Salin Artikel

Pelayaran KM Awu, Pengabdian demi Konektivitas (2)

Di dekat pintu dapur, terlihat sebuah mesin pemindai yang dijaga seorang petugas.

Para penumpang wajib memindai barcode yang terdapat di tiket mereka sebelum mengambil kotak makan. Setelah itu, penumpang mengambil perlengkapan makan seperti sendok dan tisu.

Mereka lalu berbaris untuk mengambil kotak makanan berisi nasi dan lauk, minuman, dan buah-buahan untuk pencuci mulut.

Para penumpang KM Awu, seperti kapal besar yang melayani pelayaran multiport lainnya milik PT Pelni, memberikan jatah makan sebanyak tiga kali sehari untuk penumpang.

Para penumpang KM Awu biasanya memang melewati perjalanan yang panjang. Dari pelabuhan pertama di Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat, hingga pelabuhan terakhir di Kabupaten Alor, NTT, KM Awu menghabiskan waktu berlayar hampir tujuh hari.

Untuk tiket kelas ekonomi yang paling mahal di KM Awu senilai Rp 576.000. Tiket itu untuk perjalanan dari Pelabuhan Kumai-Pelabuhan Kalabahi.

Maklum, rata-rata tim di dapur harus menyiapkan makanan bagi ratusan hingga seribu penumpang.

"KM Awu ini standar penumpang 1.000, plus dispensasi paling banyak jadi 1.200. Tapi jarang, sejak PPKM ini dibatasi," kata Sumarsono saat berbincang di KM Awu, Rabu malam.

Kotak makanan pagi bagi penumpang akan dibagikan pada pukul 06.00-07.30 waktu setempat. Sementara makan siang pada pukul 11.30-13.00 waktu setempat.

Untuk makan malam, kata Sumarsono, dibagikan pada pukul 17.30-19.00 waktu setempat.

Biasanya, Sumarsono mendapat informasi jumlah penumpang dari kepala cabang Pelni yang disinggahi kapal sekitar satu jam sebelum berangkat.

Informasi ini juga bisa diakses secara online, sehingga ia memiliki data untuk mengatur tim mempersiapkan makanan.

Menurutnya, aktivitas di dapur bisa dimulai sekitar empat jam sebelum kotak makanan dibagikan, tergantung jumlah penumpang.

"Kita fleksibel, kita lihat estimasi jumlah penumpang, kalau penumpang itu ramai atau peak season, itu kita mulai jam tiga pagi," kata Sumarsono.

Di dapur KM Awu, terdapat lima orang yang bertugas menyiapkan makanan bagi penumpang dan anak buah kapal (ABK).

Mereka terdiri dari empat koki dan satu perakit masakan.

Tim di dapur lalu berbagi tugas menyiapkan bahan makanan, mengeluarkan beras dari gudang penyimpanan hingga memasaknya. Aktivitas di dapur ditargetkan selesai pukul enam pagi.

"Kalau makan siang biasanya kita mulai setengah delapan, bergerak semua koki, makan malam kita mulai gerak setengah tiga sore sampai jam lima, itu sudah clear," kata Sumarsono.

Meski memasak untuk ratusan hingga ribuan penumpang, lima orang di dapur KM Awu tak pernah merasa kewalahan.

"Alhamdulillah sampai saat ini, kita enggak pernah keteteran, karena kita sudah terbiasa melayani penumpang 900-1.200 kapasitas maksimal," jelas dia.

Kesibukan di dapur

Pada Kamis (16/12/2021) sekitar pukul 04.00 Wita, dentang peralatan masak dari besi terdengar dari lantai tiga kapal. Kesibukan mulai terlihat di dapur.

Sebanyak empat koki dan seorang perakit masak mulai mempersiapkan bahan dan memasak.
Salah satu koki terlihat memotong wortel, kol, dan beberapa sosis.

Koki lainnya terlihat mengupas sejumlah bawang dan bumbu dapur lainnya. Ada juga koki yang memindahkan nasi dari dandang ke tempat yang telah disiapkan.

Sementara itu, koki KM Awu, Angga Ari Wibowo terlihat sibuk menumis bumbu dan rempah. Ia memasukkan cabai giling yang telah disiapkan, tangannya kembali sibuk memainkan spatula di kuali berbentuk petak, bukan peralatan memasak yang biasa terlihat di dapur.

Angga menyebut, peralatan masak di dapur KM Awu, seperti kapal penumpang lainnya, memang berbeda dari dapur di daratan.

Rata-rata dapur di kapal menggunakan kompor listrik. Tempat menggoreng juga berbentuk kotak dan berukuran besar. Tempat penggorengan itu juga menggunakan listrik.

"Ini sudah standar dari Meyer (pabrikan kapal KM Awu)," kata dia.

Sebuah kompor listrik dengan delapan tungku terpasang di tengah dapur. Sementara, wastafel untuk mencuci bahan makanan dan peralatan terletak di pinggir.

Pada kompor listrik di tengah dapur itu, terletak beberapa periuk besar. Asap masih membumbung nasi di dalam dandang itu.

Angga masih sibuk dengan aktivitasnya, ia mengaku hendak memasak bihun goreng.

"Ini sudah enggak terlalu banyak masaknya," kata Angga.

KM Awu memang hampir tiba di Pelabuhan Tenau, Kupang. Sebagian besar penumpang turun di pelabuhan itu.

Berdasarkan catatan yang dimiliki Angga dan tim dapur, tersisa 150-an penumpang yang melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Kalabahi, Alor, destinasi terakhir KM Awu.

"Ini sampai Kupang jam enam, berarti yang dapat makan pagi hanya yang ke Kalabahi, kecuali sampai di Kupang terlambat," kata Angga.

Tim di dapur memasak sesuai menu yang telah disiapkan selama seminggu ke depan. Menurut Angga, perakit masak sudah menentukan menu agar para penumpang tak menemukan menu yang sama dalam tujuh hari perjalanan KM Awu dari Kumai ke Kalabahi.

Menu-menu itu merupakan standar pelayanan di PT Pelni. Selain menu untuk dewasa, tim dapur KM Awu juga menyediakan menu untuk balita.

"Kita sediakan bubur nasi, kebetulan dari pihak Pelni sudah disiapkan tempat bubur," kata dia.

Menu bubur nasi disediakan sesuai dengan jumlah balita yang naik ke kapal. Jumlah itu didapat dari manifes penumpang.

Angga hanya tertawa saat ditanya apakah dirinya sudah hafal dengan menu-menu di KM Awu. Mau tidak mau, hal itu pasti terjadi karena sudah bertahun-tahun bertugas di dapur kapal.

Saat ditanya perasaannya memasak untuk ratusan hingga ribuan orang, Angga mengaku telah terbiasa.

Sebelum bertugas di KM Awu, Angga bertugas di kapal lain dengan kapasitas penumpang 2.000 orang.

"Kalau 2.000 kan penumpang kalau ada dispensasi bisa 2.200. itu lebih banyak lagi yang kita harus masak, ketimbang di kapal ini. akhirnya kita sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini," kata dia.

Harga tiket sebagian besar disubsidi

VP Angkutan Penumpang PT Pelni Sukendro menjelaskan, dua per tiga dari harga tiket KM Awu dan kapal besar yang dioperasionalkan Pelni lainnya disubsidi pemerintah.

"Kalau untuk masalah harga tiket itu memang saat ini kita masih menghitung dengan biaya Rp 368 per mil. Seharusnya itu (tarif komersil) berkisar Rp 1.350 per mil," kata Sukendro saat berbincang di Kupang, NTT, Jumat (17/12/2021).

"Kita harganya masih sepertiganya, disubsidi 2/3 oleh pemerintah, jadi harga tiketnya sangat di bawah dari komersil," kata dia.

Biaya subsidi itu diambil dari dana public service obligation (PSO) yang diterima Pelni setiap tahun. Pada 2021, PT Pelni menerima dana PSO senilai Rp 2,099 triliun.

Dana PSO itu diberikan untuk operasional 26 kapal besar milik Pelni yang beroperasi di seluruh Indonesia.

Sukendro menjelaskan, PT Pelni mengoperasikan dua jenis kapal.

Kapal perintis yang melayani wilayah aglomerasi di dalam provinsi sebanyak 45 unit.

Lalu, KM Awu dan 25 kapal lainnya masuk kategori kapal multiport yang melayani pelayaran dengan rute melalui hingga tujuh provinsi.

"Kapal 26 itu jauh banget, (ada yang) dari Jakarta sampai Jayapura, sementara 45 kapal (perintis) dia main sekitaran itu (provinsi) saja," kata Sukendro.

Biaya yang dikeluarkan sebuah kapal juga tak sedikit. Sukendro mencontohkan KM Awu yang mengonsumsi BBM jenis solar hingga 12 ton dalam sehari.

"Tapi kalau Jakarta-Jayapura satu hari sampai 50 ton, beda memang itu kapasitas dan daya angkutnya," kata dia.

Sukendro menjelaskan, KM Awu merupakan kapal pabrikan 1992. Kapal tersebut telah berusia sekitar 29 tahun.

Meski telah berusia 29 tahun, KM Awu belum pernah mengalami kerusakan parah. Selama ini, kata Sukendro, pabrikan kapal asal Jerman, Meyer Werft, masih menyediakan suku cadang untuk kapal tersebut.

"Artinya pabrikan kapal itu masih mau menyediakan sparepart kapal kita, mereka juga berharap supaya indonesia menambah pesanannnya. memang kapal yang kita pesan itu customize," kata Sukendro.

Saat ditanya mengenai rencana menambah rute pelayaran dan kapal di daerah, Sukendro mengatakan, hal itu perlu dilakukan dengan perhitungan yang matang.

"Tentunya semua kembali kepada perhitungan pemerintah bagaimana memberikan pelayanan terhadap rute rute, yang memang sampai saat ini banyak yang belum terlayani, jadi policy-nya adalah dengan menambah jumlah kapal untuk yang bukan aglomerasi, tapi yang lintas atau multi port," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTT Isyak Nuka menyambut baik jika Pelni hendak menambah rute pelayaran di NTT.

Ia menjelaskan, NTT merupakan wilayah kepulauan. Untuk menyambungkan pulau-pulau di NTT, hanya ada dua opsi angkutan, laut dan udara.

"Kalau di laut ini tergantung dengan kapal, kapal ini dimiliki oleh operator. Kalau operator seperti Pelni dia mau membuka itu semua, karena semakin banyak konektivitas antar wilayah," kata Isyak di Pelabuhan Tenau Kupang, Kamis.

"Kalau kita di sini ditanya sangat butuh, butuh, dan kita harus dukung. Tinggal kita lihat regulasinya, karena ada regulasi yang dikeluarkan pemprov dan pusat, tapi kita sinkron," jelas Isyak.

https://amp.kompas.com/regional/read/2021/12/20/094203778/pelayaran-km-awu-pengabdian-demi-konektivitas-1

https://regional.kompas.com/read/2021/12/20/164111978/pelayaran-km-awu-pengabdian-demi-konektivitas-2

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke