Salin Artikel

Kisah Sastrawan Banyuwangi Hasnan Singodimayan, Bergelimang Karya, Kini Terbaring Sakit

Maestro Sastra dan Budayawan Banyuwangi tersebut telah menelurkan banyak karya.

Segudang prestasi ia peroleh hingga menempatkannya menjadi sastrawan terkemuka.

Karya Hasnan

Bagi Hasnan, membaca dan menulis adalah jiwanya.

Tak heran, keseharian Hasnan tak pernah lepas dari buku dan pena. 

Meski usianya, hampir satu abad, ia tak pernah meninggalkan aktivitas yang dicintainya itu.

Dari pemikiran Hasnan, lahir berbagai karya sastra mendunia yang mengangkat topik tentang Banyuwangi.

Sebut saja Badai Selat Bali (1994), Kerudung Santet Gandrung (2003), Suluk Mutazilah (2011), Niti Negari Bala Abangan (2015), dan berbagai karya sastra lainnya.

Karya-karya itu selain terkenal di dunia sastra, juga menjadi bahan kajian para akademisi

Penghargaan yang diterima

Hasnan juga banyak menerima penghargaan di bidang sastra.

Seperti anugerah kebudayaan Maestro Seni Tradisi 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang ditandatangani Menteri Muhadjir Effendy.

Belum berhenti sampai di situ, Hasnan juga meraih Anugerah Sutasoma dari Kemdikbud.


Terbaring sakit

Saat ini di usianya yang ke-90 tahun, Hasnan tengah terkulai lemah di ranjang rumahnya di kelurahan Singonegaran, Banyuwangi.

Usia yang hampir seabad membuat tubuh Hasnan tak sekuat dahulu.

Dalam kondisi itu, Hasnan tetap tak bisa jauh dari buku. Kesehariannya diisi dengan membaca serta menulis sajak-sajak yang tercetus dari pikirannya.

Tetap ingin bisa membaca

Capung Prihatin, anak kelima Hasnan Singodimayan mengatakan pada suatu waktu, ayahnya pernah berkorban untuk tetap bisa membaca.

Pascaoperasi mata, Hasnan tak kuasa menahan hasratnya untuk mengisap rokok.

Baru beberapa kali merokok, dokter kemudian menegurnya, agar sementara berhenti merokok. Hal itu untuk mengantisipasi batuk yang dapat menggangu saraf mata usai dioperasi.

"Saat itu bapak bilang, dari pada mataku sakit lagi dan tidak bisa membaca, lebih baik aku berhenti merokok wis," kata Capung Prihatin menirukan kata-kata ayahnya, Kamis (11/11/2021).

Capung mengungkapkan, meski saat ini sudah terkulai lemah, Hasnan adalah pribadi yang tidak ingin merepotkan banyak orang.

Sejak didiagnosis menderita penyakit lambung pada 1 November lalu, Hasnan ogah diopname, Ia memilih istirahat di rumah.

"Saat anaknya pada kumpul, Bapak ini bilang, dia ini tidak sakit hanya sudah tua. Awalnya tidurnya pun tidak mau dikasur, hobinya itu tidur di dipan kayu," cetus Capung.


Hasnan Singodimayan, menyampaikan terima kasih kepada masyarakat Banyuwangi yang hingga kini masih peduli.

Ia berpesan agar Kabupaten Banyuwangi ini terus dikembangkan, potensi-potensi daerah terus digali.

"Bisa dimana pun bisa, makanya potensi-potensi daerah itu harus dicari dan digali untuk kemajuan daerah," kata Hasnan dengan nada lirih.

Dijenguk bupati

Sebelumnya, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menjenguk Hasnan di kediamannya di Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Banyuwangi, Selasa (9/11/2021).

“Pak Hasnan memiliki banyak jasa terhadap seni budaya terutama kesusastraan Banyuwangi. Generasi muda Banyuwangi harus banyak belajar dari beliau,” ujar Ipuk.

Ipuk pun sempat berbincang ringan dengan Hasnan dan pihak keluarga.

“Bagaimana kabarnya, Pak Hasnan? Ayo segera sehat lagi,” kata dia.

Putra ketiga Hasnan, yakni Bonang Prasunan mengatakan, kesehatan ayahnya itu mulai turun satu hari setelah ulang tahun Hasnan 17 Oktober lalu.

“Mulai turun kesehatannya pada 18 Oktober. Kami bawa ke dokter, hasilnya ada masalah di lambung,” tuturnya.

Kini Hasnan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Namun menurut Bonang, ayahnya lebih suka dirawat di rumah daripada di rumah sakit.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/11/141930578/kisah-sastrawan-banyuwangi-hasnan-singodimayan-bergelimang-karya-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke