Salin Artikel

Cerita Hermina Diborgol Aparat Saat Aksi Penolakan Pembangunan Waduk Lambo, Dilepaskan Setelah Diprotes Para Mama

Ia kemudian dibebaskan oleh aparat setelah diprotes para ibu peserta aksi.

Kasus tersebut berawal saat para warga melakukan aksi protes pembangunan Waduk Lambo.

Peristiwa tersebut berawal saat para ibu yang ikut aksi berdebat dengan aparat yang memasuki lokasi pembangunan.

Situasi semakin memanas saat seorang anggota Brimob memborgol tangan Hermina Mawa. Mengetahui hal tersebut, ibu-ibu yang ada di gerbang meneriaki aparat.

“Jangan hanya satu orang. Borgol semua,” teriak ibu-ibu.

Menurut Hermina, setelah aparat memborgol kedua tangannya, ia hendak dibawa ke Polres Ngada. Namun ia dibebaskan setelah para ibu peserta aksi mengajukan protes.

“Mereka sudah bawa saya ke mobil pikap mau ke Polres Ngada. Karena mama-mama yang lain minta borgol semua, akhirnya mereka buka lagi borgol dari tangan saya,” kata Hermina kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin malam.

“Mereka datang bagai pencuri yang hendak merampas tanah, makanya kami adang. Kami minta pertanggungjawaban mereka,” ujar Hermina.

Menurutnya aksi tersebut mereka lakukan karena petugas Balai Wilayah Sungai NT II dan aparat keamananan masuk lokasi tanpa sepengetahuan dan seizin masyarakat adat setempat.

“Mereka datang bagai pencuri yang hendak merampas tanah, makanya kami adang. Kami minta pertanggungjawaban mereka,” ujar Hermina.

Ia mengatakan akasi yang dilakukan pada dirinya dan ibu-ibu di dusun Molopama dianggap telah melanggar standar operasional prosedur (SOP) kepolisian.

“Polisi itu kan pengayom dan pelindung masyarakat. Tetapi, fakta di lapangan berbeda. Mereka borgol saya secara paksa. Mereka juga menarik-narik kami secara paksa untuk keluar dari gerbang ini,” katanya.

Hermina pun meminta Presiden RI, Kapolri, dan Kapolda NTT, agar menegur aparat keamanan yang berlaku kasar terhadap masyarakat kecil.

“Pak Presiden, pak Kapolri, dan pak Kapolda, tolong, kami masyarakat adat mesti dilindungi juga bukan malah diperlakukan tidak manusiawsi seperti yang terjadi di sini,” ujarnya.

Sementara itu, Kapolres Nagekeo, AKBP Agustinus Hendrik Fai saat dikonfirmasi oleh Kompas.com membantah kejadian itu.

Dia menampik adanya aksi aparat memborgol seorang ibu di Dusun Molopama, Desa Rendu Butowe tersebut.

"Tidak ada itu di lapangan," tegas Agustinus saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Selasa siang.

Wilybrodus menyebutkan, aparat dikirim ke lapangan bukan untuk melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat yang sedang mempertahankan hak-hak konstitusinya.

“Masyarakat adat itu bukan residivis, tetapi mereka memperjuang hak atas tanah. Mereka harus dilindungi, bukan malah dikriminalisasi,” ujarnya.

“Tidak ada musuh di sini. Jadi tidak perlu bawa aparat bersenjata lengkap. Jadinya kehadiran mereka bukan untuk melindungi, tetapi menakut-nakuti masyarakat adat,” lanjutnya.

Ia pun meminta Kapolda NTT segera menarik aparat keamanan dari tanah Rendu Butowe tersebut, karena ia menganggap tidak ada situasi darurat yang menganggu keamanan dan ketertiban di wilayah itu.

“Aparat Brimob yang datang ini cenderung anarkis dan brutal kepada masyarakat adat. Kami minta Polda NTT tarik mereka ini. Kami ingin hidup tenang di atas tanah warisan leluhur,” pungkasnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nansianus Taris | Editor : Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2021/10/05/194500678/cerita-hermina-diborgol-aparat-saat-aksi-penolakan-pembangunan-waduk-lambo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke