Salin Artikel

Cerita Nelayan yang Masih Tinggal di Sirkuit MotoGP Mandalika Sampai Ganti Rugi Dibayar...

Sesekali, dia menyeruput kopi yang sudah mulai dingin. Dengan fokus, dia merajut jalanya dan terlihat tak peduli dengan lalu lalang kendaraan yang melintasi pagar pembatas sirkuit Mandalika.

Andi adalah salah satu warga berprofesi sebagai nelayan yang masih bermukim di lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Andi menuturkan, sudah puluhan tahun dirinya tinggal di tempat itu walau tanah yang ditempati adalah tanah milik kerabatnya yang bernama Umulaye.

“Tanah tempat saya ini milik keluarga namanya Umulaye, saya disuruh tempati dulu sebelum tanah ini dibayar,” kata Andi, Jumat (27/8/2021).

Andi bercerita, dia menghabiskan masa kecilnya di tempat ini. Tanah di wilayah ini terjual dengan harga murah dari Rp 100.000 hingga Rp 250.000 pada tahun 90-an.

“Saya dulu punya tanah sekitar 80 are dijual dengan harga murah Rp 200.000 karena dulu kami ditakut-takuti kalau tidak jual tanah tidak akan dapat apa-apa,” tutur Andi.

Dia mengenang pada masa itu, masyarakat di tempat ini masih takut dengan orang yang menggunakan celana bahkan setiap akan berhadapan dengan orang yang bercelana, dia memilih untuk bersembunyi.

“Namanya aja kita bodoh dulu tidak punya sekolah, lihat orang pakai celanan aja kita takut sembunyi,” kenang Andi.


Siap keluar jika...

Hingga kini, Andi menumpang di lahan Umulaye dan tetap memilih menjadi nelayan sebagai mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.

Namun aktivitas sebagai nelayan sempat terhenti karena tidak mempunyai akses ke pantai lantaran terowongan yang menjadi akses ke pantai digenangi air yang tinggi hingga mencapai dagu orang dewasa sementara wilayah ini telah dipagari.

“Sudah beberapa minggu tidak melaut karena tidak ada jalan, terowongannya banyak air, tetapi alhamdulillah sekarang airnya sudah disedot dan kami akan mencoba melaut kembali,” kata Andi.

Sebelumnya, lanjut Andi, beberapa warga merusak pagar pembatas lintasan sirkuit Mandalika untuk dijadikan akses jalan menuju Pantai Seger, tempat perahunya bersandar.

Senada dengan Andi, Seneng (40) yang juga bekerja sebagai nelayan pernah merasa kesulitan mencari ikan di laut karena terowongan yang dipenuhi air dan berbau tidak sedap.

“Kemarin itu kami sangat susah. Jadi kami melaut itu harus melewati terowongan yang airnya tinggi dan bau,” kata Seneng saat di gazebo rumahnya.

Biasanya, Seneng mendapatkan Rp 50.000-Rp 100.000 per hari dari hasil tangkapan ikan melaut.

Seneng bercerita, lahan yang tengah ditempatinya di tengah Sirkuit Mandalika bukanlah lahan miliknya. Dia hanya menumpang di lahan milik keluarganya yang bernama Ikim.

Senasib dengan Andi, Seneng juga telah menjual tanahnya dengan harga murah berpuluh tahun lalu dengan harga Rp 100.000 per are.

Baik Seneng maupun Andi pun mengaku, akan sukarela keluar dari lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika dan mencari lahan baru jika pemilik lahan tempatnya tinggal telah menerima biaya ganti rugi lahan sirkuit.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/29/094738278/cerita-nelayan-yang-masih-tinggal-di-sirkuit-motogp-mandalika-sampai-ganti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke