Salin Artikel

Geliat Kampung Bendera di Tengah Pandemi yang Berkepanjangan

BANDUNG, KOMPAS.com - Aji (45 tahun) tampak sibuk. Sambil duduk di kursinya ia menginstruksikan pekerjanya untuk memindahkan barang.

Di bagian lain, para pekerja membereskan barang untuk diangkat ke berbagai daerah. Mulai dari Sumatera, Jawa, hingga daerah lainnya.

Ada pula yang merapikan mesin, ataupun membersihkan sisa-sisa bendera yang tidak terjual. Semua dirapikan agar rumah konveksi ini terlihat bersih.

Bagi Aji, awal Agustus adalah saat-saat tersibuk bagi dirinya, 30 pekerjanya, dan kampung bendera di Leles, Kabupaten Garut.

Sebagai orang yang memproduksi bendera merah putih, bulan Agustus adalah saatnya panen. Walaupun penjualan tahun ini tidak sebanyak kondisi normal.

"Tahun ini saya hanya menjual 75 persennya dari kondisi normal (2019), tapi alhamdulilah, sudah laku pun bersyukur," ujar Aji kepada Kompas.com, Rabu (11/8/2021).

Aji mengaku sempat waswas saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diberlakukan Juli lalu. Karena selama Juli tidak ada pembelian secara offline.

Baru 1 Agustus 2021, pembelian mulai berdatangan. Paling banyak dari daerah Sumatera Selatan seperti Palembang dengan nilai miliaran.

Sisanya dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Namun ada beberapa daerah yang pembeliannya menurun drastis. Seperti Jakarta dan Bandung.

"Jakarta penurunan penjualannya sampai 70 persen, Bandung 60 persen turun. Mungkin karena kantor banyak yang tutup," ungkap dia.

Penjualan tertingginya tahun ini ada tanggal 1-5 Agustus 2021. Setelah itu jualan agak landai dan berhenti pada 11 Agustus 2021 karena barang habis.

Aji mengungkapkan, sama seperti tahun sebelumnya, ada 20 jenis bendera yang dijual. Seperti bendera biasa, bandir atau umbul-umbul, hingga background.

Harganya beragam, tergantung dari jenis bahan, desain, dan ukuran. Secara keseluruhan ia jual pada harga Rp 4.000-100.000.

Besaran harga jual tersebut masih sama dengan tahun sebelumnya. Itu tidak sebanding dengan harga bahan baku yang naik.

Seperti naiknya harga satu gulung kain dari Rp 600.000 menjadi Rp 640.000.

"Saat seperti ini nggak mungkin naikin harga. Jadi walau bahan baku naik, harga jual bendera tetap sama. Saya ambil margin tipis," ucap dia.


Berjualan sejak 2012

Aji mengaku memulai bisnis bendera dari tahun 2012. Itu pun tidak sengaja memulai bisnis bendera karena ia ditipu oleh rekan bisnisnya.

"Saya menyimpan uang pada seseorang untuk bisnis bendera. Ternyata dia ga jujur. Jadi saya terjun langsung di bisnis ini. Kerugian dari bisnis bendera harus kembali dari bendera," ungkapnya.

Bisnis bendera bukan hal baru di daerah Leles ini. Ada empat pengusaha besar yang bermain di bisnis ini, salah satunya Aji.

Selain 30 pekerja yang ada di konveksi, ia mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga di sekitarnya untuk menjahit di kediaman mereka.

Biasanya, Aji menyerahkan mesin jahit dan bahan baku kain bendera yang sudah dipotong. Setelah selesai, para ibu rumah tangga ini menyerahkan hasil jahitnya ke Aji sambil mengambil bayaran.

Selain itu, ada pula warga yang mengerjakan bendera untuk dijual sendiri.

Banyaknya orang yang bekerja dan berbisnis di bidang bendera membuat daerah ini dinamai Kampung bendera sejak lama.

Bahkan ada yang bilang, daerah ini mulai memasarkan produknya ke berbagai daerah sejak 1970-an.


Jualan secara daring

Salah satu warga, Rizal Misbah mengatakan, selama pandemi Covid-19, pihaknya terbantu dengan jualan online terutama di marketplace.

"Sekarang perbandingannya 50:50 antara jualan offline dan online," ungkap dia.

Pembelinya dari seluruh Indonesia. Kepercayaan konsumen terhadap kualitas bendera produksi Leles ini membuat jumlah pembeli terus meningkat.

Tim Marketing Aji Bendera, Roni mengungkapkan, berkembangnya dunia digital memudahkan cara pemasaran. Bahkan kini, para remaja dari SMP hingga mahasiswa memiliki toko di marketplace.

"Ada lulusan SMP nggak lanjut sekolah. Daripada nganggur dia jualan bendera di marketplace. Ada sekitar 30 orang remaja sampai anak kuliahan yang menjadi tim marketing di sini (Aji Bendera)," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/13/173013078/geliat-kampung-bendera-di-tengah-pandemi-yang-berkepanjangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke