penyebarangan yang aman.

Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.

Akhirnya tercetuslah ide untuk menggunakan besi atau perahu ponton.

"Kita otodidak aja. Kita pikirkan juga safety-nya,"

Kini, jembatan tersebut menjadi akses mobilitas warga. Warga yang melintasi jembatan perahu dikenai tarif Rp 2.000.

"Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari," ungkapnya.

Menurut Haji Endang, pemasukan tersebut dipakai untuk biaya operasional sebesar kurang lebih Rp 8 juta per hari.

Biaya operasional tersebut untuk perawatan, penerangan, hingga upah pekerja.

"Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini," terangnya.

5. Niat menolong orang, dilewati ribuan karyawan pabrik

Haji Endang bercerita, awalnya dia tak niat berbisnis dan hanya ingin menolong warga.

Namun setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.

Sejak jembatan penyeberangan itu dibangun, ekonomi di sekitarnya pun turut tumbuh. Banyak warga berjualan di pinggir jalan.

"Sepanjang jalan banyak warga yang jualan," kata dia.

Selain itu, Endang juga merekrut 40 warga sebagai pekerjanya. Usianya pun tak dibatasi.

"Gajinya macem- macem. Ada yang UMK ada yang tidak. Ada beberapa indikatornya. Misalnya lama kerja dan rajin tidaknya," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan | Editor : Dheri Agriesta, Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2021/12/31/130300278/5-fakta-jembatan-haji-endang-ada-sejak-tahun-2010-modal-rp-5-miliar-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke