Salin Artikel

Putra Bupati Wonogiri Tulis Buku Siapa Bilang Jadi Anak Bupati Selalu Enak

Anak semata wayang Bupati Wonogiri, Joko Sutopo (Jekek) itu menuangkan kegelisahan dan protes hidupnya dalam 14 tulisan pada sebuah buku berjudul Unboxing Me, Siapa Bilang Jadi Anak Bupati Selalu Enak ? Ceritaku Sebelum 12.

Buku yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama dilaunching pertama kalinya di Hotel Best Western Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (9/10/2021).

Kepada Kompas.com, Nugrah sapaan akrab Anugrah menyebut 14 tulisan yang dituangkan dalam satu buku itu merupakan fakta kehidupan yang dialami selama beberapa tahun saat ayahnya, Jekek disibukkan dengan kegiatan sebagai Bupati Wonogiri.

“Jarang ketemu ayah. Dan ayah jarang ikut kalau liburan,” kata Nugrah yang ditemui usai launching buku perdananya.

Nugrah yang tinggal di Yogyakarta bersama ibunya (Verawati) merasakan makin jarang bertemu dengan sosok seorang bapak setelah ayahnya menjabat sebagai Bupati Wonogiri sejak 2016.

Padahal bagi Nugrah, sosok ayah menjadi hal sangat penting bagi hidupnya.

Terlebih saat sekolah, banyak anak seusianya diantar oleh kedua orangtuanya.

Lantaran kedua orang tuanya disibukkan oleh kerja, bapaknya sebagai bupati dan ibunya sebagai PNS.

Kondisi itu menjadikan Nugrah sering diantar oleh pembantu rumah tangganya.

Aneka peristiwa dan interaksi yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun kemudian menjadi bahan Nugrah dalam tulisannya.

Agar tidak lupa, Nugrah mencurahkan protesnya dalam bentuk tulisan yang disimpan di dalam handphonenya.

Saat akan menulis cerita hidupnya sebagai anak bupati, Nugrah sempat diingatkan ibunya karena akan disangka buku itu hanyalah buatan orang lain, bukan hasil dari susah payahnya belajar menulis.

Tak hanya itu, kehadiran buku ini bisa jadi disangka sebagai skenario pencitraan mengingat ayahnya adalah seorang bupati.

“Enggak sih. Memang aku ingin nulis,” kata Nugrah.

Setelah berhasil menulis kegundahannya sebagai anak bupati dalam sebuah buku, Nugrah pun memilih ke depan tidak ingin menjadi seorang kepala daerah seperti bapaknya.

“Saya suka menulis dan mendesain,” jelas Nugrah.

Nugrah berharap lewat dengan tulisan di bukunya itu dapat mengedukasi orang tua agar meluangkan waktu bagi anak-anaknya.

“Saat saya launching buku dua tahun yang lalu, Nugrah sampaikan ingin seperti itu ada wartawan dan membuat buku,” kata Vera.

Mengetahui anaknya ingin menulis sebuah buku, Nugrah diberitahu bila ingin seperti ibunya harus menulis sesuatu.

Awalnya ingin menulis sejarah Wonogiri lalu membuat komik namun tidak jadi semuanya.

Akhirnya, Nugrah memutuskan untuk menuliskan curahan hatinya yang dirasakan selama beberapa tahun menjadi anak seorang bupati Wonogiri.

“Lalu Nugrah bila daripada aku curhat marah-marah mending aku tulis saja ya Bunda. Dari situ Nugrah kemudian mengalir menulis dalam dua tahun terakhir,” ungkap Vera.

Kemudian setelah terkumpul, Nugrah menyampaikan kepada ibunya bahwa dirinya sudah menulis sekitar 40 halaman.

Nugrah menuliskan kisah sedih senangnya menjadi anak bupati di laptop milik ibunya.

Nugrah dalam tulisnya mengungkap protes dirinya sebagai seorang anak kepada bapaknya seorang bupati terkait waktu.

Lantaran yang menjadi obyek protes bapaknya, lalu naskah yang sudah jadi disampaikan kepada Jekek.

Setelah disampaikan, Jekek malah menerimanya. Ia terus mendorong anaknya untuk menulis dengan fakta apa adanya hingga selesai.

“Dari banyak kasus yang ditulis dalam buku itu, beberapa orang bilang kepada editor ini ada unsur parenting-nya (bimbingan untuk orang tua),” ungkap Vera.


Keluar dari PNS

Agar fokus membimbing anak, Vera memutuskan keluar dari PNS.

Padahal kariernya sebagai PNS cukup bagus sebagai seorang peneliti bioteknologi molekuler di Balai Besar Veteriner, Wates, Yogyakarta.

Vera menuturkan keputusan ia keluar dari PNS saat wali kelas Nugrah memanggilnya menyatakan nilai ulangan Nugrah berkisar satu dan nol.

“Gurunya sampaikan dia (Nugrah) tidak ngerjain ulangan. Dan kalau ulangan dia tidur. Nugrah sampaikan lha ngapain (kerjakan ulangan) ayah bundaku sibuk. Dan itu memang menjadi titik tolak untuk saya keluar sebagai PNS,” jelas Vera.

Setelah keluar dari PNS, dokter hewan lulusan UGM ini fokus mendampingi anaknya semata wayang agar fokusnya tidak kemana-mana.

“Saya keluar ini untuk fokus urusi anak sehingga dapat mencarikan kegiatan yang positif untuk anak,” kata Vera.

Agar tertarik menulis, ia meminta anaknya membantu mengetik beberapa materi tertentu sampai dia ketemu dengan passionnya sendiri.

Setelah anaknya bisa menulis sebuah buku, Vera mengaku lega karena anaknya bisa melampiaskan protes dan jengkelnya dalam bentuk yang positif.

“Kami jujur bersyukur Nugrah melampiaskan mangkelnya dengan positif. Karena andaikata dilampiaskan dengan hal negatif kita tidak tahu akan seperti apa,” tandas Vera.

Terlebih saat Jekek masih kecil hingga sekarang belum pernah merasakan kasih sayang seorang bapak.

“Itu merefleksikan banyak waktu masa kecil saya yang hilang. Saya lahir dari keluarga yang pincang artinya saya lahir dari keluarga yang tidak utuh. Sampai saat ini saya belum pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Maka saat ruang bawah sadar saya kesentuh masalah itu pasti saya pasti lemah,” ungkap Jekek.

Bagi Jekek, protes yang dituangkan Nugrah dalam bukunya menggambarkan menjadi orangtua yang utuh tidak semudah yang dibayangkan.

Apalagi setiap harinya, Nugrah lebih banyak tinggal dengan istrinya di Yogya.

Sementara Jekek lebih banyak disibukkan dengan urusan pekerjaannya sebagai Bupati Wonogiri.

"Nugrah sukses mengkritik orangtuanya dengan menorehkan kegalauannya dan bentuk protesnya dalam bentuk buku. Tulisan sederhana ini jadi satu momentum buat keluarga untuk melakukan autokritik ada konsekuensi logis saat ayah menjabat bupati. Ada konsekuensi mahal yang harus dibayar waktu. Saya tidak bisa menemani tumbuh kembang anak saya," ungkap Jekek.

Kendati demikian, Jekek selalu memberikan ruang berdiskusi bagi istri dan anaknya sehingga keluarganya dapat memahami kesibukannya bekerja sebagai seorang kepala daerah.

“Kita melihat Nugrah menuangkan kegalauan, cerita dan harapannya pada sebuah buku. Bagi saya ini satu hal yang harus saya renungkan. Hampir saja sedikit merasakan kesedihan waktu kecil. Masa tumbuh Nugrah itu tidak punya waktu yang ideal karena jabatan dan tanggung jawab saya (sebagai bupati Wonogiri),” ungkap Jekek.


Tidak percaya anak bupati bisa menulis

Andry Kristiawan, Editor Buku Siapa Bilang Jadi Anak Bupati Selalu Enak mengungkapnya awalnya tidak percaya naskah yang diterima itu betul-betul tulisan Nugrah.

Ia tak menyangka anak seumuran belum genap umur 12 tahun mampu menulis sebuah cerita yang runtut alurnya dan mudah dicerna.

“Waktu terima naskah (April 2021) saya tidak percaya karena anak seumuran Nugrah bisa menulis dengan alur cerita yang runtut,” kata Andry.

Andry sempat curiga tulisan yang dibuat Nugrah adalah buatan orang tuanya. Namun setelah dilakukan uji lapangan ternyata naskah itu orisinal buatan Nugrah selama dua tahun terakhir.

Selama menjadi editor buku di Gramedia, Andry belum pernah menemukan seorang anak seusia Nugra yang mampu menulis sebuah buku.

Publishing and Education Director Kompas Gramedia, Wandi S Brata menuturkan buku yang ditulis Nugrah dapat menjadi masukan bagi orang dewasa dan orang tua untuk mendidik seorang anak.

"Bagaimana seumur dia bisa berefleksi tentang sesuatu yang menjadikan masukan orang dewasa untuk. Ini powerful sekali. Banyak sekali (tulisan) yang menyentuh kehidupan pribadi orang" kata Wandi.

Sementara Catherine, salah satu seorang psikolog yang diundang dalam acara itu menyebut buku itu bisa menjadi refleksi bagi orangtua bagaimana memperlakukan anak-anak di tengah sibuknya bekerja.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/10/133853578/putra-bupati-wonogiri-tulis-buku-siapa-bilang-jadi-anak-bupati-selalu-enak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke