Salin Artikel

Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati di Bandung, Wali Kota Oded: Pendampingan Harus Ekstra

BANDUNG, KOMPAS.com- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus mendampingi para korban dugaan tindak pidana asusila oleh HW, oknum guru di salah satu pondok pesantren di Cibiru, Kota Bandung, yang saat ini sudah memasuki proses hukum.

Wali Kota Bandung, Oded M  Danial mengatakan, sejak kali pertama kasus ini terkuak pada akhir Mei 2021 lalu, dia langsung memerintahkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengawal kasus asusila ini.

"Waktu itu saya langsung tugaskan Bu Rita (Kepala DP3A) untuk mengawal penanganan. Saya minta agar psikologis korban dijaga dan dilindungi," ucap Oded dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis, (9/12/2021).

Oded menuturkan, psikologis para korban ini menjadi fokus dalam pendampingan.

Bukan hanya akibat kejadian yang dialaminya, dia berharap para korban jangan sampai mengalami perundungan, karena informasi yang bermunculan berpotensi memperbesar risiko trauma hingga depresi.

"Saya juga sudah ingatkan pendampingan ini harus ekstra. Apalagi ini remaja di usia sekolah yang masih memiliki masa depan yang harus dijaga. Saya sudah tekankan semua hak-haknya bisa terpenuhi," tegasnya.

Oded juga berharap agar proses hukum yang sedang berjalan saat ini bisa menghasilkan keputusan seadil-adilnya.

Sebab, perbuatan HW sudah sangat mencederai nilai sosial, agama, bahkan kemanusiaan.

"Seharusnya institusi pendidikan adalah lembaga untuk menempa karakter anak. Apalagi guru agama, seharusnya mampu untuk menguatkan moral muridnya bukan malah merusaknya," ujarnya.

Dijemput

Sementara itu, Kepala DP3A Kota Bandung Rita Verita memastikan pihaknya telah berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Jawa Barat terkait langkah strategis yang akan dilakukan oleh Pemkot Bandung.

Pada bulan Juni 2021 lalu, tim DP3A juga telah berkoordinasi dengan orangtua korban untuk melakukan penjemputan 3 orang santriwati asal Kota Bandung yang tercatat sebagai  peserta didik di pondok pesantren tersebut.

"Kami langsung menjemput, tapi ternyata yang baru bisa diizinkan keluar satu anak," ucap Rita.

Rita menambahkan, dua orang santriwati masih belum bisa dijemput secara bersamaan untuk menuntaskan sejumlah administrasi.

Namun tak lama kemudian, santriwati tersebut sudah bisa dijemput.

"Beberapa minggu kemudian kami menjemput dua anak. Salah satunya dari dua anak ini adalah saksi kunci karena sebagai korban," ungkap Rita.

Setalah dijemput, lanjut Rita, tim DP3A langsung mengembalikan anak kepada para orangtuanya. Kemudian, DP3A terus mendampingi dan membimbing secara intensif.

Sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Anak, Rita terus memberikan bimbingan dan konseling secara rutin sampai kesehatan psikologis anak kembali membaik.

"Tugas kami dari DP3A sebetulnya yaitu penjemputan, pendampingan, konseling sampai psikisnya baik. Sekarang sudah masuk ranah hukum, tapi kita tetap lakukan pendampingan. Korban juga terus berkomunikasi. Terakhir juga mengabarkan kalau sudah masuk sidang," jelasnya.

Perihal hak-hak pendidikan para korban, Rita menyebutkan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama Kota Bandung.

"Hak-haknya sudah difasilitasi oleh Kemenag, seperti mendapatkan sekolah kembali," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/09/153430178/kasus-pemerkosaan-12-santriwati-di-bandung-wali-kota-oded-pendampingan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke